YOGYAKARTA – Sebagian di antara kita mungkin pernah menjumpai pernikahan beda agama, entah itu kerabat, sahabat, atau kalangan selebritas. Salah satu yang sedang heboh adalah rencana pernikahan Rizky Febian dan Mahalini.
Rizky yang beragama Islam akan mempersunting Mahalini yang menganut agama Hindu. Namun Sule mengkonfirmasi bahwa Mahalini sudah mualaf sebelum rencana pernikahan diumumkan.
Lantas, bagaimana aturan pernikahan beda agama di Indonesia?
Aturan Pernikahan Beda Agama di Indonesia
Pada dasarnya, undang-undang perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara tegas mengenai pernikahan beda agama.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan, sebuah perkawinan dianggap sah apabila:
- Dilakukan menurut masing-masing agama dan kepercayaannya.
- Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa UU perkawinan menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing terkait aturan pernikahan beda agama.
Kendati demikian, Mahkamah Agung (MA) pernah mengeluarkan putusan bahwa pernikahan beda agama bisa didaftarkan ke Kantor Catatan Sipil.
Ketentuan ini tercantum dalam Putusan MA No. 1400K/PDT/1986. Dalam putusan itu disebutkan bahwa Kantor Catatan Sipil saat itu diperbolehkan untuk melangsungkan perkawinan beda agama. Kasus ini bermula dari perkawinan yang hendak dicatatkan oleh pemohon perempuan beragama Islam dengan pasangannya beragama Kristen Protestan.
BACA JUGA:
Dalam putusannya, Mahkamah Agung menyatakan bahwa dengan pengajuan pencatatan pernikahan di Kantor Catatan Sipil telah memilih untuk perkawinannya tidak dilangsungkan menurut agama Islam. Dengan demikian, pemohon sudah tidak lagi menghiraukan status agamanya (Islam), maka Kantor Catatan Sipil harus melangsungkan dan mencatatkan perkawinan tersebut sebagai dampak pernikahan beda agama yang dilangsungkan.
Meski begitu, saat ini pernikahan beda agama tidak lagi dapat dicatatkan. Sebab, jika diajukan ke pengadilan, hakim tidak dapat mengabulkan permohonan pencatatannya.
Ketentuan ini sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2/2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar Umat Berbeda Agama dan Kepercayaan.
Dalam SE tersebut, diterangkan bahwa para hakim wajib berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
- Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan.
- Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar umat yang berbeda agama dan kepercayaan.
Demikian informasi tentang aturan pernikahan beda agama di Indonesia. Dapatkan update berita pilihan lainnya hanya di VOI.ID.