JAKARTA - Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menyebut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum bisa menjelaskan ada tidaknya kerugian negara di kasus Pagar Laut di Tangerang.

Pernyataan itu disampaikan guna merespon permintaan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memasukan pasal tindak pidana korupsi pada berkas perkara kasus Pagar Laut di Tangerang.

"Dari teman-teman BPK, kita diskusikan kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara," ujar Djuhandhani kepada wartawan, Kamis, 10 April.

Merujuk pada aturan MK nomor.25/ PUU 14-2016, tanggal 25 Januari 2017, kata Djuhandhani, mesti ada kerugian yang nyata pada suatu tindak pidana korupsi. Sehingga, ada konsekuensi hukum pada perkara rasuah.

"Dalam frase dapat merugikan kerugian negara di pasal 2 dan 3 Undang-Undang No.31 tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga kerugian negara secara nyata haruslah berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK RI atau Badan Pengawas Keuangan Pembangunan BPKP," sebutnya.

Hasil diskusi antara penyidik dengan ahli untuk menindaklanjuti petunjuk P-19 kasus Pagar Laut Tangerang itupun telah disampaikan kepada jaksa peneliti.

Kemudian, Djuhandhanj juga menyingung soal ketentuan Pasal 14 Undang-Undang No.31 tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi secara eksplisit.

Aturan itu menyatakan bahwa perbuatan yang dapat dikategorikan tindak pidana korupsi adalah yang melanggar Undang-Undang tindak pidana korupsi

Selain itu, mengenai dugaan tindak pidana korupsi kasus Pagar Laut juga sedang diusut terpisah oleh Kortas Tipikor Mabes Polri. Sedangkan Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri hanya fokus pada dugaan pemalsuan akta tanah.

"Terdapatnya indikasi pemberitaan suap atau gratifikasi kepada para penyelenggaran negara saat ini yang dalam hal ini Kades Kohod, ini saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh Kortas Tipikor Mabes Polri," ungkapnya.

"Kemudian yang keempat, terhadap kejahatan atas kekayaan negara yang berupa pemagaran wilayah laut desa Kohod, saat ini sedang dilaksanakan proses penyelidikan oleh Direkturat Tindak Pidana Tertentu dan sudah turun sprint sidiknya. Ini, ini yang sekarang berlangsung," sambung Djuhandani.

 

Diberitakan sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan berkas perkara terkait dugaan pemalsuan sertifikat di wilayah pagar laut Tangerang telah dikembalikan kepada penyidik Polri.

Kemudian, pada proses pengembalian bekas perkara itu jaksa juga memberikan petunjuk agar penyidik memasukan pasal dugaan korupsi.

“Berdasarkan hasil analisis hukum, jaksa penuntut umum (JPU) memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tipikor,” katanya.

Harli mengatakan berdasarkan hasil analisis JPU pada Jampidum, terdapat indikasi kuat penerbitan sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan (SHGB), dan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) darat dilakukan secara melawan hukum.

“Dugaan tersebut meliputi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta adanya indikasi penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kohod,” ucapnya.

Selain itu, JPU juga menemukan potensi kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara sebagai akibat dari penguasaan wilayah laut secara ilegal.

“Hal ini termasuk penerbitan izin dan sertifikat tanpa izin reklamasi maupun izin PKKPR laut sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,” terangnya.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)