Hati-hati saat WFH, Ancaman Kejahatan Digital Ransomware Makin Merajalela
Kejahatan Digital di dunia maya diyakini Atlas VPN terus meningkat seiring peningkatan trend work from home. (foto: ilsutrasi)

Bagikan:

JAKARTA - Tim peneliti Atlas VPN mengumpulkan statistik kejahatan digital di dunia maya yang paling signifikan pada 2021. Upaya ini  untuk memberikan pandangan yang tepat tentang lanskap ancaman di dunia maya saat ini dengan adanya trend work from home (bekerja dari rumah/WFH).

Berdasarkan statistik, terbukti bahwa volume dan kecanggihan serangan tumbuh secara substansial selama periode yang ditinjau.

Pergeseran ke pekerjaan jarak jauh atau bekerja dari rumah (work from home) yang sebagian besar diterapkan saat ini menjadi sumber ancaman tersebut. Kebiasaan baru ini memberikan kesempatan adanya serangan yang jauh lebih besar bagi peretas untuk mengeksploitasi korbannya. 

Selain itu, perangkat pribadi yang tidak dilindungi, jaringan rumah yang tidak terlindungi, dan visibilitas yang berkurang dari tim keamanan internal adalah beberapa masalah utama dalam keamanan digital.

Statistik penelitian didasarkan pada data dari sumber yang memiliki reputasi tinggi, seperti Biro Investigasi Federal, Komisi Perdagangan Federal, Kaspersky, Malwarebytes, dan banyak lainnya.  

Beberapa sorotan utama itu meliputi:

- Peretas Blockchain menjaring lebih dari 100 juta dolar AS (sekitar 1,454 triliun rupiah) pada Q1 2021.

- Ransomware menyumbang 81% dari semua intrusi yang didorong oleh keuangan pada tahun 2020. Biaya rata-rata dari pelanggaran ransomware adalah 4,44 juta dolar AS (sekitar 63,9 miliar rupiah).

- Serangan phishing mempengaruhi 83% perusahaan Inggris pada tahun lalu.

- Google menemukan rekor jumlah situs web phishing tertinggi tahun lalu, dengan lebih dari 2,11 juta, mewakili peningkatan 25% dibandingkan 2019.

- Lebih dari 5 miliar catatan telah bocor pada tahun 2021.

- Serangan RDP meroket 241% pada tahun 2020. Pada tahun 2019, jumlah serangan RDP adalah 969 juta, tetapi pada tahun 2020, aktor ancaman melakukan 3,3 miliar serangan yang luar biasa.

- Pengembangan malware macOS melonjak lebih dari 1.000% pada tahun 2020.

Serangan Ransomware adalah salah satu risiko dunia maya paling umum yang harus dihadapi dalam dunia bisnis. Peretas mengenkripsi file dan dokumen penting, lalu memberi korban pilihan untuk membayar uang tebusan atau memulihkan data dari cadangan.

Banyak perusahaan terpaksa membayar pencuri karena biaya gangguan dan kerusakan reputasi melebihi uang tebusan.

Tahun lalu, 63% serangan siber dimotivasi oleh keuntungan finansial. Serangan Ransomware menyumbang 81% kompromi email, dan sisanya 19% disumbang dari penambangan cryptocurrency.

Sejak dimulai pada tahun 1989, teknologi ransomware telah maju, dan tingkat ancaman juga meningkat. Pada tahun 2020, serangan ransomware akan menyebabkan lebih banyak kerugian finansial per pelanggaran daripada rata-rata serangan berbahaya lainnya.

Biaya rata-rata serangan kejahatan pada korban adalah 4,27 juta dolar AS (sekitar 62,1 miliar rupiah). Sementara itu, serangan ransomware menelan biaya 4% lebih banyak dari setiap pelanggaran, atau 4,44 juta dolar AS (sekitar 63,9 miliar rupiah).

Serangan Ransomware sudah sangat lazim di India, Austria, dan Amerika Serikat. Sebagai perbandingan, hampir 50% perusahaan di negara-negara tersebut menghadapi serangan serupa pada tahun sebelumnya, dibandingkan dengan 37% perusahaan lainnya secara global.

Ini terjadi karena tingkat keamanan atau data penting mereka yang tak maksimal. Perusahaan di sektor tertentu bahkan lebih rentan terhadap serangan peretas. 

Penjahat dunia maya kini tidak takut untuk menyerang korbannya. Bahkan perusahaan atau lembaga pemerintah yang paling kuat sekalipun, mereka tak jeri. Sektor yang paling banyak diserang adalah retail, pendidikan, bisnis & jasa profesional, dan pemerintah pusat & NDPB.

Anehnya, 151 (45%) dari 337 korban ransomware pada tahun lalu berbasis di Amerika Serikat. Dalam metode yang sama, ransomware menjebak 39 (12%) perusahaan Kanada, dan memaksa mereka untuk membayar uang tebusan. Jerman berada di urutan ketiga dalam daftar, dengan 26 (8%) perusahaan mengalami serangan ransomware.

Inggris berada di urutan keempat, dan Prancis di urutan kelima, dengan masing-masing 17 (5%) dan 16 (5%) perusahaan, telah terkena ransomware.