Bagikan:

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) buka suara terkait temuan polisi mengenai sertifikat Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp700 triliun dan deposito BI senilai Rp45 triliun dalam pengungkapan kasus uang palsu di UIN Makassar, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia BI Marlison Hakim menegaskan terkait temuan Polres Gowa yang diduga merupakan sertifikat palsu Surat Berharga Negara palsu dan Deposito BI, bahwa BI tidak pernah menerbitkan dokumen sertifikat deposito BI.

"Sedangkan kepemilikan SBN bersifat scripless (tanpa warkat) artinya tidak ada dokumen sertifikat kepemilikan yang dipegang oleh investor karena kepemilikan investor tersebut dicatatkan secara elektronik," jelasnya dalam keterangannya, Selasa, 31 Desember.

Marlison menyampaikan sehubungan dengan pengungkapan kasus uang palsu di Gowa, Sulawesi Selatan, berdasarkan penelitian BI atas sampel barang bukti, teridentifikasi bahwa barang bukti tersebut merupakan uang palsu dengan kualitas yang sangat rendah dan sangat mudah diidentifikasi dengan kasat mata melalui metode 3D (dilihat, diraba, diterawang).

Menurut Marlison, uang palsu tersebut dicetak dengan menggunakan teknik cetak inkjet printer dan sablon biasa, sehingga tidak terdapat pemalsuan menggunakan teknik cetak offset sebagaimana berita yang beredar.

"Hal tersebut sejalan dengan barang bukti mesin cetak temuan Polri yang merupakan mesin percetakan umum biasa, tidak tergolong ke dalam mesin pencetakan uang," jelasnya.

Marlison menyampaikan tidak ada unsur pengaman uang yang berhasil dipalsukan, a.l. benang pengaman, watermark, electrotype, dan gambar UV hanya dicetak biasa menggunakan sablon, serta kertas yang digunakan merupakan kertas biasa. uang palsu yang ditemukan berpendar di bawah lampu U berkualitas sangat rendah pendaran yang berbeda baik dari segi lokasi, warna, dan bentuk dengan uang Rupiah asli.

Karena itu, Marlison menyampaikan masyarakat tidak perlu khawatir untuk tetap dapat bertransaksi secara tunai, namun tetap perlu berhati-hati dan mengenali ciri-ciri uang asli dengan cara 3D, yang dapat diakses pada website BI pada https://www.bi.go.id/id/rupiah/gambar-uang/Default.aspx.

Dia menyampaikan, berkenaan dengan informasi di media sosial terkait cara menguji keaslian uang Rupiah, masyarakat tidak perlu melakukan tindakan lainnya yang dapat merusak uang, seperti membelah uang.

"Sebagaimana barang yang memiliki ketebalan, uang Rupiah kertas dalam kondisi apapun (baik masih layak edar ataupun sudah lusuh) juga dapat dibelah menggunakan teknik atau metode tertentu," tuturnya.

Marlison menyampaikan membelah uang rupiah juga merupakan salah satu tindakan yang dapat dikategorikan dalam merusak uang dan merupakan pelanggaran dengan sanksi pidana.

Sebagaimana dalam pasal 35 UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja merusak, memotong, menghancurkan dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp1 miliar.

"BI akan terus berupaya melakukan penguatan kualitas uang Rupiah agar desain uang Rupiah semakin mudah dikenali dan menyulitkan pemalsuan. Selain itu BI terus melakukan edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat secara nasional melalui kampanye Cinta, Bangga, Paham Rupiah," jelasnya.

Marlison mengajak masyarakat mengenali ciri keaslian uang Rupiah melalui metode 3D (dilihat, diraba, diterawang) dan senantiasa merawat uang Rupiah untuk menjaga diri dari kejahatan uang palsu.

"Masyarakat senantiasa menerapkan 5 Jangan: Jangan Dilipat, Jangan Dicoret, Jangan Distapler, Jangan Diremas, dan Jangan Dibasahi. Diseminasi informasi ciri keaslian uang Rupiah secara kontinu dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi publik, termasuk melalui konten media sosial, dan website BI," jelasnya.

Selain itu, Marlison menyampaikan masyarakat juga dapat menggunakan alat bantu berupa lampu ultraviolet (UV) untuk mengidentifikasi ciri keaslian uang Rupiah kertas yang memendar dalam beberapa warna.

Marlison menegaskan, BI juga senantiasa mengingatkan masyarakat mengenai hukuman terhadap tindak pidana Uang Rupiah.

Sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang Pasal 36, setiap orang yang memalsu Rupiah dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp10 miliar.

Selain itu, setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp50 miliar.

"BI secara berkala berkoordinasi dengan seluruh unsur Botasupal (BIN, Polri, Kejaksaan, DJBC), perbankan, dan instansi terkait lainnya dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan uang palsu," pungkasnya.