Langkah Lincah Muhaimin Iskandar

JAKARTA - Jagad politik tanah air mendadak geger setelah Partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendeklarasikan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan presiden (pilpres) 2024 di Hotel Majapahit, Surabaya, pada Sabtu (2/9) lalu. Deklarasi ini memunculkan kejutan bagi banyak pihak, terutama Partai Demokrat, yang selama ini tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) bersama NasDem dan PKS.

Tidak bersifat tanggung-tanggung, respons terhadap duet Anies – Cak Imin segera diungkapkan oleh Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY mengakui bahwa kejutannya tidak hanya dirasakan olehnya, tetapi juga oleh seluruh kader partai dan bahkan masyarakat umum.

"Saya yakin bahwa banyak yang merasa terkejut saat membaca berita ini, tidak ada yang menduga akan terjadi gejolak seperti ini. Respons yang timbul bukan hanya dari kader partai, melainkan juga dari masyarakat umum. Saya mengetahui bahwa kader partai di lapangan sangat emosional kemarin malam, mungkin di antara kita sulit menahan perasaan," ujar SBY dalam rapat Majelis Tinggi Partai Demokrat pada Jumat (1/9).

SBY menilai bahwa duet Anies – Cak Imin mencerminkan bentuk pengkhianatan atau perubahan arah politik Anies setelah satu tahun bekerja sama dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) bersama NasDem. Bahkan, dia menegaskan bahwa peristiwa ini melampaui batas moral dan etika dalam politik.

Tidak hanya Partai Demokrat yang terkejut dengan keputusan tersebut, tetapi keluarga Cak Imin juga mengalami kejutan. Abdussalam Shohib, paman Cak Imin, mengungkapkan keterkejutannya terhadap duet tersebut. Meski kiai-kiai di PKB mendukung Cak Imin sebagai calon presiden pada pilpres 2024, deklarasi kedua tokoh tersebut tetap menjadi kejutan bagi keluarga. Namun, Gus Salam, nama akrab Abdussalam Shohib, menegaskan bahwa keluarga akan mendukung sepenuhnya setiap keputusan yang diambil oleh Cak Imin.

"Kami menyambut baik dinamika politik yang terjadi, sebuah kejutan baru dari pasangan Pak Anies dan Gus Muhaimin. Tentu saja, kami sebagai keluarga akan selalu mendukung setiap langkah yang diambil oleh Pak Muhaimin sebagai pengabdian beliau kepada masyarakat melalui jalur politik. Kami akan memberikan dukungan sepenuh hati," ungkap pengasuh Ponpes Mambaul Ma'arif Denanyar, Jombang.

Gus Salam mengakui bahwa rencana duet Anies dan Cak Imin datang dengan sangat mendadak. Keluarga bahkan belum mendapatkan informasi penting ini sebelum deklarasinya pada Sabtu lalu.

Seni Bermanuver ala Cak Imin

"Kemarahan" Partai Demokrat dan kekagetan keluarga Cak Imin mungkin bisa dimaklumi. Namun, bagi siapapun yang terlibat dalam dunia politik, tidak boleh melupakan pepatah lama yang mengatakan bahwa politik adalah seni kemungkinan. Dengan kata lain, politik adalah seni bermanuver di tengah beragam kemungkinan yang ada.

Ini berarti bahwa setiap politisi bisa dianggap sebagai seorang aktor rasional yang di satu sisi mampu memahami situasi dan kondisi, tetapi di sisi lain, mereka juga memahami kepentingan pribadi atau partai mereka. Oleh karena itu, setiap tindakan dan keputusan yang diambil oleh seorang politisi biasanya telah melalui uji kelayakan politik, baik oleh politisi itu sendiri maupun oleh institusi politik yang mereka wakili.

Analisa tersebut tampaknya menjadi dasar pemahaman yang kuat bagi Cak Imin. Pria yang telah memimpin PKB sejak tahun 2005 ini dikenal sebagai salah satu politisi paling cekatan di politik Indonesia. Kepemimpinan Cak Imin yang berlangsung selama 18 tahun tidak dapat dilepaskan dari keahliannya dalam berpolitik. Bahkan selama masa kepemimpinannya, dia sering menghadapi konflik internal yang mempengaruhi partainya.

