Bagikan:

JAKARTA - Puasa merupakan bagian ibadah kedua setelah sholat dalam rukun Islam. Ibadah puasa yang dimaksud di sini adalah ibadah puasa Ramadan. Dalam bahasa arab puasa sama dengan shaum. Kata puasa diartikan sebagai mencegah diri untuk tidak berbuat atau berkata sesuatu. Kata shaum dan shiyam bermakna sama, sedangkan kata shauman (puasa) dalam surah Maryam ayat 26, artinya adalah membisu, tidak berbicara.

Buya Hamka menjelaskan puasa adalah upaya pengendalian diri seorang hamba terhadap dua syahwat dirinya yaitu syahwat seks dan syahwat perut yang bertujuan untuk mendidik dan mengekang nafsu.

Ramadan merupakan salah satu dari daftar bulan dalam tahun hijriyah. Ramadan memiliki makna khusus dalam perjalanan kewahyuan Nabi Muhammad. Dikutip dari buku Fiqih karya Agus Arifin, Ramadan berasal dari kata kerja ramida yang berarti membakar, terik atau sangat panas. Ramadan terjadi ketika udara di Jazirah Arab sangat panas. Ramadan sendiri memiliki beberapa nama lain, seperti Syahrul Qur'an, Syahrush-Shiyam dan Syahrush-Sabr.

Di samping maknanya secara bahasa adalah terik atau panas dan kekeringan. Hukum berpuasa di bulan ramadan diturunkan secara bertahap seperti syariat Islam yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Tujuannya, agar umat Islam tidak terkejut dan merasa berat di dalam menjalankannya.

Berpuasa di bulan ramadan memiliki nilai yang sangat istimewa untuk umat Islam. Dengan berpuasa, diyakini mampu menyempurnakan batin setiap insan yang manjalaninya sebagai hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT. Perintah berpuasa dijelaskan secara tegas di dalam surat Al-Baqarah ayat 183. Dan kata taqwa merupakan akhir dari ayat tersebut.

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183).

Istimewanya Ramadan (IST)
Istimewanya Ramadan (IST)

Bulan Ramadan juga dijelaskan di dalam Al-Qur'an dalam surah Al Baqarah ayat 185. "Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur."

Perkataan dari Allah SWT di surat (2:185) itu diikuti oleh sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Wailah bin Asqa'. "Telah diturunkan shuhuf Nabi Ibrahim pada awal malam bulan Ramadan, dan diturunkan Taurat pada tanggal 6 Ramadan, dan diturunkan Injil pada tanggal 13 bulan Ramadan, dan diturunkan Zabur pada 18 Ramadan, dan diturunkan Al-Qur'an pada 24 Ramadan." (HR Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman).

Perintah Puasa diberikan secara bertahap

Para ulama mengatakan bahwa kaum Muslimin dulu pada awalnya, diberi pilihan antara berpuasa atau memberi fidyah. Kemudian ketika keyakinan mereka sudah kuat dan jiwa mereka pun telah tenang serta mereka telah terbiasa puasa, maka diwajibkan atas mereka berpuasa saja.Hal ini juga dijelaskan dalam Al Quran,

"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al Baqarah:184).

Puasa Asyura (IST
Puasa Asyura (IST

Sebelum ada perintah berpuasa di bulan ramadan, orang-orang Quraish sudah mengenal adanya puasa yang bernama Assyura. Dan Nabi Muhammad juga sempat melaksanakan puasa Assyura tersebut. Bahkan saat hijrah ke Madinah, rasul juga melakukan puasa Asyura. Hal ini diriwayatkan istri nabi, Aisyah,

"Adalah orang-orang Qurais pada zaman Jahiliyah berpuasa pada hari Aysuro, dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga berpuasa pada hari itu pada zaman Jahiliyah, ketika beliau datang ke Madinah beliau pun berpuasa (pada hari itu) dan menyuruh (sahabatnya) untuk berpuasa, mana kala telah di wajibkan untuk berpuasa pada bulan Ramadhan maka puasa hari Aysuro di tinggalkan, siapa yang menghendaki berpuasa maka berpuasa siapa yang tidak mau maka boleh meninggalkanya“. (HR Bukhari no: 202, Muslim no: 1125).

Puasa Asyura dinilai sebagai hari yang agung dan suci bagi orang-orang Arab pada zaman Jahiliyah. Oleh karenanya pada hari itu, mereka menutupi Ka’bah, sebagaimana di kisahkan dalam hadits: " Adalah orang-orang pada zaman Jahiliyah, mereka berpuasa pada hari Asyuro, sebelum di wajibkanya puasa Ramadhan, dan bertepatan dengan hari itu Ka’bah ditutupi dengan kain kiswah..”.(HR Bukhari no: 1952).

Pakar tafsir asal Cordoba (Spanyol), Imam Qurthubih mengatakan berpuasa pada hari Asyura sudah dikenal dikalangan mereka, akan kedudukannya dan disyari’atkanya (untuk berpuasa), kemungkinan adanya mereka melakukan puasa karena mereka menganggap bahwa itu bagian dari syari’at Nabi Ibrohim dan anaknya Ismail.

Berdasarkan keterangan dari beberapa hadist di atas, berpuasa pada hari Asyura pertama kalinya adalah wajib sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Ketika diwajibkanya puasa pada bulan Ramadhan, yaitu pada tahun kedua setelah hijriyahnya Nabi Muhammad maka kewajiban untuk berpuasa pada hari Asyuro dihapus, dan hukumnya tetap tapi menjadi sunah.

Kesulitan Umat Islam di Awal Syariat Berpuasa

Menurut Muhammad Quraish Shihab di dalam karyanya yang berjudul Membumikan Al Quran mrnjelaskan dari sisi ajaran agama, semua agama samawi sama dalam prinsip-prinsip pokok akidah, syariat dan akhlaknya. Dengan kata lain, semua agama samawi mengajarkan adanya keesaan Allah, kenabian dan adanya hari kemudian. Lantas mengapa ibadah puasa merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam dan umat-umat terdahulu?

Kewajiban puasa di bulan Ramadan tidak terlepas dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad ke negeri Yatsrib (Madinah). Peristiwa hijrah ini merupakan titik pijak penyempurnaan syariat Islam di kemudian hari. Puasa Ramadan mulai diwajibkan kepada Nabi Muhammad dan umatnya pada bulan Syaban 2 Hijriyah.

Dihimpun dari buku 'Risalah Ramadhan' (2008) karya Affandi Mochtar dan Ibi Syatibi bahwa sebelum ayat mewajibkan puasa turun, umat Islam biasa berpuasa wajib pada 10 Muharram atau Hari Asyura. Orang Yahudi berpuasa pada 10 Muharram, pada tanggal tersebut Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya dari serangan Raja Firaun. Sebagai bentuk syukur, Nabi Musa berpuasa setiap 10 Muharram.

Di waktu awalnya, pelaksanaan puasa Ramadan umat Islam hanya diperbolehkan makan, minum dan melakukan hubungan suami-istri setelah berbuka hingga sholat Isya dan tidur. Setelah Sholat Isya dan tidur, umat islam tidak diperbolehkan lagi melakukan hal-hal tersebut hingga waktu berbuka. Karena sangat sulit, banyak yang melanggar larangan tersebut. Lalu Allah SWT menurunkan surat Al-Baqarah ayat 187 yang menyatakan umat islam diperbolehkan makan, minum, dan berhubungan suami-istri dari setelah berbuka hingga terbit fajar.

"Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam (QS.Al Baqarah:187).