15 Tahun Tsunami Aceh dan Keberadaan Bangunan Tahan Gempa
Museum Tsunami Aceh (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Tepat hari ini, 26 Desember, 15 tahun lalu, musibah gempa bumi dan tsunami melanda Serambi Mekah, Aceh. Tsunami itu terjadi setelah gempa bumi berkekuatan 8,7 Skala Richter (SR) terjadi di kawasan Samudra Hindia. Gelombangnya menyapu ujung pulau Sumatera, dan Aceh jadi bagian yang terparah.

Tsunami itu jadi bencana nasional dan menelan korban jiwa kurang lebih 170.000 orang. Sementara ratusan ribu rumah, bangunan, dan fasilitas umum di sana luluh lantak. 

Gempa terjadi sekitar 10 menit. Kekuatanya menghasilkan rambatan gelombang tsunami mencapai 800 kilometer per jam di samudera dalam dan bebas. Gempa itu bukan cuma berdampak di Aceh melainkan di 13 negara lainnya seperti Kepulauan Andaman, Thailand, India, Sri Lanka, dan sebagian Afrika. 

Seperti dijelaskan Peneliti Geoteknologi LIPI Danny Hilman Natawidjaja dan Mudrickh Daryono dalam Kajian Gempa Pidie Jaya Provinsi Aceh Indonesia (2016), Aceh dan Sumatera, terdapat dua sumber utama gempa, yakni zona megathrust di bawah perairan barat Sumatera dan jalur Sesar Besar Sumatera. 

Zona megathrust merupakan batas antar lempeng pada zona subduksi, yaitu Lempeng Samudera Hindia yang menunjam di bawah Lempeng Sumatra. Sementara jalur Sesar Besar Sumatera merupakan jalur yang membelah pegunungan Bukit Barisan, mulai dari wilayah Aceh sampai Selat Sunda. 

Sesar atau patahan adalah bidang atau zona rekahan pada kerak bumi yang kedua sisinya terekat oleh tekanan dan gaya friksi pada permukaannya. Kedua blok di sisi sesar tersebut terus bergerak perlahan-lahan karena dorongan gaya tektonik. 

Tekanan pada bidang ini akan terus meningkat sampai akhirnya berakumulasi melampaui daya kunciannya sehingga bidang sesar tersebut pecah dan bergerak secara tiba-tiba melepaskan semua tekanan. Pergerakan tiba-tiba itulah yang menimbulkan gelombang kejut yang kemudian menjalar ke semua arah dan menggetarkan bumi di sekitarnya yang disebut dengan gempa. 

Bangunan Tahan Gempa Aceh

Karena kondisi demikian, Pemerintah membuat program mitigasi bencana, salah satunya adalah membuat bangunan tahan gempa, Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA). RISHA seperti dijelaskan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada situs resminya, merupakan teknologi rumah layak huni dan terjangkau yang menggunakan sistem knock-down yang tahan gempa. Setiap modul memiliki tiga jenis komponen yang memiliki sifat fleksibel dan efisien dalam konstruksi bahan bangunan. 

Setelah tsunami Aceh 2004, konsep RISHA ini sudah diterapkan sebanyak 10 ribu unit di Nanggroe Aceh Darusalam. Selain itu RISHA juga kini telah didirikan di lebih dari 60 wilayah di Indonesia.

Selain RISHA, di Aceh juga ada gedung tahan gempa yang khusus diperuntukkan ketika terjadi bencana tsunami. Namanya escape building atau bangunan penyelamat. 

Bangunan itu ada pasca 10 tahun terjadinya tsunami di Aceh. Menurut Kepala Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) seperti diwartakan tempo.co, gedung tersebut bisa tahan gempa mencapai 10 skala Richter. Selain itu desainnya juga mengikuti gelombang tsunami 15 tahun lalu. 

Di Kecamatan Meuraxa yang dulu luluh lantak akibat tsunami, ada empat escape building yang dibangun untuk tempat perlindungan bila tsunami datang lagi. Masing-masing berada di Desa Lambung, Deah Glumpang, dan Deah Teungoh. Sementara satu lagi berada di Gampong Pie yang difungsikan sebagai kantor TDMRC. Di kantor itulah sering digelar seminar-seminar kebencanaan dan riset tsunami lainnya yang melibatkan para pakar dari berbagai negara. 

Bangunan itu didanai oleh Badan Rekonstuksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias, dengan anggaran sekitar Rp15 miliar. Proyek itu juga turut dibantu pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). Selain uang, mereka juga yang membangun konsep awal bangunan tersebut.

Tiap-tiap escape building dibangun dengan luas 1.400 meter persegi. Bangunan itu kuat karena ditopang oleh 54 pilar yang masing-masing berdiameter 70 sentimeter. Tinggi gedungnya sekitar 18 meter dengan 4 lantai. Lantai akhirnya dibiarkan terbuka dan tersedia helipad untuk pendaratan helikopter. 

Untuk kapasitasnya, escape building sanggup mengevakuasi sebanyak 500 orang. Gedung itu juga dilengkapi dengan peralatan dan fasilitas untuk evakuasi. 

Selain escape building masih ada lagi bangunan yang tahan terhadap gempa dan tsunami yaitu mesuem tsunami yang terletak di Kota Banda Aceh. Selain itu beberapa gedung pemerintahan yang baru dibangun juga sudah tahan gempa.