Cak Imin pertama kali terpilih sebagai Ketua Umum PKB dalam Muktamar II tahun 2005 di Semarang. Muktamar tersebut diadakan setelah Gus Dur memecat Alwi Shihab yang kemudian menerima jabatan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dalam Kabinet Indonesia Bersatu era SBY. Namun, awal kepemimpinannya diwarnai oleh dualisme dalam PKB. Beberapa tokoh PKB yang tidak puas dengan situasi tersebut menggelar Muktamar di Surabaya dan memilih Choirul Anam sebagai Ketua Umum. Meskipun begitu, pemerintah tetap mengakui PKB versi Cak Imin.

Salah satu konflik internal yang masih segar dalam ingatan publik adalah yang terjadi menjelang pemilu 2009. Sama seperti Alwi Shihab yang dipecat karena mendukung SBY, Gus Dur juga memecat Cak Imin karena dianggap mendekatkan diri kepada SBY. Jabatan Cak Imin digantikan oleh Ali Masykur Musa. Meskipun demikian, Cak Imin dan pendukungnya melawan pemecatan tersebut dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sementara proses hukum berlangsung, kedua kubu, yakni kubu Gus Dur dan kubu Cak Imin, sama-sama mengadakan Muktamar Luar Biasa (MLB). Kubu Gus Dur menyelenggarakan MLB di Parung, Bogor pada tanggal 30 April-1 Mei 2008, dan memilih Ali Masykur Musa sebagai Ketua Umum PKB. Sementara itu, kubu Cak Imin mengadakan MLB di Ancol sehari setelahnya dan memutuskan bahwa Muhaimin Iskandar tetap menjadi Ketum PKB.

Cak Imin juga melakukan perubahan dalam struktur kepemimpinan partai dengan mengganti Yenny Wahid sebagai Sekjen dengan Lukman Edy. Posisi Gus Dur sebagai Ketua Dewan Syuro PKB juga digantikan oleh KH Aziz Mansyur. Melalui putusan kasasi nomor 441/kasus kasasi/Pdt/2008, Mahkamah Agung menentukan bahwa struktur kepengurusan PKB harus mengikuti hasil Muktamar Semarang 2005. Dalam putusan tersebut, Gus Dur tetap menjadi Ketua Umum Dewan Syuro, dan Muhaimin Iskandar tetap sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz.

Konflik yang terjadi pada tahun 2008 ini dapat dianggap sebagai awal dari apa yang dapat disebut sebagai "kudeta" terhadap Gus Dur dalam PKB. Cak Imin mungkin saja mengambil pelajaran dari keberhasilan Jusuf Kalla dalam mengambil alih Partai Golkar dari Akbar Tandjung, yang berhasil menghidupkan kembali partai beringin dalam pemilu 2004 setelah mengalami pasang surut selama periode reformasi.

Pada tahun 2004, JK keluar dari konvensi calon presiden Partai Golkar dan memilih berpasangan dengan SBY dalam pemilihan presiden. Setelah berhasil memenangkan pemilu dan menjadi wakil presiden, JK kembali dan mengambil kendali atas jaringan kader Partai Golkar, menjadikannya sebagai infrastruktur politik untuk meraih posisi Ketua Umum.

Keberhasilan JK tampaknya memberikan pelajaran bagi Cak Imin bahwa memiliki portofolio politik dalam pemerintahan merupakan modal penting ketika harus bersaing dengan kekuatan besar di dalam partai. Ketika ia mengambil alih PKB dari Gus Dur dan keluarganya, Cak Imin telah memastikan bahwa ia memiliki posisi politik di dalam pemerintahan SBY, yakni sebagai seorang menteri.

PKB di Bawah Komando Cak Imin

Setelah periode tersebut, perjalanan politik Cak Imin menunjukkan kehandalan dan kecekatan dalam mengarahkan PKB. Ia berhasil bertahan selama sepuluh tahun dalam pemerintahan SBY dan tetap memegang kursi kepemimpinan PKB. Kemampuan berpolitik yang lincah dan cerdas telah diakui oleh banyak politisi lain.

Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, menyatakan kekagumannya terhadap kemampuan Cak Imin dalam menggerakkan, mengkoordinasikan, dan mengkonsolidasikan dukungan internal PKB. Hal ini tercermin dari kenyataan bahwa Cak Imin selalu dipilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PKB. Di sisi lain, dalam pemerintahan, PKB dan Cak Imin tidak hanya berhenti pada masa pemerintahan SBY. Mereka berhasil masuk ke dalam koalisi pendukung Joko Widodo.

