JAKARTA - Psikolog Klinis Liza Marielly Djaprie menjelaskan asumsi merokok dapat meredakan stres tak sepenuhnya mitos.
"Apakah rokok meredakan stres itu mitos, sebenarnya tidak juga. Karena sejak kecil kita sudah memiliki program di mana saat tidak nyaman kita mencari kenyamanan melalui aktivitas oral," jelas Liza dikutip dari Antara, Sabtu 28 Mei.
Liza mencontohkan, saat seseorang masih bayi maka dia akan menangis ketika sedang merasa tidak aman. Misalnya saat popok basah, lapar, dan lain sebagainya.
Solusi yang saat itu didapatkan adalah dengan memberikan ASI agar si kecil kembali tenang.
Oleh sebab itu, secara tak langsung seseorang pun memiliki program di otaknya bahwa aktivitas oral dapat meredakan rasa tidak nyaman.
Hal tersebut dapat terbawa hingga sang anak telah tumbuh dewasa.
"Pada saat kita sudah dewasa dan kemudian kita lagi stres, penuh tekanan, itu biasanya kita selalu mencoba mencari kenyamanan. Kenyamanannya ke mana? Biasanya balik lagi kita ke fase oral," kata Liza.
"Jadi ingat pada saat dulu ketika baby, kita nangis, kita enggak nyaman, popok kita basah, atau pup, atau lapar, umumnya kita biasanya dinenenin. Atau kalau sudah sedikit besar dikasih makanan atau camilan. Biasanya orangtua membujuk 'Jangan nangis dong. Nanti mama beliin coklat ya' misalnya seperti itu," lanjut dia.
BACA JUGA:
Dikatakan Liza, aktivitas oral menjadi fokus mencari kenyamanan. Maka dari itu, ketika seseorang sudah dewasa, ketika merasa stres maka dia akan mencoba untuk mencari kenyamanan melalui aktivitas oral.
Hal ini yang membuat masyarakat berasumsi bahwa rokok dapat meredakan stres.
"Kecenderungannya itu memang kita mencari pelampiasan rasa stres kita dengan mencari kenyamanan melalui aktivitas oral. Entah itu merokok, oral seks, atau makan ada yang namanya emotional eating, permen atau segala macam. Itu bisa gitu," ujar Liza.
Namun, Liza menegaskan, bahwa hal tersebut bukanlah menjadi alasan untuk seseorang mencoba merokok.
Sebab, hal terbaik untuk mengatasi sebuah masalah atau rasa stres adalah memikirkan jalan keluar dari persoalan tersebut.
"Tapi apakah harus rokok? Ya enggak juga. Apakah harus oral? Tentu tidak. Sebenarnya kan ketika kita stres, ketika kita dapat masalah, cara terbaik tentu adalah problem solving. Mencari solusi dari masalah tersebut. Bukan melarikan diri pada hal-hal yang lain," pungkasnya.