Exclusive, Secretary General Of DEN Djoko Siswanto Reveals The Importance Of Regulations So That EBT Can Develop

Energi baru dan terbarukan (EBT) adalah masa depan, karena energi fosil selain tak bersahabat dengan alam juga akan punah. Cuma kata Sekjen Dewan Energi Nasional (DEN) Dr. Ir. Djoko Siswanto, MBA., regulasi yang mendukung masih kurang. Sudah dua tahun diajukan, hingga kini RUU EBT masih belum dituntaskan juga oleh DPR RI. Ia minta semua pihak agar total dalam mendukung penggunaan EBT termasuk penyiapan regulasinya agar penggunaannya makin berkembang.  

***

Selain memiliki sumber daya alam fosil yang selama ini digunakan untuk memproduksi energi melalui minyak bumi dan batu bara, Indonesia juga memiliki potensi EBT mencapai 3.500 GW. Dari jumlah itu, 3.200 GW berasal dari sinar matahari. Kemudian, tenaga air sebesar 95 GW, dan tenaga angin sebesar 155 GW.

Fakta itu dipaparkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, dalam orasi Ilmiah di Universitas Negeri Semarang, pada tanggal 8 Juni. Namun, sayangnya pemanfaatannya masih sangat kecil, baru 0,3 persen dari potensi yang ada.

Menurut Djoko Siswanto, salah satu kendala kurangnya pemanfaatan EBT ini adalah karena regulasinya belum mendukung. "Yang utama adalah UU-nya belum ada, saat ini masih dibahas di DPR RI. EBT ini bagi kita relatif baru, sementara untuk energi fosil seperti BBM sudah ada sejak zaman Belanda, sedangkan EBT relatif baru. Dari sisi harga, EBT masih relatif mahal, perlu subsidi agar terjangkau oleh rakyat. Untuk memberikan subsidi itu harus ada regulasi, jadi kita menunggu RUU EBT dituntaskan," katanya.

Selain soal regulasi, kesadaran masyarakat untuk menggunakan EBT juga harus ditingkatkan melalui sosialisasi yang masif. "Lewat media ini, ayo kita semua harus menyadari pentingnya berhemat energi. Kalau sudah bisa mengganti kendaraan BBM dengan kendaraan listrik, itu bagus sekali," katanya kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos, Rifai, dan Irfan Medianto dari VOI yang menemuinya di kantor DEN, Jakarta, belum lama berselang. Inilah petikannya.

Salah satu yang membuat perkembangan EBT lampat kata Sekjen Dewan Energi Nasional (DEN) Dr. Ir. Djoko Siswanto, MBA., karena belum adanya UU yang mendukung. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Apa saja peran dan fungsi Dewan Energi Nasional dalam pengembangan sektor energi di Indonesia kini dan nanti?

Kalau kita lihat undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi,  tugas utama DEN sudah tertuang di sana. Antara lain adalah membuat kebijakan energi nasional itu yang kita buat dan telah diterbitkan peraturan pemerintah tentang kebijakan nasional nomor 79 tahun 2014. Dan turunannya kita membuat Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang tertuang di dalam Perpres Nomor 22 Tahun 2017.

Kemudian kita juga membuat Perpres krisdaren (krisis darurat energi) nomor 41 tahun 2016. Selanjutnya kita juga sedang membuat Perpres Tentang Pengawasan Energi Lintas Sektor. Dan satu lagi Perpres Cadangan Penyangga Energi, kita juga sedang dalam proses pembuatan.  Peraturan pelaksanaan  tentang krisdaren juga sudah terbit peraturan menterinya.

Saat ini kita juga sedang memfasilitasi pembuatan Perda tentang rencana umum energi daerah.  Alhamdulillah sudah ada 30 provinsi yang mempunyai Perda, 4 provinsi lagi dalam proses yaitu DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Papua, dan Papua Barat. Kita juga  sudah membuat Grand Energi Nasional sebagai revisi untuk kita menuju Net Zero Emission dan mengurangi impor energi sampai dengan 0 persen.

Dari provinsi yang belum ada Perda, DKI Jakarta termasuk, mengapa bisa begitu?

