JAKARTA - Harga minyak sedikit berubah pada penutupan akhir pekan lalu dalam perdagangan yang bergejolak oleh ekspektasi meningkatnya pasokan serta peningkatan kasus COVID-19 yang dapat menyebabkan pembatasan atau penguncian dan menekan permintaan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September naik 12 sen atau 0,2 persen, menjadi menetap di 73,59 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Agustus terangkat 16 sen atau 0,2 persen, menjadi ditutup di 71,81 dolar AS per barel.
Di awal sesi perdagangan yang bergejolak, kedua kontrak acuan merosot lebih dari satu dolar AS per barel.
Meskipun mencatat kenaikan kecil, Brent turun hampir 3,0 persen untuk minggu ini, menandai penurunan untuk minggu ketiga berturut-turut untuk pertama kalinya sejak April 2020. WTI jatuh hampir 4,0 persen minggu ini, menjadi persentase penurunan mingguan terbesar sejak Maret.
Penjualan ritel AS secara tak terduga meningkat pada Juni karena permintaan barang-barang tetap kuat, bahkan ketika pengeluaran beralih kembali ke sektor jasa-jasa, memperkuat ekspektasi bahwa pertumbuhan ekonomi meningkat pada kuartal kedua.
Dengan harga minyak sebagian besar naik selama beberapa bulan terakhir, jumlah rig minyak AS melanjutkan kenaikannya yang lambat, bertambah dua rig minggu ini menjadi 380 unit aktif, tertinggi sejak April 2020, menurut perusahaan jasa energi Baker Hughes.
Produksi minyak mentah AS telah meningkat 300.000 barel per hari (bph) selama dua minggu terakhir, naik menjadi 11,4 juta barel per hari dalam pekan yang berakhir 9 Juli, tertinggi sejak Mei 2020, menurut data federal.
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mencapai kompromi awal pekan ini, membuka jalan bagi produsen OPEC+ untuk menyelesaikan kesepakatan guna meningkatkan produksi.
BACA JUGA:
"Semakin lama waktu yang dibutuhkan OPEC+ untuk mengumumkan pertemuan luar biasa buat memberikan suara pada barel tambahan, semakin menyiratkan anggota OPEC+ lainnya mungkin juga menginginkan kenaikan kuota dasar mereka," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York, dikutip dari Antara, Senin 19 Juli.
OPEC+, yang mengelompokkan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dengan Rusia dan produsen lainnya, sebelumnya gagal mencapai kesepakatan setelah Uni Emirat Arab mencari dasar yang lebih tinggi untuk mengukur pengurangan produksinya.
OPEC mengatakan pada Kamis 15 Juli bahwa pihaknya memperkirakan permintaan minyak dunia akan meningkat tahun depan ke sekitar level yang terlihat sebelum pandemi, sekitar 100 juta barel per hari, didorong oleh pertumbuhan permintaan di Amerika Serikat, China dan India.
Tetapi peningkatan kasus virus corona terkait dengan varian Delta yang sangat menular dapat memicu penguncian baru yang kemungkinan akan mengurangi perkiraan permintaan minyak bullish baru-baru ini.
Di Amerika Serikat, wilayah Los Angeles akan memberlakukan kembali kewajiban menggunakan masker akhir pekan ini. Sementara itu, Inggris melaporkan jumlah kasus baru COVID-19 tertinggi dalam lebih dari enam bulan pada Jumat 16 Juli.