JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, kembali menjalani persidangan terkait dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan yang melibatkan Harun Masiku di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 27 Maret.

Jaksa penuntut umum (JPU) dijadwalkan memberikan tanggapan atas eksepsi atau nota keberatan yang sebelumnya diajukan oleh tim kuasa hukum Hasto.

Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Hukum sekaligus kuasa hukum Hasto, Ronny B. Talapessy, berharap 15 poin keberatan yang disampaikan dalam eksepsi dapat dijawab secara jelas oleh JPU.

“Kami berharap 15 catatan masalah dalam proses dan dakwaan yang kami sampaikan di eksepsi kemarin dapat dijelaskan dalam jawaban JPU nanti,” ujar Ronny dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 27 Maret.

Ronny menyoroti beberapa kejanggalan dalam proses hukum yang dijalani kliennya, termasuk dugaan kesalahan dalam dakwaan serta penggunaan aturan obstruction of justice.

Ia menilai perkara ini bermuatan politis dan bertujuan membungkam Hasto. “Kesalahan yang nyata dan dakwaan yang terkesan daur ulang tersebut memperkuat bukti kasus ini bersifat politis dan Mas Hasto adalah tahanan politik yang dibungkam dengan membajak pemberantasan korupsi,” tambahnya.

Sementara itu, Febri Diansyah, yang juga merupakan bagian dari tim kuasa hukum Hasto, mengajak masyarakat dan akademisi untuk turut memantau jalannya persidangan.

“Harapan penuh juga kami sampaikan ke Majelis Hakim Yang Mulia agar dapat secara adil dan berimbang mempertimbangkan eksepsi dan jawaban KPK sehingga proses hukum dapat berjalan sebagaimana mestinya,” kata Febri.

Senada dengan Febri, pengacara Hasto lainnya, Maqdir Ismail, menilai kasus ini ditangani dengan cara yang tidak benar.

“Ini yang harus kita perbaharui, itu yang harus kita hentikan. Kita tidak ingin proses hukum dilakukan dengan cara-cara yang tidak patuh,” ujar Maqdir kepada wartawan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Maret.

Sebelumnya, dalam eksepsi yang dibacakan pada Jumat, 21 Maret, Hasto meminta majelis hakim membebaskan dirinya dari dakwaan suap dan perintangan penyidikan.

Ia beralasan terdapat keraguan dalam pembuktian kasusnya, sehingga sesuai asas in dubio pro reo yang mengharuskan setiap keraguan ditafsirkan demi keuntungan terdakwa maka dakwaan terhadapnya seharusnya tidak dapat diterima.

"Demi menegakkan keadilan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, kami memohon kepada majelis hakim yang terhormat untuk menerima dan mengabulkan eksepsi ini serta menyatakan bahwa dakwaan yang diajukan tidak dapat diterima atau batal demi hukum," ujar Hasto dalam persidangan.

Ia juga meminta agar majelis hakim tidak melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut serta memulihkan hak, kedudukan, dan nama baiknya.

Sementara itu, dalam kasus yang sama, KPK belum melakukan penahanan terhadap dua tersangka lainnya, yakni pengacara PDIP Donny Tri Istiqomah dan mantan calon anggota DPR RI Harun Masiku, yang hingga kini masih buron.

Jaksa menilai Hasto berperan dalam membantu pelarian Harun saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020 serta terlibat dalam dugaan pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Suap itu diduga diberikan bersama-sama oleh Donny, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun melalui mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio guna meloloskan Harun sebagai anggota DPR RI melalui mekanisme PAW.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)