Vonis Berat Akibat Rusaknya Pengelolaan Emas di PT Antam

05 Maret 2025, 11:00 | Tim Redaksi
Vonis Berat Akibat Rusaknya Pengelolaan Emas di PT Antam
Foto karya Luthfiah VOI

Bagikan:

JAKARTA – Kasus korupsi di PT Antam terus menyeret para pejabatnya ke meja hijau. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan vonis lebih berat kepada mantan General Manager (GM) PT Antam Tbk, Abdul Hadi Aviciena. Hukuman penjaranya diperberat menjadi 16 tahun, lebih dari tiga kali lipat dibanding vonis sebelumnya, dalam skandal korupsi jual beli logam mulia emas Antam.

Hakim Ketua Artha Theresia menyatakan, keputusan ini didasarkan pada pertimbangan hukum yang kuat. Abdul Hadi dinyatakan bersalah merugikan negara hingga Rp92,25 miliar akibat kelalaiannya dalam memonitor opname stok emas di berbagai butik Antam, terutama di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 pada 2018. Kekurangan fisik emas sebanyak 152,8 kilogram menjadi bukti nyata dampak buruk tata kelola manajemen di tubuh Antam.

Selain hukuman penjara, denda yang harus dibayarkan Abdul Hadi juga diperberat menjadi Rp1 miliar, dengan ketentuan subsider enam bulan kurungan jika tidak dibayar.

Jaringan Korupsi yang Berakar dalam

Kasus korupsi PT Antam bukan hanya melibatkan Abdul Hadi. Kejaksaan Agung menemukan praktik ilegal yang telah berlangsung sejak 2010, di mana pejabat Antam bekerja sama dengan pihak luar untuk memanipulasi pencucian emas dan lebur cap emas tanpa kontrak resmi. Sempat disebut kasus emas palsu. Kerja sama ini dilakukan dengan berbagai individu dan perusahaan swasta, termasuk Lindawati, Suryadi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James, Djuju, Ho, dan Gluria.

Tersangka korupsi emas Antam/DOK Puspenkum Kejagung
Tersangka korupsi emas Antam/DOK Puspenkum Kejagung

Skema korupsi ini dijalankan tanpa kajian bisnis yang matang, tanpa legal compliance, tanpa uji risiko, dan tanpa persetujuan dari Dewan Direksi. Tidak ada proses due diligence atau know your customer (KYC), sehingga asal-usul emas yang diproses di UBPP Logam Mulia Antam tidak dapat dipastikan. Akibatnya, negara dirugikan hingga Rp3,31 triliun, sementara para pelaku menikmati keuntungan miliaran rupiah.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat bahwa berbagai anak perusahaan dan entitas afiliasi PT Antam mengalami ketidakefisienan biaya operasi hingga Rp16,67 miliar pada periode 2019-2021. Tata kelola yang lemah ini menjadi celah yang dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri.

Sinyal Buruk bagi Tata Kelola Antam

Ilustrasi emas antam (Foto: Antara)
Ilustrasi emas antam (Foto: Antara)

Meski mencatat kinerja bisnis yang impresif dengan penjualan emas mencapai 34,97 ton pada 2022—setara dengan Rp45,93 triliun—PT Antam tetap dibayangi masalah tata kelola yang buruk. BPK menemukan kelemahan mendasar dalam perencanaan strategis, pengawasan, serta pemetaan risiko bisnis. Bahkan, proyek-proyek besar seperti Feronikel Halmahera Timur dinilai tidak dikelola dengan optimal, memperbesar risiko kerugian bagi perusahaan.

BPK menegaskan perlunya perombakan menyeluruh dalam tata kelola PT Antam untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan. Salah satu langkah utama yang direkomendasikan adalah agar direksi PT Antam lebih proaktif dalam berkoordinasi dengan MIND ID guna memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam strategi bisnis mereka. Langkah ini diharapkan mampu mengurangi celah bagi praktik korupsi yang telah berlangsung bertahun-tahun.

Selain itu, PT Antam perlu segera menyusun kajian mendalam untuk memperbaiki roadmap bisnisnya. Restrukturisasi atau divestasi anak usaha harus menjadi opsi yang dipertimbangkan demi efisiensi dan optimalisasi operasional. Tanpa langkah konkret, perusahaan hanya akan terus terjebak dalam siklus tata kelola yang lemah.

Khusus untuk proyek besar seperti smelter Feronikel Halmahera Timur, BPK menekankan pentingnya mitigasi risiko yang jelas. Proyek ini tidak boleh menjadi beban keuangan jangka panjang bagi perusahaan, sehingga perlu dirancang strategi pengelolaan yang lebih efisien dan akurat.

Sistem pengawasan internal pun harus diperbaiki. PT Antam perlu membangun mekanisme kontrol yang lebih ketat agar setiap proses bisnis berjalan sesuai aturan dan terhindar dari praktik penyimpangan. Tanpa sistem pengawasan yang efektif, celah bagi tindak korupsi tetap terbuka dan berpotensi menjadi ancaman bagi keberlangsungan bisnis perusahaan.

Senada, pengamat BUMN dari UI, Toto Pranoto, menilai bahwa skandal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) di PT Antam. “Bagaimana mungkin praktik korupsi seperti ini bisa berjalan bertahun-tahun tanpa terdeteksi? Ini menandakan ada masalah serius dalam sistem pengawasan internal,” ujarnya.

Menurut Toto, perlu ada evaluasi menyeluruh, mulai dari sistem pengawasan di level operasional hingga kepatuhan terhadap SOP dalam produksi dan penjualan. Ia juga menekankan pentingnya investigasi lebih dalam untuk mengungkap sejauh mana keterlibatan pihak internal dalam skandal ini. “Jika dibiarkan, kasus seperti ini hanya akan terus berulang. Harus ada tindakan tegas agar tata kelola Antam bisa diperbaiki secara struktural dan regulatif,” tegasnya.