Ketika mendekati pemilu dan pilpres 2014, anggota koalisi pendukung Jokowi tidak begitu banyak, dan PKB adalah salah satu di antaranya. Ini adalah momen di mana insting politik Cak Imin kembali terlihat dengan jitu, ketika ia mendukung pemerintahan Jokowi. Kini, menjelang pemilu dan pilpres 2024, Cak Imin sekali lagi menunjukkan kelihaiannya dalam bermain politik.

Cak Imin memulai manuver politiknya dengan mendatangi Prabowo Subianto pada tahun 2022, yang berujung pada pembentukan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) untuk mendukung Prabowo sebagai calon presiden. Meskipun secara tidak langsung, PKB seakan mengisyaratkan keinginan untuk melibatkan Cak Imin sebagai pendamping Prabowo dalam pilpres 2024, namun, kepastian mengenai hal ini belum terwujud hingga saat ini.

Ambisi Cak Imin Menjadi Wakil Presiden

Ketidakpastian Cak Imin dan PKB mencapai puncaknya saat Partai Golkar dan PAN tiba-tiba memutuskan untuk bergabung dengan koalisi Prabowo. Meskipun Cak Imin pada awalnya telah menandatangani piagam dukungan, situasinya berubah drastis ketika Prabowo Subianto mengumumkan nama koalisinya yang baru, yaitu Koalisi Indonesia Maju, yang diduga tidak melibatkan Cak Imin.

PKB segera mengevaluasi perubahan ini, mulai dari alasan pergantian nama hingga ketidakterlibatan Cak Imin. Sikap tidak konvensional PKB dalam menghadapi keputusan Prabowo dan Gerindra, yang selama ini bersahabat, bisa dianggap sebagai tanda awal bahwa Cak Imin dan PKB mungkin akan keluar dari koalisi.

Cak Imin sendiri secara tegas menyatakan bahwa dengan perubahan nama menjadi Koalisi Indonesia Maju, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang diinisiasi oleh PKB dan Gerindra secara otomatis bubar. Dia menyampaikan hal ini setelah diinformasikan oleh Prabowo mengenai perubahan tersebut.

Sebelum perubahan nama koalisi, Cak Imin tampaknya sudah merenungkan kemungkinan keluar dari koalisi Prabowo. Sebelumnya, dia telah bertemu dengan Ganjar Pranowo, calon presiden dari PDI Perjuangan, yang secara terbuka menyatakan bahwa peluang bekerjasama dengan Cak Imin masih terbuka. Namun, pertemuan ini akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa dalam dunia politik.

Kehebohan muncul ketika Anies Baswedan, sosok yang memiliki potensi kuat, mengunjungi orang tua Cak Imin. Ini menimbulkan banyak tanda tanya dan kebingungan. Pasalnya, PKB dan Cak Imin masih merupakan bagian dari koalisi pendukung Jokowi dan belum secara resmi meninggalkan koalisi tersebut seperti yang dilakukan oleh NasDem ketika mereka mendeklarasikan Anies sebagai calon presiden.

Dalam menghadapi situasi ini, partai-partai dalam koalisi pendukung Jokowi, seperti Partai Golkar, secara terang-terangan menolak bergabung dengan kubu Anies. Bahkan PAN juga lebih condong mendukung Erick Thohir, dan mereka tampaknya enggan untuk bergabung dengan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).

Lalu, mengapa PKB menerima tawaran dari NasDem untuk menduetkan Anies dan Cak Imin? Jika dilihat dari perspektif politik yang sederhana, peluang bagi Cak Imin untuk menjadi calon wakil presiden mungkin menjadi salah satu alasan utama. Bergabung dengan Anies dan NasDem demi posisi calon wakil presiden bisa menjadi pilihan yang lebih rasional bagi Cak Imin dan PKB daripada tetap berada dalam Koalisi Indonesia Maju.

Wakil Ketua Umum DPP PKB Bidang Kaderisasi, Hanif Dhakiri, mengungkapkan alasan mereka memilih untuk berkoalisi dengan Partai NasDem. Hanif mengisyaratkan bahwa PKB mungkin merasa bahwa posisinya tidak begitu dihargai dalam Koalisi Indonesia Maju. Selain itu, belum ada kepastian mengenai peluang Cak Imin untuk menjadi wakil presiden.

Dia menjelaskan bahwa PKB telah mempersiapkan diri untuk menghadapi pemilu 2024 selama waktu yang cukup lama. Dalam dinamika politik saat ini, PKB akhirnya memutuskan untuk berkoalisi dengan NasDem untuk mengusung pasangan Anies-Cak Imin. Proses politik di PKB telah berlangsung cukup lama dan telah melibatkan berbagai konsultasi dengan berbagai pihak, termasuk tokoh agama dan pemangku kepentingan lainnya.