Kemungkinan besar karena suplai energi, DKI Jakarta ini hanya pengguna sementara untuk sumber energi seperti sumur minyak, gas, batu bara, dll., tidak ada. Yang ada cuma sumber energi surya dan angin juga ada namun tidak banyak. Namun kami sudah bertemu dengan DPRD DKI Jakarta dan akan bertemu dengan Pak Gubernur untuk menyusun perda soal energi.

Berapa besar ketergantungan Indonesia pada energi fosil, sampai kapan bisa lepas dari ketergantungan ini?

Presiden Jokowi sudah menginstruksikan kepada DEN untuk menyusun kembali strategi energi kita supaya ke depan neraca perdagangan migas tidak defisit. Langkah yang dilakukan adalah mengurangi impor untuk minyak mentah, bensin dan elpiji. Untuk subsidi energi harus tepat sasaran, benar-benar untuk orang miskin.

Mengapa kita impor minyak, padahal dulu Indonesia itu tergabung dalam negara-negara pengekspor minyak: OPEC?

Dulu saat menjadi anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) produksi kita 1,5 juta barel per tahun, sementara konsumsi dalam negeri hanya 600.000 ribu barel pertahun. Jadi ada kelebihan, makanya di ekspor ke manca negara. Sekarang keadaannya berbalik, produksi minyak kita turun. Kebutuhan kita sekarang di atas produksi minyak, makanya harus ada impor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Potensi minyak kita masih ada, namun belum semua dieksplorasi. Kalau mengharapkan dari sumur yang sama, sudah habis. Solusinya harus mencari sumur baru atau mengangkat sisa-sisa minyak dari sumur yang ada dengan teknologi terkini; seperti dengan steam, bakteri, getaran, peledakan, pemanasan, dll. Ini yang terus dilakukan oleh Pertamina sebagai perusahaan milik negara yang punya kewenangan untuk eksplorasi minyak dan gas.

Sekjen DEN, Dr. Ir. Djoko Siswanto, MBA., minta semua pihak sadar soal pentingnya EBT untuk masa depan bumi. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Menurut informasi yang kami terima, produksi tidak bisa ditingkatkan dengan membuka sumur baru karena ada “bisnis besar” dibalik itu?

Bisnis besar itu kalau migas produksinya meningkat, kalau setelah membuka sumur baru produksi tidak meningkat artinya salah kebijakan yang diambil. Boleh saja mereka (petinggi perusahaan migas negara) punya kepentingan tetapi harus menempatkan orang yang kompeten dan membuat produksi migas naik. Yang terjadi selama ini salah menempatkan orang. Itu yang saya amati. Minyak dan gas itu di bawah permukaan, harus mereka yang ahli dan kompeten, dan menggunakan teknologi terkini.

Soal tenaga ahli Indonesia punya perguruan tinggi seperti ITB, punya tenaga yang tidak kurang, bagaimana dengan hal ini?

Ya, tapi di lapangan apakah Anda sudah cek, apakah orang-orang yang ditempatkan di lapangan sudah alumni ITB jurusan Teknik Perminyakan engga?  Saya tidak usah sebut nama, Anda silahkan cek saja di lapangan. Secara teknologi ada, soal dana bisa mencari pihak ketiga, asal secara bisnis menguntungkan orang mau setor dana untuk eksplorasi. Namun kenyataannya di lapangan ya tak sesuai dengan harapan. Kalau semua sinkron dari pucuk pimpinan sampai ke tenaga di lapangan hasilnya bagus.

Di kota besar pasokan listrik aman, tapi di daerah, utamanya daerah terpencil ini menjadi kendala utama. Bagaimana mengatasi hal ini?

Indonesia ini negara kepulauan, ada 17.000 lebih pulau besar dan kecil, belum semua tersambung elektrifikasinya.  Untuk Pulau Jawa, menyaluran listriknya relatif gampang, tapi pulau-pulau yang banyaknya ribuan itu tak mudah. Jadi di grand strategi nasional kita tidak lagi fokus pada pembangunan pembangkit listrik, namun pada jaringan transmisi dan distribusi. Di road map kita tahun 2024 di pulau-pulau besar tersambung jaringan listriknya. Antarpulau akan tersambung setelah 2024. Di daerah terpencil kita membangun PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) off grid yang menggunakan baterai.

