JAKARTA – Menteri Teknologi Informasi India, Ashwini Vaishnaw, pada Selasa 28 Januari, memuji startup AI asal China, DeepSeek, yang berhasil menggemparkan industri dengan asisten AI berbiaya rendahnya. Ia membandingkan pendekatan hemat biaya DeepSeek dengan strategi pemerintah India dalam membangun model AI lokal.
India sebelumnya mengumumkan investasi sebesar 1,25 miliar dolar AS (Rp20,3 triliun) dalam proyek IndiaAI Mission pada Maret lalu, yang mencakup pendanaan untuk startup AI serta pengembangan infrastruktur kecerdasan buatan dalam negeri.
"Ada yang mempertanyakan jumlah investasi yang telah dialokasikan pemerintah dalam IndiaAI Mission. Lihatlah apa yang dilakukan DeepSeek? Hanya dengan 5,5 juta dolar AS (Rp89,3 miliar), mereka berhasil menciptakan model AI yang sangat kuat. Itu karena mereka menggunakan otak," kata Vaishnaw pada Selasa dalam sebuah acara di negara bagian Odisha.
Keberhasilan DeepSeek telah mengubah cara pandang dunia terhadap investasi di bidang kecerdasan buatan. Startup ini mengklaim bahwa mereka hanya membutuhkan waktu dua bulan dan kurang dari 6 juta dolar AS untuk mengembangkan model AI menggunakan chip Nvidia H800, yang lebih sederhana dibandingkan chip canggih yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan AS.
Aplikasi DeepSeek bahkan telah melampaui jumlah unduhan ChatGPT di Apple App Store, membuktikan bahwa China tidak tertinggal jauh dalam perlombaan AI global.
BACA JUGA:
Sindiran Halus untuk Sam Altman
Pernyataan Vaishnaw tampaknya juga menyindir komentar CEO OpenAI, Sam Altman, yang tahun lalu meragukan bahwa tim India mampu membangun model AI sekelas OpenAI hanya dengan dana 10 juta dolar AS (Rp162,5 miliar).
"Kami akan mengatakan bahwa mustahil untuk menyaingi kami dalam pelatihan model AI dasar. Anda sebaiknya tidak mencobanya. Namun, tugas Anda adalah tetap mencobanya. Dan saya percaya pada kedua hal itu," kata Altman, dikutip VOI dari Reuters.
Kini, pernyataan tersebut kembali ramai diperbincangkan di media sosial, terutama setelah kesuksesan DeepSeek membuktikan sebaliknya.
Altman dijadwalkan kembali mengunjungi India pada 5 Februari, di tengah perseteruan hukum antara perusahaannya dan penerbit berita serta buku digital di India terkait pelanggaran hak cipta.