Pernyataan bahwa PKB merasa tidak dianggap dalam Koalisi Indonesia Maju dibantah oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. Menurutnya, PKB sendiri yang membubarkan KKIR dengan menerima tawaran dari NasDem. Selain itu, menurutnya, tidak ada perubahan dalam Koalisi Indonesia Maju, terutama dalam penentuan calon wakil presiden, karena Partai Golkar dan PAN telah memberikan keputusan tersebut kepada Prabowo.

Dasco mengungkapkan bahwa pergantian nama menjadi KIM (Koalisi Indonesia Maju) terjadi secara spontan dan telah diberitahukan kepada ketua umum Partai Golkar, PAN, dan PBB. Cak Imin datang terlambat saat itu, tetapi tidak memiliki masalah dengan perubahan nama tersebut. Lebih lanjut, perubahan nama tersebut tidak dimaksudkan untuk membubarkan kerja sama politik antara Gerindra dan PKB atau menghilangkan PKB dari koalisi tersebut.

Sebaliknya, perubahan nama bertujuan untuk memperkuat solidaritas lima partai koalisi, dan Prabowo telah menyampaikan bahwa pemilihan calon wakil presiden akan dibahas melalui musyawarah mufakat, termasuk pembicaraan khusus dengan Cak Imin.

Respon Partai Koalisi Indonesia Maju

Meskipun demikian, Dasco menegaskan bahwa mereka tetap menghormati dan memberi selamat kepada PKB atas keputusannya untuk bergabung dengan koalisi NasDem. Gerindra juga mengajak PKB untuk bersama-sama menjaga iklim pemilu yang akan datang dengan damai dan berkeadilan, sehingga pemilu 2024 dapat berlangsung dengan aman dan lancar.

Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa dia tidak memiliki kabar bahwa Cak Imin akan meninggalkan koalisi Prabowo Subianto sebelum akhirnya bergabung dengan Anies Baswedan. Komunikasi terakhir dengan Cak Imin dilakukan sebelum perayaan ulang tahun PAN.

Meskipun keputusan Cak Imin untuk mendampingi Anies dalam pilpres 2024 tidak membuatnya terkejut, Airlangga mengakui bahwa perubahan sikap dan dukungan adalah hal yang biasa dalam politik. Cak Imin awalnya memimpin Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), yang kemudian mengubah namanya menjadi Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Ketua DPP PAN, Saleh Daulay, juga merespons positif keputusan Cak Imin dan PKB untuk bergabung dengan Anies. Dia menyatakan bahwa PAN menghormati keputusan tersebut karena melihatnya sebagai langkah positif dalam proses demokrasi di Indonesia.

Saleh Daulay menegaskan bahwa Koalisi Indonesia Maju (KIM) tetap solid dan tidak goyah meskipun PKB memutuskan untuk mendukung duet Anies-Cak Imin bersama NasDem. KIM akan terus berkomunikasi dan menyusun strategi untuk memenangkan pemilu yang akan datang.

Apapun respons terhadap keputusan Cak Imin dan PKB, yang patut ditekankan adalah bahwa ini sekali lagi menunjukkan kelincahan, kelihaian, dan kepiawaian politisi asal Jombang ini di panggung politik Indonesia. Dalam konteks "seni kemungkinan" terkait posisi calon wakil presiden, perpindahan dari Partai Gerindra dan Prabowo ke kubu Anies Baswedan tidak bisa menjamin bahwa Cak Imin akan menjadi calon wakil presiden bersama Ganjar Pranowo.

Tentu saja, PDIP dan Megawati memiliki banyak variabel dalam mencari pasangan untuk Ganjar, dan besar kemungkinan bahwa variabel-variabel tersebut tidak sepenuhnya mendukung Cak Imin. Namun, dengan bergabung di kubu Anies Baswedan, variabel tersebut akan berkurang secara signifikan dan kemungkinan besar akan lebih mendukung Cak Imin.

Tetapi dengan kelincahan, kelihaian, dan kepiawaian Muhaimin Iskandar dalam menerapkan "seni kemungkinan" dalam politik, masih menarik untuk melihat kemana arah Cak Imin meskipun ia telah bergabung dengan NasDem dan mencapai targetnya untuk menjadi pendamping Anies Baswedan dalam pilpres 2024.