JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menerbitkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang diteken pada Rabu, 5 Maret 2025. Aturan ini termuat dalam Keputusan Menteri ESDM No. 85.K/TL.01/MEM.L/2025 tentang RUKN dan merupakan pemutakhiran dari RUKN 2019-2025.
RUKN anyar ini memuat kebijakan ketenagalistrikan nasional, kondisi penyediaan tenaga listrik nasional, proyeksi kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik nasional sampai dengan tahun 2060, dan rencana pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik nasional.
"Kebijakan penyediaan tenaga listrik terdiri atas kebijakan pengembangan pembangkitan, pengembangan sistem transmisi, smart grid, sistem distribusi, listrik pedesaan, listrik sosial, investasi dan pendanaan, bauran energi pembangkitan, serta manajemen kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik," bunyi aturan ini yang dikutip Kamis, 25 Maret.
Selanjutnya konservasi energi, kebijakan perizinan berusaha penyediaan tenaga listrik, penetapan wilayah usaha, jual beli listrik lintas negara, pengaturan operasi dan jaringan, pengaturan efisiensi, tarif tenaga listrik, subsidi tarif tenaga listrik, harga pembangkitan tenaga listrik, dan sewa jaringan.
Kemudian juga harga energi primer, perlindungan konsumen, pemenuhan kecukupan pasokan, penyelesaian perselisihan, dan penegakan ketentuan pidana bidang ketenagalistrikan.
Dalam Kepmen ini disebutkan sampai dengan tahun 2040, total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik nasional mecapai sekitar 101 GW terdiri atas pembangkit di wilayah usaha PT PLN (Persero) sekitar 75 persen, private power utility sekitar 4,7 persen dan IUPLTS sekitar 20,3 persen.
Sementara itu panjang jaringan transmisi tenaga listrik mencapai sekitar 72.814 kms dan kapasitas gardu induk sekitar 183.560 MVA.
Sementara itu arah pengembangan listrik pedesaan difokuskan untuk penyediaan akses listrik ke seluruh wilayah khususnya di daerah terluar, terdepan dan tertinggal (3T). Kemudian sasaran program listrik pedesaan adalah pencapaian rasio desa berlistrik 100 persen pada 2025 dan rasio elektrifikasi 100 persen pada 2029.
Berikut pokok-pokok rencana pembangunan sistem penyediaan tenaga listrik nasional:
1. Proyeksi demand tenaga listrik tahun 2025 sekitar 539 TWH atau setara 1.893 KWh per kapita dan akan terus meningkat menjadi 1.213 TWh atau setara dengan 5.038 KWh per kapita pada tahun 2060. Adapun komposisi demand tahun 2060 akan terdiri atas rumah tangga sekitar 28 persen, bisnis sebesar 13 persen, publil 5 persen, industri 43 persen dan kendaraan bermotor listrik sebesar 11 persen.
2. Pemanfaatan biomassa untuk cofiring (Cfbio) di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam rangka peningkatan bauran energi baru dan energi terbarukan dan penurunan emisi CO2.
3. Implementasi retrofit pembangkit fosil saat nilai buku nol:
PLTU menggunakan 100 persen amonia (NH3) hijau atau Cfbio+CCS, yang diperlukan untuk base load.
PLTG/PLTGU/PLTMG/PLTMGU menggunakan 100 persen hidrogen (H2) hijau atau Gas+CCS, yang diperlukan untuk follower dan menjaga keandalan di pusat beban seperti kota besar.
4. Penambahan PLTU dibatasi sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
5. Penambahan pembangkit tenaga listrik berdasarkan target bauran energi dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN).
6. Daya mampu neto pada 2060 sekitar 443 gigawatt (GW), terdiri atas sekitar 41,5 persen pembangkit VRE yang dilengkapi storage sekitar 34 GW dan sekitar 58,5 persen pembangkit dispatchable (non-VRE)
7. Proyeksi produksi tenaga listrik pada 2060 sekitar 1.947 TWh dan akan didominasi oleh energi baru dan energi terbarukan.
8. Target bauran energi pada 2060 terdiri atas:
Energi baru dan energi terbarukan sekitar 73,6 persen, terdiri atas:
Energi baru sekitar 24,1 persen.
Energi terbarukan sekitar 49,5 persen, meliputi VRE sekitar 20,7 persen dan non- VRE sekitar 28,8 persen.
Energi fosil + CCS sekitar 26,4 persen
9. Porsi energi baru dan energi terbarukan ditargetkan lebih tinggi sekitar 51,6 persen daripada energi fosil paling lambat mulai 2044.
10. Akselerasi:
dedieselisasi;
gasifikasi PLTG/PLTGU/PLTMG/PLTMGU;
pembangunan PLTB dan PLTS termasuk terapung dan atap; dan
pembangunan PLTP dan PLTA skala besar, termasuk PLTA waduk/bendungan/saluran irigasi yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
11. Pengembangan pembangkit VRE dan pengembangan PLTG/PLTGU/PLTMG/PLTMGU dilakukan sebelum commercial operation date (COD) PLTA dan PLTP skala besar yang diperkirakan mulai 2032;
12. Pengembangan PLTA terutama di Papua, PLTS di Nusa Tenggara dan PLTN di Kalimantan untuk produksi hidrogen hijau.
13. Emisi karbon dioksida (CO2) ditarget mencapai 0 (nol) pada 2059.
14. Urutan prioritas supergrid:
Interkoneksi internal pulau:
Sumatra (Sumbagut—Sumbagsel);
Sulawesi (Sulbagut—Sulbagsel);
Kalimantan (looping Kalimantan); dan
Papua (Jayapura—Sorong).
Interkoneksi antarpulau:
2028: Sumatera—Batam;
2029: Jawa—Bali (Jawa—Bali Connection);
2031: Sumatera—Jawa;
2035: Bali—Lombok—Sumbawa;
2040: Jawa—Kalimantan;
2041: Sumbawa—Flores dan Kalimantan—Sulawesi; dan
2045: Sumba—Sumbawa—Sulawesi.
15. Kebutuhan investasi pembangkit dan transmisi tenaga listrik antarprovinsi pada 2025—2060 sekitar 1,09 triliun dolar AS atau rata-rata sekitar 30,3 miliar dolar AS per tahun.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)