JAKARTA - Kementerian Perindustrian mengklaim bahwa industri manufaktur berhasil menyerap lebih dari 1 juta tenaga kerja sepanjang tahun 2024.
Angka ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilaporkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, yaitu sekitar 77.965 orang pada tahun yang sama.
Namun, berdasarkan data BPS 2024 menunjukkan bahwa jumlah pengangguran pada Agustus 2024 mencapai 7,47 juta orang, meningkat dari 7,20 juta orang pada Februari 2024. Selain itu, kasus PHK meningkat sebesar 20,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai validitas klaim pemerintah terkait penyerapan tenaga kerja dan memerlukan verifikasi lebih lanjut?
Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyampaikan kualitas ketenagakerjaan di Indonesia sering diukur melalui indikator seperti tingkat pengangguran terbuka, angka PHK, dan jumlah lapangan kerja baru yang tercipta namun, indikator-indikator ini belum sepenuhnya mencerminkan kondisi nyata di lapangan.
Achmad mencontohkan seperti tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2024 tercatat sebesar 4,91 persen, menurun dibandingkan Agustus 2023 yang sebesar 5,32 persen dimana penurunan ini dapat diartikan sebagai perbaikan, tetapi tidak serta-merta mencerminkan peningkatan kualitas pekerjaan atau kesejahteraan pekerja.
"Selain itu, angka PHK yang dilaporkan resmi mungkin tidak mencakup seluruh kasus yang terjadi, terutama di sektor informal. Banyak pekerja informal yang tidak tercatat dalam data resmi, padahal mereka rentan terhadap PHK dan tidak memiliki perlindungan sosial yang memadai," ujarnya dalam keterangannya, Senin, 10 Maret.
Achmad menyampaikan ketiadaan data yang akurat mengenai pekerja informal membuat evaluasi kualitas ketenagakerjaan menjadi tidak komprehensif.
Menurutnya penyerapan tenaga kerja merupakan indikator penting dalam menilai kinerja ekonomi suatu pemerintahan.
Oleh sebab itu, Achmad menyampaikan dalam progres 20 tahun terakhir, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di 2004 hingga 2014, lapangan kerja yang tercipta di sektor formal berhasil menyerap sekitar 15,62 juta pekerja. Namun, pada era Presiden Joko Widodo di 2014 hingga 2024, lapangan kerja baru yang tercipta hanya berkisar 10,56 juta pekerjaan, menunjukkan penurunan dibanding periode sebelumnya.
Achmad menyampaikan penurunan ini dapat disebabkan oleh kesalahan prioritas kebijakan kepada Infrastruktur masif yang tidak memprioritaskan pekerja lokal.
"Disamping sejumlah faktor lain, termasuk otomatisasi, dan transformasi digital yang mengurangi kebutuhan tenaga kerja di sektor tertentu," jelasnya.
Achmad menyampaikan untuk penyerapan tenaga kerja tahun 2025 akan bergantung pada berbagai faktor, termasuk pertumbuhan ekonomi, investasi, dan kebijakan pemerintah.
Untuk mengatasi ancaman PHK di masa depan, Achmad menyampaikan terdapat beberapa langkah strategis dapat diambil seperti, kebijakan ekonomi yang memprioritaskan diversifikasi ekonomi, dan mengurangi ketergantungan pada sektor tertentu dengan mendorong pertumbuhan di berbagai sektor ekonomi.
Kemudian, peningkatan keterampilan usia produktif yaitu dengan mengadakan pelatihan dan pendidikan vokasional untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja sesuai kebutuhan industri.
BACA JUGA:
Selanjutnya perlindungan pekerja informal yaitu dalam menyediakan akses ke jaminan sosial dan program perlindungan bagi pekerja di sektor informal.
Achmad menyampaikan berikutnya yaitu inovasi dan teknologi seperti mendorong adopsi teknologi dan inovasi untuk menciptakan peluang kerja baru dan meningkatkan produktivitas.
"Dengan pendekatan komprehensif dan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, tantangan ketenagakerjaan dapat diatasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan," ujarnya.
Achmad mengatakan klaim pemerintah mengenai penyerapan tenaga kerja yang tinggi perlu diverifikasi dengan data yang transparan dan akurat lantaran saat ini terkesan pemerintah datanya tidak sinkron antar K/L dan perbedaan ini menunjukan level realibitas data ketenagakerjaan.
"Peningkatan angka PHK dan jumlah pengangguran menunjukkan bahwa masih banyak tantangan yang harus diatasi dalam sektor ketenagakerjaan. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja yang berkualitas dan berkelanjutan," jelasnya.