JAKARTA - Sejarah mencatat, hukuman mati pertama sudah terjadi sejak abad ke-16 SM di Mesir. Berbagai metode mengerikan dikerahkan oleh para algojo untuk melenyapkan nyawa pesakitan. Dari beragam cara tersebut, kami merangkum lima metode hukuman mati paling mengerikan. Apa saja hukuman mati paling sadis tersebut?
Seperti dicatat Public Broadcasting Service orang yang pertama kali divonis hukuman mati di Mesir adalah seorang anggota bangsawan yang dituduh melakukan sihir. Ia lalu diperintahkan untuk mengambil nyawanya sendiri.
Namun hukuman mati tersebut bisa dibilang masih merupakan privilege bagi seorang anggota bangsawan karena tidak dilakukan dengan cara sadis. Sementara bagi non-bangsawan hukuman lebih kejam lagi yakni dibunuh dengan kapak.
Namun hukuman mati menggunakan kampak itu nampak belum seberapa, bila dibandingkan dengan jenis hukuman mati paling brutal yang sudah kami rangkum dari berbagai sumber.
Skafisme
Skafisme atau "the boat" adalah metode hukuman mati yang dilakukan bangsa Persia kuno dengan cara dimakan hidup-hidup. Orang yang dinyatakan bersalah akan ditempatkan di antara dua kano kayu atau batang pohon yang telah dilubangi dengan kaki dan kepala menonjol keluar.
Kemudian, para eksekutor memaksa terpidana untuk mengonsumsi campuran susu dan madu hingga diare sehingga korban dikelilingi kotoran dan muntahannya. Selain itu campuran tersebut juga dioleskan ke tubuhnya untuk menundang serangga dan menggerogoti tubuhnya serta bertelur di lubang yang terbuka.
Kematian akan datang secara perlahan. Biasanya orang itu akan tewas karena matinya jaringan pada anggota tubuh yang kehilangan darah.
Namun, dapat dipastikan kematian tak akan disebabkan oleh kelaparan sebab ia dibekali campuran susu dan madu tersebut. Menurut catatan, ajal akan datang sekitar 17 hari selama eksekusi berlangsung.
Blood eagle
Cara brutal lain yang diterapkan pada hukuman mati adalah metode blood eagle atau elang darah. Cara eksekusi ini terkenal di kalangan bangsa Viking.
Para penegak hukum menguliti terdakwa hidup-hidup serta membedah punggung para pelaku kejahatan hingga tulang punggungnya terlihat. Kemudian yang lebih mengerikan lagi adalah tulang-tulang rusuk si pesakitan akan dibengkokkan hingga menyembul keluar layaknya sayap elang.
Terpidana tersebut akan mati dengan merasakan sakit yang luar biasa untuk kedua kalinya yakni saat paru-parunya direnggut dari rongga tubuh. Setelah paru-paru terabut, algojo akan menaburi garam pada rongga tersebut sampai korban benar-benar tak sadarkan diri.
Judas cradle
Metode judas cradle diterapkan di Eropa pada abad pertengahan. Hukuman mati jenis ini adalah dengan memaksa terpidana duduk di kursi yang berbentuk piramida. Lalu, kakinya diikat sangat erat sehingga algojo bisa menariknya dan membuat orang tersebut merasakan sakit yang amat sangat di bagian bokong yang tertancap kursi piramida.
Algojo mampu menaikkan dan menurunkan badan terpidana dengan sistem tali dan katrol, sehingga membuat penetrasi lebih dalam. Selain itu beberapa penyiksa juga akan mengoleskan minyak ke alat siksa yang meningkatkan rasa sakit.
Penyiksaan belum sampai di situ. Ternyata alat yang digunakan untuk mengeksekusi tersebut tak pernah dibersihkan sama sekali, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi dan baru kemudian tewas.
Tujuan dari penyiksaan ini adalah untuk mendapatkan berbagai macam pengakuan. Sementara dalam beberapa kasus, korban akan diguncang atau dipaksa jatuh berulang kali di kursi tersebut untuk memperoleh informasi penting.
Direbus hidup-hidup
Siapa sangka kalau jenis hukuman mati hidup-hidup dengan cara direbus itu benar adanya. Diketahui, hukuman brutal ini pernah diterapkan pada era Kaisar Romawi Nero Claudius Caesar Augustus Germanicus. Selama berkuasa, ia tercatat pernah merebus hidup-hidup ribuan umat Kristen dalam minyak mendidih.
Selain itu, hukuman ini juga pernah digelar di Inggris pada abad ke 12 hingga 16. Sejarah Inggris mencatat pada masa kekuasaan Raja Henry VIII sekitar tahun 1531, orang-orang yang mencabut nyawa orang lain harus dihukum dengan cara direbus hidup-hidup.
Terpidana akan disika pelan-pelan. Ia tidak akan langsung dicelupkan ke dalam air mendidih melainkan bertahap. Biasanya, yang pertama kali dimasukkan ke cairan panas tersebut adalah bagian kaki, baru bertahap hingga ke bagian kepala. Tujuannya, agar orang tersebut tidak pingsan saat hukuman berlangsung.
Lead sprinkler
Terakhir, metode hukuman mati paling brutal adalah dengan menggunakan alat lead sprinkler. Alat yang biasa digunakan pada Abad Pertengahan ini berisi timah cair, ter, minyak mendidih dan zat panas lainnya.
Algojo menggunakan alat ini untuk meneteskan zat panas ke perut atau bagian tubuh lain. Eksekusi terkadang terjadi dengan menuangkan perak cair ke mata, hingga menyebabkan kesakitan yang sangat sampai terpidana tewas.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)