Eksklusif, Dirut RSUP Persahabatan Agus Dwi Susanto: COVID-19 Masih Terkendali, Tapi Harus Waspada
Ada kejutan yang membuat ramai pemberitaan di akhir tahun 2023. Kasus penderita COVID-19 meningkat lagi, setelah sekian bulan landai. Namun kata Dirut RSUP Persahabatan Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), FISR, FAPSR., masyarakat tak perlu panik. Karena kasus ini masih terkendali dan pemerintah serta instansi terkait sudah melakukan antisipasi. Termasuk RSUP Persahabatan yang menjadi rujukan untuk penyakit ini.
***
Sejak pemerintah mencabut status pandemi COVID-19 pada 21 Juni 2023, kasus penyakit yang banyak menelan korban ini relatif landai. Hal itu diakui juga oleh Agus Dwi Susanto, bahkan di suatu masa sempat tak ada sama sekali pasien COVID-19 yang dirawat di RSUP Persahabatan. Padahal sebelumnya semua kamar rawat untuk COVID-19 pernah tak menyisakan satu pun dari 400 kamar yang tersedia.
Menurut Agus Dwi Susanto peningkatan kasus COVID-19 sudah terpantau sejak awal Oktober 2023, lalu meningkat sampai akhir November dan awal Desember 2023. Lonjakan kasus ini terjadi di dalam dan juga mancanegara. Sampai 31 Desember jumlah kasus di seluruh Indonesia yang dipantau Kementerian Kesehatan sebanyak; 318 yang terkonfirmasi, 128 yang sudah sembuh, 2 pasien yang meninggal dunia dan total kasus 2.606.
Kata Agus ada empat faktor yang menyebabkan meningkatnya kasus COVID-19 ini. “Peningkatan ini adalah fakta yang ada di lapangan. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab, pertama mulai menurunnya imunitas masyarakat meski sudah melakukan vaksinasi. Kedua, mobilisasi penduduk sekarang sudah tinggi seperti sebelum terjadi pandemi. Ini yang membuat virus itu mudah menular dari orang yang satu ke orang yang lain. Lalu yang ketiga saat ini protokol kesehatan (prokes) sudah longgar, terutama sejak status pandemi dicabut. Dan yang keempat, munculnya varian baru dalam infeksi COVID-19 ini,” tegasnya.
Meski kasusnya meningkat, masyarakat tak perlu panik. Tetapi harus tetap waspada. Ketika kita beraktivitas di area publik atau melakukan perjalanan dengan kendaraan umum gunakanlah masker. Selesai beraktivitas jangan lupa cuci tangan, apabila berkontak dengan tempat umum yang banyak orang. Sediakan juga hand sanitizer di tasnya masing-masing. Itu hal paling sederhana yang bisa dilakukan.
“Saat ini virus itu masih ada, tapi angka risiko untuk mortalitas (kematian) sangat kecil. Tapi untuk antisipasi kita harus tetap melakukan prokes. Jadi lakukan proteksi diri, khusus bagi yang punya komorbid harus lebih ketat lagi proteksinya,” kata Agus Dwi Susanto kepada Edy Suherli dan Rifai dari VOI yang menyambanginya di kantor RSUP Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur belum lama berselang. Inilah petikan wawancara selengkapnya.
Setelah sekian bulan landai, kasus COVID-19 meningkat lagi, apa yang terjadi sebenarnya?
Memang kalau kita lihat data-data dan berita yang ada di luar negeri maupun di Indonesia, beberapa waktu terakhir ini terjadi peningkatan kasus infeksi COVID-19. Peningkatan ini adalah fakta yang ada di lapangan. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab, pertama mulai menurunnya imunitas masyarakat meski sudah melakukan vaksinasi. Kedua, mobilisasi penduduk sekarang sudah tinggi seperti sebelum terjadi pandemi. Ini yang membuat virus itu mudah menular dari orang yang satu ke orang yang lain. Lalu yang ketiga saat ini protokol kesehatan sudah longgar, terutama sejak status pandemi dicabut. Dan yang keempat, munculnya varian baru dalam infeksi COVID-19 ini. Inilah yang menyebabkan terjadi lagi peningkatan kasus COVID-19.