Dalam acara Energy dan Mining Outlook 2023 beberapa waktu lalu Anda menggolongkan kondisi ketahan energi di Indonesia diangka 6,1 bisa dijelaskan?

Indeks ketahanan energi itu skalanya 1-10.  Angka 6 sampai 8 itu tahan, 8 sampai 10 itu sangat tahan. Kita baru di angka 6,1. Indonesia sudah dalam kategori tahan tapi masih di fase awal, karena kita masih impor minyak mentah, bensin dan elpiji. Untuk solar khusus bio-solar kita sudah tak impor, semua produksi dalam negeri, dari CPO kita sendiri.

Apa yang sudah dan sedang dilakukan pemerintah dan juga DEN dalam mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan?

Banyak yang akan kita lakukan, salah satu yang prioritas adalah mendesak DPR untuk merampungkan RUU soal energi baru dan terbarukan. Ini sudah lama diinisiasi tapi belum selesai juga.

Banyak sekali RUU yang harus digarap DPR, kalau tidak dikawal ini bisa lama selesainya. Apa ada upaya untuk mendesak DPR agar memprioritaskan pembahasan?

Hari ini jam 11.00 WIB saya ada undangan dari DPR untuk rapat, saya akan terus ingatkan agar RUU soal EBT itu disegerakan. Draf final sudah dikirimkan oleh pemerintah. Kami akan desak terus agar RUU ini dituntaskan DPR.

Apa hambatan untuk penerapan EBT ini?

Yang utama ya UU-nya belum ada, masih dibahas di DPR RI. EBT ini bagi kita relatif baru, sementara untuk energi fosil seperti BBM sudah ada sejak zaman Belanda. PLTU juga sudah di bangun di banyak di banyak daerah di Indonesia. SPBU sudah ada di seluruh Indonesia, sedangkan SKPLU masih di tempat  tertentu saja. Dari sisi harga EBT masih relatif mahal, perlu subsidi agar terjangkau oleh rakyat. Untuk memberikan subsidi itu harus ada regulasi, ya kita menunggu RUU soal EBT dituntaskan.

Sumber EBT kita besar mengapa belum maksimal eksplorasinya?

Selama harga bbm dan sumber energi fosil lainnya masih murah, penggunaan EBT masih menjadi alternatif. Batu bara misalnya, itu murah. Selama kendaraan BBM lebih mahal harga dan operasionalnya dari kendaraan listrik, orang berat mau pindah. Ke depan EBT harus menjadi prioritas.

Tahun lalu PT Kayan Hydro Energy dan Sumitomo menandatangi MoU pembangunan PLTA Kayan Cascade di Kaltara, ini adalah PLTA terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 9.000 megawatt yang terbagi dalam 5 bendungan, apa tanggapan Anda?

Kita sangat mendukung sekali, karena target kita di tahun 2025 bauran EBT bisa mencapai  23 persen. Tahun 2023 ini capaian EBT baru 12,13 persen. Jadi apa pun upaya untuk membangun pembangkit EBT kita dorong.

Selain PLTA apa lagi pembangkit EBT yang akan dikembangkan?

Sinar matahari melimpah di negeri ini, kita amat optimis dengan solar panel. Karena setiap rumah bisa pasang dan investasinya relatif murah. Tinggal beli di market place langsung di pasang. Dan ada juga kreditnya di bank pemerintah, bisa menyicil tanpa uang muka. Misalnya pembayaran listrik kita perbulan 1,5 juta, kita mencicil 500,000 perbulan dari penghematan listrik setelah ada solar panel. Selama 15 tahun kita menyicil, setelah itu kita merasakan benar hematnya. Sementara yang tak pasang solar panel amat terbebani dengan listrik yang terus naik.

Saat ini apakah masyarakat kita sudah sadar pentingnya hemat energi?

Ada yang sudah sadar tapi banyak yang belum sadar.  Lewat media ini ayo kita semua harus menyadari pentingnya berhemat energi. Mulai dari hal kecil dengan mematikan lampu dan alat elektronik yang tak digunakan. Kalau sudah bisa ganti kendaraan BBM dengan dengan kendaraan listrik itu bagus sekali. Kita harus terus sosialisasi terus agar publik mau hemat energi.

