Menkopolhukam Tedjo Menilai KPK Kekanak-kanakan dalam Memori Hari Ini, 24 Januari 2015

JAKARTA – Memori hari ini, 10 tahun yang lalu, 24 Januari 2015, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Tedjo Edhy Purdijatno menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kekanak-kanakan.
Penyataan itu karena KPK mengerakkan massa imbas pimpinannya ditangkap. Sebelumnya, KPK dianggap vokal urusan keinginan pemerintah menetapkan Budi Gunawan sebagai Kapolri. KPK cepat-cepat menjatuhkan status tersangka kepada Budi Gunawan. Polemik pun muncul.
Tiada yang meragukan KPK punya prestasi besar dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Eksistensinya mengungkap kasus korupsi besar ada di baliknya. Kondisi itu membuat banyak pejabat korup meratapi nasibnya di penjara.
KPK bekerja seperti tak pernah puas. Ia terus menggali dan mencari pejabat korup. Keseriusan KPK lalu mendapatkan apresiasi luas rakyat Indonesia yang sudah benci dengan praktek korupsi. KPK didukung rakyat dalam mengungkap lebih banyak kasus.
Kondisi itu membuat KPK berani menyenggol banyak pihak. KPK bahkan berani menyenggol Polri. Ambil contoh kala Budi Gunawan dicalonkan sebagai Kapolri pada 2015. KPK dengan cepat menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka.

Budi Gunawan dituduh memiliki rekening gemuk. Alias menerima suap kala ia menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier PSDM Polri periode 2004-2006. Belum lama penetapan Budi Gunawan dilakukan. Polri seperti membalas perlakuan KPK dengan menangkap Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto pada 23 Januari 2015.
Penangkapan itu dilakukan karena Bambang dianggap terlibat dalam perkara rekayasa keterangan palsu saat menjadi pengacara dalam perkara Pemilukada tahun 2010. Khalayak umum pun punya pendapat beda.
Mereka menganggap penangkapan Bambang adalah bentuk kriminalisasi petinggi KPK. Kecaman kepada Polri dan pemerintah muncul di mana-mana. Namun, Polri menyatakan bahwa penangkapan Bambang bukan tiba-tiba. Polri telah melakukan gelar perkara beberapa kali.
"Setelah melakukan gelar perkara beberapa kali, lalu bisa ditingkatkan ke penyidikan. Penyidik sudah dapat alat bukti surat atau dokumen, keterangan para saksi, dan keterangan ahli," ungkap Kepala Divisi Humas Polri, Ronny Sompie sebagaimana dikutip laman Kompas.com, 23 Januari 2015.
Deru protes masalah penangkapan Bambang tak kunjung mereda. KPK sendiri bersikap menggali simpati rakyat untuk menggelarkan aksi protes. Kondisi itu membuat kecaman datang bertubi-tubi kepada Polri dan pemerintah.
SEE ALSO:
Ragam kecaman itu sampai ke telingga Menkolpolhukam, Tedjo Edhy Purdijatno. Alih-alih bersikap netral, Tedjo ikut memperkeruh suasana dengan mengungkap KPK bersikap kekanak-kanakan jika menggerakkan massa pada 24 Januari 2015.
Tedjo pun menegaskan bahwa KPK tak perlu bersikap seperti kebakaran jenggot. Apalagi, sampai memancing amarah rakyat lewat berbagai macam media massa. Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menegaskan untuk masing-masing pihak (KPK-Polri) untuk tak memanaskan suasana. Namun, KPK mengabaikannya.
"Jangan membakar-bakar massa, mengajak rakyat, ayo rakyat, kita ini, enggak boleh begitu. Itu suatu pernyataan sikap yang kekanak-kanakan. Berdiri sendiri, kuat dia. Dia akan didukung, konstitusi mendukung. Bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu, konstitusi yang mendukung.”
"Namun, kelihatannya itu tidak ditaati sehingga tadi malam masih ada gerakan-gerakan yang ada di KPK itu, sedangkan kan enggak boleh menggelar gerakan massa itu. Ketua KPK dan Wakapolri mengatakan, kami akan taat perintah Kepala Negara, tetapi nyatanya tadi malam kok masih ada kejadian seperti itu?" ujar Tedjo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, sebagaimana dikutip laman kompas.com, 24 Januari 2015.