Apa yang harus dilakukan kalau sudah begini?
Yang bisa di lakukan adalah melakukan vaksinasi booster yang ketiga untuk meningkatkan kembali imunitas tubuh menghadapi infeksi COVID-19. Lalu melakukan pola hidup bersih dan sehat (PHBS); istirahat yang cukup, makan dan minum yang cukup, menghindari asupan makanan yang tidak baik bagi tubuh, serta melakukan olahraga. Kalau ini dilakukan bisa membantu menjaga daya tahan tubuh seseorang.
Apa lagi yang bisa dilakukan?
Yang tidak kalah pentingnya adalah menjalankan prokes pada kondisi khusus seperti orang yang mengalami infeksi pernapasan akut, lalu yang mengalami influenza, harus menggunakan masker agar tidak menularkan virus ke orang lain. Juga untuk mereka yang risti atau risiko tinggi saat berada di ruang publik yang tertutup juga harus menggunakan masker. Juga untuk mereka yang usia lanjut, atau mereka yang ada komorbid; sakit jantung, stroke, paru-paru kronis, dan kanker. Jangan lupa juga rajin cuci tangan setelah melakukan aktivitas di area publik. Soalnya tangan itu media transfer virus dan infeksi yang paling banyak terjadi. Jadi selain lewat udara, tangan yang terkontaminasi, juga paling sering menjadi sarana perpindahan virus.
Untuk COVID-19 itu sebenarnya bisa dimusnahkah atau tidak?
Kita belajar dari pengalaman pandemi-pandemi sebelumnya, mulai dari pandemi flu Spanyol, pandemi flu burung dll. Itu semuanya tidak bisa dimusnahkan, namun yang terjadi adalah mutasi. Jadi virusnya tetap ada. Mutasi ini membuat virusnya menjadi lebih lemah, gejala yang ditimbulkan tak seberat sebelumnya.
Bagaimana peran antivirus?
Sesuai dengan guideline dari WHO dan Kementerian Kesehatan, maupun organisasi profesi, pemberian antivirus diindikasikan pada kondisi tertentu. Kalau masih ringan tak diperlukan antivirus. Kecuali jika terlihat ada risiko untuk terjadi perburukan pada pasien. Misalnya ada infeksi ringan namun pasien ada komorbit yang berat atau pasien manula. Lalu yang harus menggunakan antivirus untuk pasien dengan derajat sedang dan berat.
Sampai saat ini sudah berapa pasien yang terdeteksi COVID-19 di RSUP Persahabatan. Dari jumlah itu berapa orang yang masih dirawat?
Saat COVID-19 sedang tinggi tahun 2020/2021 hampir semua ruangan kami, ada 400-an digunakan. Di tahun 2023 ini saat pemerintah menyatakan sudah tidak lagi pandemi kita sempat kosong, tak ada pasien COVID-19. Di akhir November dan awal Desember 2023 saat terjadi lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia, kami kembali menerima pasien. Dari data yang ada 19 pasien yang sudah kami rawat. Rinciannya 1 pasien derajat ringan, 16 sedang dan 2 berat. Dari semua itu 13 sudah rawat jalan, dan 2 meninggal dunia. Sisanya 4 masih dalam perawatan di ruang isolasi COVID-19.
Sampai saat ini apakah sudah terdeteksi COVID-19 varian apa diidap pasien di sini?
Kami sudah mengirimkan sampel untuk diteliti di laboratorium Kementerian Kesehatan dan sampai saat ini kita belum menerima hasilnya. Di akhir tahun 2022 rata-rata pasien yang kami tangani terkena COVID-19 varian omicron.