Bagaimana DEN mensikapi energi nuklir untuk pembangkit listrik?

DEN sangat mendukung penggunaan nuklir untuk pembangkit listrik. Ada 19 requirement dari IAEA (International Atomic Energy Agency) kita sudah penuhi 16. Tinggal 3 lagi yang belum yaitu; NEPIO (Nuclear Energy Program Implementation Organization), kebijakan pemerintah dan pemangku kepentingan. Semoga NEPIO segera terbentuk, inisiatifnya sudah dua tahun yang lalu.  Untuk RUU EBT masih kita nantikan karena soal nuklir juga diakomodir di sana. Jadi sekarang semua energi termasuk nuklir diberikan kesempatan untuk berkembang. Ada tiga daerah yang sudah siap untuk dibangun pembangkit listrik tenaga nuklir; Kalimantan Barat, Bangka Belitung dan Sulawesi Tenggara. Kita mencari daerah yang jarang gempa dan masyarakat serta pemdanya mendukung.

Djoko Siswanto dan Lagu-lagu Karya Ebiet G Ade

Di luar kesibukan kantor Sekjen DEN, Dr. Ir. Djoko Siswanto, MBA., kerap mengisi waktu dengan menyanyikan lagu-lagu karya Ebiet G Ade. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Bagi Sekjen Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Dr. Ir. Djoko Siswanto, MBA, lagu-lagu yang diciptakan oleh musisi Ebiet G Ade, bisa menjadi teman beraktivitas dalam segala suasana. Saat sedih atau gembira, juga saat kangen pada seseorang ada lagu dari sang musisi yang dapat dinyanyikan untuk menemani.  

“Nyaris semua lagu yang diciptakan dan dipopulerkan Ebiet G Ade saya hafal. Dan uniknya lagi semua suasana mau sedih, gembira atau situasi apa pun bisa,” katanya percaya diri.

Apa yang membuat Anda menyukai lagu-lagunya Ebiet? “Karena tema lagu yang dibawakannya sangat beragam. Ada tentang kehidupan, alam, Tuhan dan juga tentang cinta. Jadi semua sisi kehidupan, sedih dan gembira, dunia dan akhirat ada di lagunya. Tergantung suasana hati saja,” terangnya.

Saat ditantang melantunkan satu bait lagu dari sang penyanyi pujaan, ia terdiam sejenak. “Lagu apa ya?” ia meminta bantuan untuk memilih.  

Lagu-lagu apa saja dari Ebiet G Ade yang sering dinyanyikan. “Kalau begitu tembang Elegi Esok Pagi ini yang paling sering saya nyanyikan,” timpalnya. Sejurus kemudian ia mendendangkan tembang Elegi Esok Pagi meski tanpa diiringi alat musik atau perangkat musik lainnya.

Ijinkanlah kukecup keningmu

Bukan hanya ada di dalam angan

Esok pagi kau buka jendela

Kan kau dapati seikat kembang merah

Lagu tentang kerinduan seseorang pada kekasihnya itu melantun dengan mulus meski tanpa iringan alat musik. “Pokoknya, mau situasi senang, sedih, semuanya ada lagunya dari koleksi Ebiet G Ade. Tinggal pilih lagu yang sesuai dengan suasana hati kita,” katanya.

“Saat sedang jatuh cinta ada lagunya. Saat ingat anak Ebiet juga punya lagi tentang anak. Soal pengemis dan kehidupan sosial, kerasnya ibukota Jakarta juga ada. Sampai ke persoalan religius, hubungan dan kekaguman pada Tuhan juga ada lagunya,” tambahnya.

Ternyata kesukaan pada Ebiet sudah terjadi sejak duduk di bangku SMP. “Saya sering mendengarkan paman saya yang memutar lagu-lagu dari Ebiet G Ade. Setelah saya dengarkan kok enak. Tema lagunya juga beragam. Sejak itu sampai sekarang saya suka dengan lagu-lagunya Ebiet,” ungkapnya.

Biasanya kalau di rumah, Djoko akan berkaraoke menyanyikan lagu-lagu karya musisi pujaannya. Kadang kala hanya dengan gitar sembari menyanyi. Aktivitas ini menurut dia cukup ampuh untuk meredahkan ketegangan setelah suntuk menuntaskan pekerjaan di di kantor.

