JAKARTA – Ketua Pusat Studi Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini menilai bahwa realisasi Undang-Undang Perampasan Aset lebih menakutkan dibandingkan pembangunan penjara terpencil bagi para koruptor.
“Penjara di pulau terpencil belum tentu bisa bikin koruptor jera. Menurut saya, realisasi UU Perampasan Aset lebih menakutkan bagi para koruptor ketimbang penjara,” ungkapnya, Minggu 23 Maret 2025.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto melempar wacana membangun penjara khusus bagi para koruptor di pulau terpencil untuk mencegah para koruptor melarikan diri atau menikmati fasilitas istimewa.
“Saya akan sisihkan dana buat penjara sangat kokoh di suatu tempat yang terpencil mereka enggak bisa keluar. Kita akan cari pulau yang kalau mereka keluar biar ketemu sama hiu,” tutur Prabowo saat berpidato di hadapan para guru di Gedung Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta, Kamis 13 Maret lalu.
SEE ALSO:
Menurut Orin, penjara terpencil bagi koruptor hanya menjadi solusi sementara. Sebab, semakin besarnya jumlah kerugian negara dalam beragam kasus korupsi seharusnya menjadi momentum untuk mengebut pembahasan RUU Perampasan Aset.
Dia mencontohkan, pada kasus dugaan mark-up impor minyak mentah dan rekayasa muatan BBM di Pertamina periode 2018-2023, di mana Kejaksaan Agung memprediksi negara merugi hingga Rp193 triliun per tahun. Sebelumnya, Kejaksaan Agung juga menggarap kasus korupsi pada tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk yang diperkirakan kerugian negara mencapai sekitar Rp300 triliun.
“Belum lagi kita bicara soal korupsi BLBI, Asabri maupun Jiwasraya yang merugikan negara hingga puluhan bahkan ratusan triliun. Dari kasus-kasus kakap itu, sudah tentu perampasan aset dari pelaku di kasus tersebut lebih memberikan efek jera dibandingkan penjara terpencil,” ujarnya.
Sayangnya, lanjut Orin, meski diinisiasi pemerintah dan DPR RI sejak 2008, pembahasan RUU Perampasan Aset belum juga selesai. Ironisnya, saat ini RUU itu bahkan terlempar dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas untuk periode 2025-2029.
“Memang tidak ada keseriusan. Sejak awal tahun-tahun sebelumnya juga tidak kunjung dibahas. RUU itu terlalu menakutkan buat pelakon korup karena sifatnya yang memiskinkan. Jadi, kalau tahun ini tidak masuk dalam prolegnas, itu semakin menguatkan tidak ada keseriusan memberantas korupsi,” kata dia
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)