Bagikan:

JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan perekonomian global tahun ini hingga tahun 2025 mendatang cenderung sideways atau tidak mengalami perubahan yang berarti seperti tahun-tahun sebelumnya.

Mahendra menjelaskan hal tersebut karena adanya ketidakpastian yang masih tinggi. Dia bilang di tahun 2024 ini pertumbuhan global masih diiringi dengan divergensi atau perbedaan yang tinggi.

Lebih lanjut, Mahendra bilang kondiri tersebut dipicu oleh inflasi yang terjadi di Amerika Serikat (AS), stagflasi di negara Eropa, dan perlambatan ekonomi di China.

“Pertumbuhan ekonomi global di 2025 juga diperkirakan masih sideways, artinya tidak akan ada perubahan berarti dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya dalam rapat dengan Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 26 Juni.

Mahendra juga mengatakan pertumbuhan ekonomi di tahun 2025 bergantung dengan perkembangan perkonomian di China dan negara-negara moneter lainnya.

“Tergantung dari perkembangan di Tiongkok. Lalu kebijakan moneter global mulai akan menunjukan konvergensi dengan suku bunga yang diprakirakan akan turun, namun di lain pihak ruang pemerintah negara-negara barat terutama,” tuturnya.

“Dan negara industri menghadapi stimulus fiskal yang sangat terbatas, sehingga diramalkan pertumbuhan yang menurut IMF 3,2 persen dan World bank 2,7 persen,” sambungnya.

Sementara, sambung Mahendra, perekonomian Indonesia sebaliknya, justru akan membaik meskipun tahun ini angka ekspor masih tertekan dan penurunan harga komoditas terhadap permintaan global masih terjadi.

Dengan begitu, lanjut Mahendra, besaran nefisit neraca transaksi perdagangan akan lebih dipengaruhi kebijakan domestik mengingat kondisi global yang masih berat.

Meski begitu, Mahendra bilang pada tahun 2025 permintaan global akan melandai sehingga harga komoditas pangan dapat lebih stabil seiring dengan berakhirnya el nino.

”Kebijakan moneter dalam negeri fokus menjaga rupiah. Semetara kinerja sektor keuangan melanjutkan normalisasi, namun perlu dicermari perkembangan risiko kredit,” katanya.

Mahendra juga mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat seiring dengan ekspansi fiskal pemerintah.

“Persistensi dipengaruhi reformasi struktural dan terjaganya inevatsi. Kemenkeu prediksi PDB 5,3 hingga 5,6 persen, beberapa lembaga dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,1 persen atau 5,0 hingga 5,2 persen,” jelasnya.