Pemerintah melalui Menteri Pariwisata Sandiaga Uno menyerukan kepada masyarakat untuk tidak mengunjungi Singpura dulu saat kasus COVID-19 meningkat lagi, separah apa kondisinya di sana?
Kalau kita lihat dari berita dan juga data-data yang ada memang saat ini kasus di Singapura itu cukup luar biasa, angkanya ribuan yang terinfeksi. Tentu ini menjadi perhatian pemerintah. Sebagai upaya untuk mengurangi terjadinya infeksi pada penduduk kita adalah menghindari daerah tersebut. Kalau tidak ke sana risikonya menjadi lebih kecil. Jadi imbauan itu sudah tepat sekali.
Selain Singapura, negara mana lagi yang perlu diwaspadai?
Sebenarnya kasus COVID-19 varian baru EG.2 dan EG.5 yang merupakan subvarian dari omicron, hampir 93 negara melaporkan. Untuk Asia Tenggara yang cukup parah Singapura dan Malaysia.
Menurut analisis Anda mengapa dua negara ini kasusnya tinggi?
Seperti yang saya sampaikan tadi ada 4 faktor membuat COVID-19 di Indonesia terjadi peningkatan kasus. Di Singapura dan Malaysia juga seperti itu; imunitas menurun, mobilitas masyarakat tinggi, prokes yang menurun dan varian baru yang lebih cepat menular. Dua negara itu menjadi tempat transit, jadi orang yang singgah ada kontak dengan masyarakat setempat dan itu menyebar ke warga lokal.
Dari RSUP Persahabatan apa antisipasinya dengan adanya peningkatan kasus COVID-19?
Kami mengikuti arahan dari Kementerian Kesehatan. Sejak dari dulu kami memang sudah ditunjuk untuk perawatan COVID-19, dan sampai hari ini SK-nya belum dicabut. Kami sudah melakukan antisipasi sejak ada peningkatan kasus COVID-19. Persiapan yang kami lakukan adalah menyiapkan ruang khusus untuk penanganan kasus infeksi. Saat terjadi peningkatan kasus kami melakukan ekspansi dalam 4 tahap. Pertama kita buka 5 kamar, lalu 15 dan kemudian 50, lalu 100 dan terakhir untuk kapasitas maksimal (400-an kamar).
Selain itu apa lagi yang dilakukan?
Kami membuka kembali layanan vaksinasi COVID-19 yang ingin melakukan booster. Sebelumnya juga sudah dilakukan booster untuk para nakes. Kami juga mereview kembali SOP perawatan pasien COVID-19 di RSUP Persahabatan, dari ruang emergency, ruang rawat inap sampai ruang operasi. Yang terakhir adalah menyediakan obat antivirus seperti remdesivir, molnupiravir, dan paxlovid, karena kami mendapat rujukan dari banyak rumah sakit untuk COVID-19.
Di luar langkah medis itu kami juga melakukan edukasi kepada masyarakat soal COVID-19. Kami sudah melakukan webinar dan talkshow bagaimana menghadapi COVID-19 ini. Bagaimana memahami gejala dan melakukan penanganan.
VOIR éGALEMENT:
Untuk varian baru COVID-19 ini seperti apa gejalanya?
Varian EG.2 dan EG.5 ini lebih ringan dari yang sebelumnya, gejalanya seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala. Jadi gejalanya ringan sampai sedang.
Pemerintah memang belum melakukan pembatasan perjalanan pada masyarakat, apa saran Anda untuk mereka yang terpaksa harus beraktivitas di area publik?
Ketika kita beraktivitas di area publik atau melakukan perjalanan dengan kendaraan umum gunakanlah masker. Selesai beraktivitas juga lakukan cuci tangan apabila kita berkontak dengan tempat umum yang banyak orang. Sediakan hand sanitizer di tasnya masing-masing. Itu hal paling sederhana yang bisa dilakukan.
