JAKARTA - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia ikut menanggapi dugaan plagiarisme Radja di lagu “Apa Sih”, yang disebut berakibat pada menghilangnya lagu tersebut di platform Spotify.
Agung Damarsasongko selaku Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI menyatakan bahwa pihaknya mempersilahkan setiap platform digital yang mengkomersilkan karya cipta untuk memiliki kebijakan masing-masing untuk melindungi hak setiap kreatornya.
Dia mengingatkan bahwa penghormatan terhadap hak cipta adalah fondasi penting dalam industri kreatif.
"Kreativitas harus dihormati dan dilindungi. Kami menghimbau para pelaku industri untuk selalu menciptakan karya yang orisinal dan menghormati hak cipta pihak lain," kata Agung melalui siaran pers pada Jumat, 3 Desember.
Sebagai langkah pencegahan, DJKI mendorong semua pencipta untuk mencatatkan karya cipta mereka melalui sistem elektronik e-HakCipta yang mudah diakses. Mereka juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap pelindungan hak cipta dan mendukung perkembangan industri kreatif yang sehat.
"Kesadaran akan pentingnya hak cipta harus menjadi budaya bersama, sehingga Indonesia dapat menjadi ekosistem kreatif yang mendukung visi Indonesia Emas 2045," ujar Agung.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Agung menegaskan bahwa setiap penggunaan komersial atas karya cipta tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta memiliki konsekuensi hukum yang serius.
"Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta atas karya ciptaannya. Pelanggaran terhadap hak ini tidak hanya bisa merugikan pencipta tetapi juga mengganggu ekosistem industri kreatif," ucapnya.
Sementara, terkait dugaan plagiarisme oleh Radja terhadap lagu “APT.” dari Rosé dan Bruno Mars, Agung menilai harus ada telaah lebih dahulu, letak persamaan dari kedua lagu yang diperbandingkan.
Pada hakekatnya, yang dikatakan sebagai pelanggaran hak cipta yaitu adanya penggunaan karya cipta milik pihak lain secara tanpa hak, baik seluruhnya, sebagian atau bagian substansial. Oleh karena itu, menurut Agung bahwa untuk menciptakan suatu karya dan berekspresi merupakan hak setiap orang, namun perlu kehati-hatian agar tidak merugikan pihak lain.
Di sisi lain, pencipta maupun pemegang hak cipta dapat melayangkan somasi jika menemukan dugaan pelanggaran hak cipta. Jika somasi tersebut tidak ditanggapi, maka pencipta maupun pemegang hak cipta dapat melakukan upaya hukum dengan membuat laporan pengaduan ke Penyidik Kepolisian Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DJKI.
Jika laporan tersebut terbukti merugikan pencipta atau pemegang hak, pihak yang melakukan pelanggaran bisa mendapat hukuman sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 28 tentang Hak Cipta.