JAKARTA - Indonesian Gas Society (IGS) memprediksi industri gas bumi di Indonesia berpotensi akan makin bergantung pada gas alam cair (LNG) impor pada masa mendatang.
Hal itu dikarenakan pertumbuhan permintaan gas bumi sebagai energi transisi menuju energi bersih, sesuai komitmen pemerintah untuk mencapai net zero emission, belum dapat diimbangi dengan penambahan pasokan gas.
"Sehingga, terdapat potensi Indonesia menjadi net importer LNG di masa yang akan datang," kata Senior Advisor IGS Salis S Aprilian dalam diskusi "Shifting Gas Industry in Indonesia" di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 13 Juni.
Salis mengemukakan proyeksi ketergantungan pada LNG tersebut merupakan hasil kajian IGS yang bersama Rystad telah menyusun Indonesian Gas Market White Paper yang menggambarkan kondisi industri gas bumi di Indonesia.
Kajian yang dilakukan mencakup kondisi supply-demand gas bumi, rencana pengembangan infrastruktur dan regulasi di dalam bisnis gas bumi.
"Penyusunan buku putih market gas ini dilakukan melalui konsultasi dengan pemerintah dan seluruh stakeholder yang terlibat di dalam bisnis gas bumi," ujar Salis.
Chairman Regulatory & Government Affairs Commitee IGS Bayu Satria Pratama saat memaparkan Indonesian Gas Market White Paper menyampaikan bahwa terdapat tiga hal utama dalam pengembangan bisnis gas bumi saat ini.
Pertama, pasokan gas yang ada saat ini (eksisting) akan menurun akibat penurunan alamiah (natural declining).
Kedua, adanya keterbatasan infrastruktur yang menghambat monetisasi lapangan-lapangan gas yang jauh dari pasar (demand).
"Kemudian, ketidakjelasan peraturan dan panjangnya proses birokrasi dalam bisnis gas. Hal ini menyebabkan ketidakpastian waktu project dan memperburuk keekonomian," kata Bayu.
SEE ALSO:
Untuk mengatasi tantangan tersebut, IGS mengusulkan beberapa rekomendasi. Di antaranya pemberian insentif untuk pengembangan infrastruktur dan pengembangan hulu migas dalam bentuk keringanan pajak, pendanaan dengan bunga rendah, public private partnership (PPP), dan mempersingkat birokrasi dan persetujuan dalam perizinan gas bumi.
Selanjutnya, melakukan evaluasi menyeluruh atas kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT).
"Ketiga, melibatkan seluruh stakeholder dalam penyusunan kebijakan dan aturan, sehingga dapat diaplikasikan dan mendukung perkembangan industri gas," kata Bayu.