Saat ini virus itu ada, tapi angka risiko untuk mortalitas (kematian) sangat kecil. Tapi untuk antisipasi kita harus tetap melakukan prokes. Jadi lakukan proteksi diri, khusus bagi yang punya komorbid harus lebih ketat lagi proteksinya.
Jadi kondisi sekarang belum mengkhawatirkan?
Ya, tapi kewaspadaan penting dilakukan. Seperti disampaikan oleh Kementerian Kesehatan, masyarakat tidak perlu panik. Pemerintah sudah melakukan langkah-langkah dan upaya untuk persiapan menghadapi lonjakan kasus COVID-19, tapi masyarakat juga harus meningkatkan kewaspadaan.
Baru-baru ini seorang jaksa di Negara Bagian Texas, USA, menggugat Pfizer yang mengklaim efikasi vaksin mereka 95 persen, apa komentar Anda soal ini?
Seseorang melakukan mempertanyakan atau menggugat suatu produk obat itu sah saja, karena setiap orang memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya. Kita lihat saja nanti hasilnya seperti apa. Karena kalau kita dari dunia kedokteran, yang kita pahami tidak ada vaksin yang bisa memproteksi 100 persen. Vaksin itu hanya upaya bagaimana kita mencegah dengan meningkatkan imunitas terhadap suatu penyakit dengan pemberian vaksinasi. Karena proses gugatan masih terjadi, kita tunggu saja hasilnya seperti apa.
Indonesia sudah punya vaksin merah putih, apakah sudah digunakan di RSUP Persahabatan?
Dalam peningkatan kasus COVID-19 ini kita sudah menggunakan vaksin Merah-putih untuk vaksin 1, 2, 3 dan booster.
Apa harapan Anda pada pemerintah untuk penanganan COVID-19 yang kembali meningkat ini?
Kepada pemerintah dan pihak-pihak yang peran dalam penanggulangan COVID-19 ini harus konsisten untuk melakukan pemantauan secara terus-menerus agar diketahui seberapa besar penambahan dan daerah mana yang banyak terdampak. Sehingga bisa diambil langkah-langkah antisipasi dan intervensi untuk menurunkan kasus COVID-19. Selain itu harus siap memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam menghadapi peningkatan COVID-19 ini. Seperti menyediakan tempat untuk vaksinasi, menyiapkan fasilitas kesehatan kepada pasien. Belajar dari kasus kemarin, obat-obatan juga harus disiapkan. Sarana diagnostik juga harus siap seperti untuk swab. Yang terakhir harus ada koordinasi dalam menangani kasus ini dari semua pihak yang terkait.
Agus Dwi Susanto: Menyanyi, Makanan dan Komitmen
Di luar kesibukannya sebagai dokter dan juga sebagai Dirut RSUP Persahabatan, Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), FISR, FAPSR., memiliki hobi bernyanyi. Tapi cuma sekadar hobi untuk release stress dan melepas kepenatan. Siapa yang mau bernyanyi sembari bergoyang?
Apa jadinya kalau Dokter Agus menekuni hobi menyanyi-nya sejak kecil? Mungkin dia akan menjadi pesaing dokter yang juga memiliki profesi sebagai penyanyi profesional seperti Dokter Tompi yang kondang sebagai penyanyi jazz yang bersuara merdu.
“Saya kan cuma hobi saja di tengah kesibukan sebagai dokter dan juga Dirut rumah sakit. Lumayan setelah bernyanyi bisa melepas kepenatan bekerja. Ini juga cara saya untuk me-release stress saat beban pekerjaan menumpuk,” akunya.
Lagu apa saja yang sering dinyanyikan. “Ya lagu apa saja, pop kerocong sampai dangdut pun oke,” ungkap pria yang berani penyanyi di panggung undangan atau acara-acara di kantor. “Tapi yang paling sering karaoke-an di rumah bersama keluarga,” tambah Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia ini.
