Bagikan:

JAKARTA - Pada 24 Maret 1792, Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengkubuwana I meninggal dunia. Hamengkubuwana I adalah putra dari Sunan Amangkurat IV --yang merupakan Raja Kasunanan Kartasura-- bersama selirnya bernama Mas Ayu Tejawati.

Sri Sultan Hamengkubuwana lahir pada malam Rabu Pon atau 4 Agustus 1717 Masehi. Mangkubumi dinobatkan sebagai raja di Yogyakarta pada 11 Oktober 1755 dengan nama dan gelar Sri Sultan Hamengkubuwana I.

Mengutip jurnal Pengaruh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada Seni Karawitan Kraton Yogyakarta oleh Raharja, gelar ‘Sultan’ dimaksudkan untuk menunjukkan ciri sebagai penguasa kerajaan yang religiusitasnya berlandaskan agama Islam. Sementara ‘Hamengkubuwana’ ditujukan untuk  mengidentikasikan dirinya sebagai Dewa Wisnu ataupun Arjuna, salah satu pahlawan besar dalam wiracarita Mahabarata yang juga dianggap sebagai inkarnasi Dewa Wisnu.

Mangkubuwana mendapatkan gelar tersebut setelah adanya Perjanjian Giyanti. Perjanjian Giyanti merupakan perjanjian yang membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta di bawah kekuasaan Sunan Pakubuwono III dan Kasultanan Yogyakarta di bawah kekuasaan Sri Sultan Hamengkubuwana I.

Sultan Hamengkubuwana I lalu membangun Kota Yogyakarta sebagai Ibu Kota Kasultanan Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwana I membangun Kota Yogyakarta begitu unik dan khas.

Hamengkubuwana I dianggap sebagai seniman serbabisa dan berhasil menata Yogyakarta dengan membangun ragam struktur dan bangunan monumental. Setiap bangunan memiliki makna simbolis yang mengandung nilai-nilai kearifan.

Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said

Jauh sebelum Pangeran Mangkubumi jadi raja, suatu hari ia mendapat sayembara yang dibuat Pakubuwono II. Dalam sayembara tersebut, Pakubuwono II menjanjikan tanah tiga ribu hektare kepada siapapun yang mampu meredam pemberontakan Raden Mas Said.

Raden Mas Said adalah putra dari Arya Mangkunegara, adik Pakubuwono II. Pemberontakan Raden Mas Said bermula dari keresahannya pada sikap Pakubowono II yang menempatkannya sebagai bangsawan rendahan di Kerajaan Mataram.

Raden Mas Said merasa punya hak untuk kedudukan Pangeran Sentana. Raden Mas Said pun keluar dari istana.

Ia melakukan pemberontakan yang membuat Pakubuwono II gusar. Pemberontakan tersebutlah yang membuat Pakubuwono II mengadakan sayembara.

Sayembara itu disambut Pangeran Mangkubumi. Namun setelah berhasil meredam pemberontakan Raden Mas Said, Pakubuwono II justru hanya menyerahkan hadiah tanah seluas seribu hektare.

Hal tersebut dikarenakan Pakubuwono II dihasut oleh VOC yang mengatakan bahwa hadiah tiga ribu hektare tanah terlalu banyak. Pelanggaran perjanjian itu membuat Pangeran Mangkubumi geram, lalu berbalik arah dan bergabung dengan Raden Mas Said untuk memberontak.

Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said meluaskan perlawanan di wilayah Mataram hingga Jawa Timur dan Jawa Tengah. Mereka berdua juga berhasil memenangi pertempuran di berbagai daerah dan membakar sejumlah rumah serta mengancam pihak keraton.

Mengutip Kompas, perlawanan Mangkubumi berakhir ketika VOC mengadakan perjanjian damai. Perjanjian tersebut dilaksanakan pada Februari 1755 dan dikenal dengan Perjanjian Giyanti.

Pangeran Mangkubumi memeroleh gelar Sultan dan memerintah wilayah Kasultanan Yogyakarta. Sementara Kasunanan Surakarta tetap dipimpin Pakubuwono.

Perlawanan Raden Mas Said mereda ketika diadakan perjanjian Salatiga. Perjanjian terebut berisi VOC dan Pakubuwono III memberikan Raden Mas Said Kadipaten Pura Mangkunegara dan memberinya gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara.

Pengalaman Mangkubumi atau Hamengkubuwana I meraih kursi raja membuatnya memiliki pribadi yang berbudi pekerti, tegas, berpendirian, dan  berwibawa.  Mangkubumi menyatakan perlu membangun karakter pemerintahan kerajaan yang mandiri, tegas, bermartabat, berwibawa, dan berbudaya luhur.

Di saat Pakubuwono III bersikap ramah dengan Belanda, Mangkubumi memilih untuk bersikap lebih tegas bahkan menentang Belanda. Oleh sebab itu, hingga kini sosok Hamengkubuwana I dikenal sebagai seseorang yang memiliki patriotisme, bijaksana, dan pemberani.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH NUSANTARA atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

BERNAS Lainnya

BACA JUGA: