JAKARTA - Makanan cepat saji yang tinggi lemak jenuh dan gula tambahan tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga bisa memengaruhi fungsi otak.
Konsumsi berlebihan jenis makanan ini dapat merusak kemampuan kognitif, termasuk kemampuan untuk mengingat arah, mengenali tempat, dan memperkirakan jarak dengan akurat.
Sebuah penelitian yang dimuat dalam International Journal of Obesity mengungkapkan bahwa pola makan tidak sehat bisa mengganggu kemampuan spasial otak. Studi ini dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Sydney dengan melibatkan 55 peserta muda yang diuji menggunakan labirin virtual untuk menilai kemampuan navigasi mereka.
Selama uji coba, peserta diminta menemukan lokasi peti harta karun tersembunyi dalam simulasi realitas virtual sebanyak enam kali, masing-masing selama empat menit. Jika mereka gagal menemukan peti tersebut, lokasinya akan ditampilkan selama 10 detik sebagai petunjuk. Pada percobaan terakhir, lokasi peti diubah, dan peserta diminta menebak tempat baru berdasarkan ingatan mereka.
Selain itu, para peneliti juga mengevaluasi pola makan peserta melalui kuesioner serta melakukan tes daya ingat berbasis angka.
BACA JUGA:
Hasilnya menunjukkan bahwa peserta yang sering mengonsumsi makanan tinggi gula olahan dan lemak jenuh memiliki kesulitan lebih besar dalam mengingat lokasi peti dibandingkan dengan mereka yang memiliki pola makan lebih sehat. Hal ini menunjukkan adanya kaitan erat antara kualitas makanan dan kesehatan otak.
Lebih lanjut, ditemukan pola makan tidak sehat ini bisa berdampak negatif pada hipokampus—bagian otak yang berperan penting dalam pembentukan memori dan navigasi spasial.
“Temuan ini menjadi bukti bahwa pola makan sangat memengaruhi kesehatan otak, bahkan pada usia dewasa muda, ketika fungsi kognitif seharusnya masih optimal,” jelas Dr. Dominic Tran, peneliti utama dari Fakultas Psikologi Universitas Sydney.
Meski begitu, Tran menambahkan bahwa dampak negatif ini masih bisa dibalikkan. Menurutnya, dengan memperbaiki pola makan, kemampuan otak dalam bernavigasi dan membentuk memori bisa pulih kembali.
“Kabar baiknya adalah kerusakan ini kemungkinan bisa dipulihkan. Perubahan dalam pola makan dapat memperbaiki fungsi hipokampus, yang berarti kemampuan kita dalam mengenali rute baru atau menjelajah lingkungan pun akan ikut membaik,” ujar Dr. Tran.