Partager:

JAKARTA – Pengamat politik dan hukum, Pieter C Zulkifli menyebut pidato Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan para koruptor dapat dimaafkan asalkan mengembalikan hasil korupsi kepada negara harus perlu disertai dengan tindakan nyata.

Sebab, korupsi di Indonesia bukan lagi soal individu, melainkan masalah sistemik yang menuntut reformasi mendasar. “Tanpa keberanian dan konsistensi dari seorang kepala negara, pemberantasan korupsi akan terus menjadi sekadar wacana,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Minggu 29 Desember 2024.

Menurut dia, pernyataan Prabowo yang ingin memaafkan koruptor dengan syarat mengembalikan uang korupsinya kepada negara, merupakan bagian dari strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian negara (asset recovery) sesuai dengan prinsip dalam UN Convention Against Corruption (UNCAC).

Pasalnya, penegakan hukum dalam kasus korupsi harus membawa manfaat bagi ekonomi bangsa, bukan sekadar balas dendam. Meski demikian, Pieter mengakui sejauh ini langkah konkret Prabowo dalam pemberantasan korupsi masih dipertanyakan. Apalagi, sejak pidato pelantikannya dua bulan lalu yang mengakui adanya kebocoran anggaran negara, tindak lanjut atas komitmen Prabowo tersebut belum terlihat nyata.

Mantan pimpinan Komisi III DPR ini menegaskan, sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa peran dan keberanian presiden sangat menentukan. Dia mencontohkan, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kasus besar seperti skandal Bank Century tetap berjalan meskipun menyeret nama besannya, Aulia Pohan.

Dia menekankan, korupsi di Indonesia sudah menjadi sistemik, melibatkan lingkaran kekuasaan, birokrasi, hingga hukum. Uang menjadi benang merah dalam perekrutan, promosi jabatan, hingga pengambilan kebijakan.

Hal ini juga yang menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus. Bahkan, hukum kerap tunduk pada kekuatan modal. Situasi ini menggambarkan betapa sulitnya memberantas korupsi tanpa reformasi menyeluruh.

“Pertanyaannya, apakah Prabowo akan membiarkan KPK melemah atau sebaliknya? Tanpa langkah nyata, lingkaran setan antara uang dan kekuasaan akan terus mempengaruhi wajah politik Indonesia. Itu alasan kenapa Indonesia butuh pemimpin yang berani, tegas, dan berpihak pada rakyat, bukan sekadar pidato kosong di podium internasional,” tandas Pieter.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)