Bakat menyanyi ini diwariskan Agus dari ayahnya yang punya grup musik keroncong di Kudus, kota tempat ia dibesarkan. “Hampir setiap hari mendengarkan ayah bermain musik bersama anggota grup musik keroncong, dandut dan pop lawas, membuat saya tanpa sadar juga menyukai musik. Jadi saya bisa menyanyi dengan diiringi musik,” tambah pria yang juga hobi menulis.
Hidup Sehat
Selain melakoni hobi bernyanyi dan menulis karya tulis dalam bidang yang ditekuninya kini, Agus Dwi Susanto juga tak pernah lupa menjaga kesehatan dengan menjalankan pola hidup sehat.
“Olahraga itu penting sekali meski tidak bisa setiap hari saya minimal tiga kali dalam sepekan berolahraga. Saya biasanya jalan pagi keliling perumahan dan sekitarnya untuk meregangkan otot-otot. Tidak terlalu berat yang penting berkeringat,” ungkap Agus yang menyelesaikan S1 Kedokteran UI tahun 1998, dan melajutkan S2 Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi di kampus yang sama, lulus 2005.
Selain itu juga harus mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang. “Dalam piring makan kita harus mengandung karbohidrat, protein, sayuran dan buah-buahan. Tidak perlu banyak yang penting cukup dengan gizi yang seimbang,” kata Agus yang mendapat gelar Doktor dalam bidang Ilmu Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (2014).
Yang bagus juga untuk menjaga kesehatan adalah mengindari zat atau kandungan yang berbahaya bagi tubuh. “Kalau saya tidak merokok, tidak minum alkohol, karena itu bisa berbahaya bagi tubuh,” tegas Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Untuk makan, dia tak banyak pantangan. Hanya sejak kecil Agus memang sudah tak bisa memakan hewan berkaki empat. “Engga tahu mengapa saya tidak bisa makan hewan berkaki empat. Kalau dicoba mual, lalu muntah. Jadi pilihan lauk untuk saya itu ayam, ikan, tahu dan tempe. Untuk ikan saya hanya bisa memakan yang digoreng,” ungkapnya.
Waktu untuk Keluarga
Meski sibuk, Agus Dwi Susanto punya komitmen untuk membagi waktu buat istri dan kedua anaknya yang sudah beranjak besar. “Saya kan sudah sibuk dengan urusan kantor dari pagi sampai sore. Malam hari saya usahakan makan malam bersama istri dan anak-anak di rumah. Itu komitmen saya dari dulu,” katanya.
Saat akhir pekan, biasanya saya meluangkan waktu untuk keluarga. “Ya sekadar makan bersama di restoran atau jalan di mal menemani anak dan istri,” lanjutnya.
Urusan Pendidikan Agus dan istri membebaskan anak-anak untuk mencapai cita-citanya. “Anak sulung saya perempuan kuliah semester VI di Fakultas Kedokteran di Universitas Padjadjaran, Bandung. Kalau adiknya laki-laki masih SMP kelas 1, dia suka sekali dalam bidang teknologi dan digital. Saya dukung saja dia mau ke mana nanti,” katanya.
Untuk meraih cita-cita, tegas Agus Dwi Susanto butuh komitmen. “Yang terpenting adalah komitmen, komitmen untuk belajar yang sungguh-sungguh. Tanpa komitmen cita-cita yang kita harapkan itu akan sulit tercapai. Lalu fokus pada cita-cita. Selanjutnya harus ada usaha. Dan terakhir diiringi dengan doa pada Yang Maha Kuasa,” pungkasnya.
"Saat ini virus itu ada, tapi angka risiko untuk mortalitas (kematian) sangat kecil. Tapi untuk antisipasi kita harus tetap melakukan prokes. Jadi lakukan proteksi diri, khusus bagi yang punya komorbid harus lebih ketat lagi proteksinya,"