Bagikan:

JAKARTA - Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Desember 2024 berhasil rebound dan kembali mencatatkan level ekspansif di angka 51,2, setelah sebelumnya sempat berada di level kontraktif di 49,6 pada November 2024.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan memasuki awal tahun 2025, kinerja perekonomian nasional terus menghadirkan optimisme. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan pesanan baru, baik domestik maupun ekspor, serta peningkatan aktivitas pembelian bahan baku oleh perusahaan.

Selain itu, Airlangga menyampaikan tingkat inflasi Indonesia bulan Desember 2024 tetap terkendali dalam rentang target sasaran nasional 2,5 persen plus minus 1 persen. Inflasi Desember 2024 tercatat sebesar 1,57 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi Desember 2023 di 2,61 persen.

"Inflasi yang terkendali dan PMI yang ekspansif menunjukkan dunia usaha tetap optimis dengan kondisi perekonomian nasional ke depan," ujarnya dalam keterangannya, Jumat, 3 Januari.

Menurut Airlangga hal ini juga tercermin dari outlook World Bank bulan Desember 2024 yang memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh 5,1 persen pada tahun 2024 dan 5,2 persen pada tahun 2025.

“Kondisi ini sekaligus mencerminkan prospek positif sektor manufaktur, dengan banyak perusahaan yang bersiap menghadapi peningkatan permintaan di tahun 2025,” tuturnya.

Lebih lanjut, Airlangga menyampaikan Pemerintah terus berupaya meningkatkan sektor manufaktur nasional melalui penggunaan bahan baku lokal, pemberian insentif, perlindungan industri dalam negeri, dan kerja sama ekonomi di tingkat internasional.

Airlangga menyampaikan Pemerintah mendorong penggunaan bahan baku lokal dibanding impor bagi yang telah tersedia di dalam negeri untuk mengurangi beban biaya produksi akibat melemahnya nilai tukar Rupiah.

"Hal ini dilakukan antara lain melalui akselerasi hilirisasi industri berbasis sumber daya alam," tuturnya.

Sementara itu, Airlangga menyampaikan pemberian insentif fiskal, kemudahan perizinan, peningkatan kualitas SDM, serta penguatan riset dan inovasi merupakan upaya lebih lanjut dari Pemerintah untuk mendorong industri nasional.

Selain itu, Pemerintah juga telah memberikan insentif PPN DTP untuk sektor otomotif dan menyediakan pembiayaan Industri Padat Karya diantaranya sektor pakaian jadi, tekstil, furnitur, kulit, barang dari kulit, alas kaki, mainan anak, serta makanan dan minuman untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas, dengan skema subsidi bunga.

Airlangga mengatakan, Pemerintah terus berupaya memberikan akses pasar yang lebih baik bagi produk ekspor nasional melalui berbagai kerja sama perdagangan.

Selain itu, menurutnya Pemerintah saat ini tengah berupaya untuk bergabung di kesepakatan CP-TPP dan mempercepat perundingan Indonesia-EU CEPA untuk meningkatkan penetrasi produk ekspor nasional di Amerika Latin dan Uni Eropa.

“Pemerintah juga mengakselerasi penerapan kebijakan perlindungan industri dalam negeri dari banjirnya produk impor melalui safeguards dan praktik impor yang tidak fair (dumping) melalui Anti Dumping,” ungkap Airlangga.

Namun demikian, Airlangga menyampaikan sejumlah tantangan masih tetap muncul pada harga komoditas global seperti emas, kopi, dan minyak sawit mentah (CPO) terus memberikan tekanan pada biaya produksi dalam negeri.

"Fluktuasi harga minyak mentah global dan penguatan nilai tukar dolar AS juga menyebabkan kenaikan harga impor bahan baku," ujarnya.