Selain musisi lokal, mendiang Michael Jackson juga mencuri perhatian Djoko. “Saya suka dengan jogetnya Michael Jackson. Kalau sudah joget energik sekali. Saya suka sekali dengan lagu Billie Jean yang dilantunkan sembari berjoget,” katanya.

Olahraga  

Selain menyukai seni musik, Dr. Ir. Djoko Siswanto, MBA., tak lupa berolahraga untuk menjaga kesehatan. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Selain suka dengan seni musik, Djoko Siswanto juga tak meninggalkan olahraga. Dan dia bisa menyesuaikan diri, olahraga perorangan dan olahraga yang biasanya dilakukan secara kolektif. “Untuk olahraga saya biasanya lari dan jalan pagi di sekitar rumah. Itu lumayan untuk membakar lemak dan mengeluarkan keringat. Dan yang perlu dicatat murah meriah,” ujarnya.

Tapi, dia melanjutkan saat teman-teman dan koleganya mengajak bermain golf dia tak akan menolak. “Kalau teman-teman mengajak main golf saya berangkat,” kata Djoko yang punya alat sederhana untuk bermain golf di ruang kerjanya. Khusus untuk memukul bola-bola yang  dekat.

“Kalau lagi suntuk dengan kerjaan saya akan rehat sebentar. Salah satunya dengan memukul bola golf dan membidik ke lubang-lubang yang sudah tersedia. Lumayan untuk melatih keterampilan bermain golf meski cuma dengan miniatur saja,” terangnya.

Kadang-kadang Djoko juga berenang sembari menemani anak-anak dan istri. “Kalau anak-anak dan istri mengajak berenang ya hayu. Berenang juga salah satu olahraga yang baik karena nyaris semua organ tubuh bergerak,” katanya.

Hemat Energi

Hemat energi kata Dr. Ir. Djoko Siswanto, MBA., bisa dimulai dari hal-hal kecil seperti mematikan lampu dan alat listrik yang tak digunakan. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Sebagai seorang petinggi di Lembaga negara bernama Dewan Energi Nasional, Djoko amat concern pada segala upaya untuk pemanfaatan dan pelestarian energi. Hemat energi adalah persoalan yang menurutnya amat krusial dan harus ditanamkan sejak dini pada anak-anak.

“Sejak kecil budaya hemat energi itu sudah harus ditanamkan pada anak-anak anak. Saya senang kurikukum sekolah sekarang sudah dimasukkan pesan-pesan agar anak-anak hemat energi. Anak saya saja yang sudah besar  tidak terlalu pedulu dengan upaya untuk hemat energi, misalnya mematikan lampu atau AC saat tak digunakan. Beda sekali dengan anak saya yang paling kecil. Dia yang paling sering mengingatkan kita kalau lupa mematikan lampu atau AC,” katanya.

Sebagai seorang pejabat ia kadang mau protes dengan rancangan ruang kerjanya yang terlalu banyak lampu yang fungsinya kadang kurang penting. “Di ruangan ini lampunya banyak. Kadang saya matikan sebagian biar tak terlalu banyak yang dihidupkan. Toh dengan pencahayaan secukupnya masih bisa bekerja,” lanjutnya.

>

Penggunaan solar panel, lanjut Djoko juga termasuk upaya untuk  menghemat energi. “Kalau pakai solar panel, biasanya kita bayar listrik 1,5 juta per bulan, bisa berkurang sampai 500ribu. Kan lumayan menghemat. Jadi tidak semua listrik bersumber dari PLN, sebagian dari sinar matahari yang sumbernya melimpah di negeri kita. Di kantor saya ini sudah begitu, atap kantor, atap lokasi parkir sudah dipasang solar panel,”  tukas Djoko Siswanto.

"Selama harga bbm dan sumber energi fosil lainnya masih murah, penggunaan EBT masih menjadi alternatif. Batu bara misalnya, itu murah. Selama kendaraan BBM lebih mahal harga dan operasionalnya dari kendaraan listrik, orang berat mau pindah. Ke depan EBT harus menjadi prioritas,"

Djoko Siswanto