1.3 Million Fake Bolpoins Crossed By Brands Eradication
JAKARTA - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) mengatakan pemusnahan 1,3 juta bolpoin palsu dilakukan karena melanggar merek dan indikasi geografis (IG) terdaftar Standard AE7 Alfatip 0.5.
"1,3 juta bolpoin palsu itu melanggar Pasal 100 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis," kata Koordinator Pencegahan dan Penyelesaian Sengketa DJKI Kemenkumham Ahmad Rifadi melalui keterangan tertulis dikutip ANTARA, Kamis, 8 September.
Pemusnahan 1,3 bolpoin palsu tersebut dilakukan oleh PT. Standardpen Industries, setelah berkoordinasi dengan DJKI Kemenkumham, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan serta Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Pemusnahan bolpoin tersebut dilakukan setelah mendapatkan keputusan hukum dengan tujuan memastikan tidak ada barang palsu yang beredar di pasaran, sekaligus memberikan efek jera kepada pelanggar kekayaan intelektual.
Pemusnahan bolpoin tersebut juga sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari barang palsu yang berkualitas rendah. Selain itu, harga di pasaran menjadi lebih stabil
dan kondusif dengan minimnya barang palsu yang beredar.
"Sekaligus mengoptimalkan penerimaan negara dari pajak," kata dia.
Secara terpisah, Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI Kemenkumham Anom Wibowo mengingatkan para pengusaha untuk mendaftarkan merek barang atau jasa agar mendapatkan hak eksklusif.
Hak eksklusif ini meliputi hak untuk menggunakan sendiri merek tersebut serta memberikan izin atau melarang kepada pihak lain menggunakannya.
"Setelah mereknya terdaftar, pemilik merek diharapkan melakukan rekordasi di DJBC," kata Anom.
VOIR éGALEMENT:
Nantinya, ketika ada barang impor yang dicurigai melanggar merek tersebut, maka akan dilakukan penegahan oleh petugas bea cukai.
Terkait pemusnahan, ia mengatakan hal itu merupakan bentuk keseriusan penegakan hukum dalam memberantas penyelundupan dan perdagangan barang palsu di Indonesia.
Hal itu juga sesuai dengan arahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional untuk mengeluarkan Indonesia dari Priority Watch List (PWL).