Bagikan:

JAKARTA - Hubungan antara China dan Uni Eropa memang tak baik-baik saja sejak hubungan dekat China dengan Rusia setelah invasi Ukraina. Sejak itu, Uni Eropa berusaha untuk mengurangi ketergantungannya pada ekonomi terbesar kedua di dunia itu, terutama untuk bahan dan produk yang dibutuhkan untuk transisi ramah lingkungan.

Pada tahun lalu, dilansir Reuters, 10 Juni, Komisi Eropa, yang mengawasi kebijakan perdagangan di Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara, telah meluncurkan penyelidikan untuk melihat apakah mobil listrik penuh (EV) yang diproduksi di China menerima subsidi yang tidak wajar dan perlu dikenakan tarif tambahan.

Investigasi anti-subsidi tersebut, yang secara resmi diluncurkan pada 4 Oktober, berlangsung hingga 13 bulan. Komisi dapat mengenakan bea anti-subsidi sementara sembilan bulan setelah dimulainya penyelidikan.

Alhasil, untuk  antisipasi Uni Eropa yang akan menerapkan tindakan tegas terhadap impor mobil listrik yang mendapat subsidi dari pemerintah China, seperti dilaporkan The Times, Sabtu, 9 Juni, Volvo Cars yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Geely asal China mulai memindahkan produksi mobil listrik buatan China ke Belgia. 

Volvo sebelumnya mempertimbangkan untuk menghentikan penjualan mobil listrik buatan China yang ditujukan ke Eropa jika tarif diberlakukan. Demikian disampaikan sumber internal perusahaan.

Dengan pemindahan ini terutama produksi model EX30 dan EX90 Volvo dari China ke Belgia diharapkan Volvo akan terus bisa berjualan di Eropa.  Produksi beberapa model Volvo yang dipasarkan di Inggris Raya juga kemungkinan akan dipindahkan ke Belgia, demikian ungkap Times.

Sebelumnya, diberitakan VOI, Eropa masih menjadi pasar terbesar Volvo dengan memperoleh penjualan 33.252 unit pada Mei lalu (naik 27 persen). Penjualan segmen kendaraan elektrifikasi juga meningkat secara pesat di Eropa hingga 34 persen atau peroleh penjualan 22.028 unit.