JAKARTA - Direktur TIS Petroleum Tumbur Parlindungan buka suara terkait skema bagi hasil terbaru yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dikatakan Tumbur, skema gross split terbaru memang memperbaiki skema yang ada sebelumnya karena mengurangi ketidakpastian fiscal regime yang ada. Namun ia menegaskan skema bagi hasil bukan menjadi satu-satunya penyebab investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia.
"Yang menjadi basic masalah dari investor tidak kembali ke Indonesia sebetulnya di perjanjian tersebut. Karena perjanjian antara investor dengan negara, banyak perjanjian tersebut negara tidak mematuhinya," ujarnya dalam ENergy Corner yang dikutip Rabu, 9 Oktober.
Ia menilai fiscal refime sejatinya hanyalah sebuah gimmick untuk menarik investasi di Indonesia dengan bagi hasil yang baik. Namun yang menjadi permasalahan utama adalah kepatuhan Indonesia untuk menati isi kontrak yang sudah ditandatangani.
Ia menjelaskan, selama 10 hingga 15 tahun terakhir banyak kontrak yang sejatinya tidak dihormati oleh pemerintah Indonesia sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan.
"Itu banyak jadi masalah utama sebetulnya. Dengan adanya perubahan (peraturan) menteri yang baru ini memang investor akan melihat ada perubahan dalam fiscal regime. Tapi yang paling mendasar adalah kontrak sanctity dari yang sudah tandatangan itu masih dilanggar juga atau tidak," beber dia.
Untuk informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan regulasi terbaru terkait kontrak bagi hasil minyak dan gas bumi (migas) untuk meningkatkan daya tarik investasi migas di Indonesia. Regulasi terbaru ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, Permen ini menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
BACA JUGA:
Selain itu, ditetapkan pula Kepmen ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM.M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Salah satu Poin penting pada aturan ini adalah kepastian bagi hasil yang diterima kontraktor, dapat mencapai 75-95 persen.
Pada kontrak gross split lama, bagi hasil kontraktor sangat variatif, bisa sangat rendah, hingga nol persen pada kondisi tertentu.
"Kepastian 75-95 persen bagi hasil punya kontraktor. Kalau yang dulu bisa rendah sekali, bahkan bisa sampai 0 persen itu kita koreksi. Selain itu, bagi hasil tidak kompetitif, buktinya dari 15 dari 26 KKKS mengajukan insentif atau diskresi," jelas Direktur Pembinaan Hulu Minyak dan Gas Bumi Ariana Soemanto, ini Selasa, 1 Oktober.