NTB - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyerahkan penanganan kasus dugaan korupsi surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif DPRD Lombok Utara ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Harun Al Rasyid  membenarkan bahwa pihaknya telah menerima penyerahan penanganan kasus tersebut dari pihak Kejati NTB.

"Iya, sudah kami terima dari Kejati NTB," kata Harun di Mataram, Selasa 25 Maret, disitat Antara. 

Pada awalnya, Kejati NTB menangani kasus dugaan korupsi DPRD Lombok Utara ini berdasarkan tindak lanjut laporan kelompok masyarakat yang bernama Kasta NTB.

Pada medio Januari 2025, mereka datang melapor terkait penerbitan SPPD fiktif tahun 2024 dan penyelewengan dana pokok pikiran (pokir) sejumlah anggota dewan untuk satu periode jabatan, mulai 2019 sampai 2024.

Harun menyampaikan status penanganan dari kasus dugaan korupsi yang bergulir pada DPRD Lombok Utara tersebut masih berjalan pada tahap penyelidikan.

Dari tindak lanjut penanganan, Kejari Mataram telah melakukan serangkaian permintaan keterangan kepada para pihak.

Terungkap dari hasil klarifikasi anggota DPRD Lombok Utara periode 2019-2024, mereka mengaku telah mengembalikan kerugian yang muncul dari dugaan SPPD fiktif.

Harun meyakinkan hal tersebut berdasarkan hasil audit rutin dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB.

Perihal penanganan serupa juga pernah masuk Kejari Mataram dan berakhir pada penghentian perkara di tahap penyelidikan karena alasan yang sama, yakni adanya pemulihan kerugian dari pihak dewan, Harun belum berani menanggapi hal tersebut.

Dia hanya memastikan bahwa penghentian perkara dugaan korupsi SPPD fiktif DPRD Lombok Utara tahun anggaran 2021 itu berbeda dengan kasus yang datang dari Kejati NTB.

"Yang sebelumnya kami hentikan itu tahun 2021, berbeda dengan yang dari kejati," ujarnya

Kejari Mataram sebelumnya terungkap menangani kasus SPPD fiktif DPRD Lombok Utara pada September 2022. Penanganan berawal dari adanya laporan masyarakat. Kejari Mataram menindaklanjuti kasus ini sampai pada tahap penyelidikan bidang pidana khusus.

Dalam laporan dugaan penyelewengan tersebut, Kejari Mataram sebelumnya menerima ada 44 anggota legislatif dan 7 pegawai sekretaris dewan yang namanya turut tercantum sebagai penerima SPPD fiktif tahun 2021.

Jumlah anggaran SPPD yang diduga fiktif itu terbilang cukup beragam, mulai dari Rp1,8 juta hingga Rp3,9 juta.

Persoalan ini turut terungkap dari temuan badan pemeriksa keuangan (BPK). Uang tersebut tidak digunakan untuk biaya penginapan. Sehingga, dalam temuan tercantum kerugian negara Rp186,57 juta.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)