JAKARTA – Di tengah gejolak global, sektor manufaktur Indonesia masih konsisten ekspansif. Hal ini tercermin dari Indeks Purchasing Managers (PMI) Indonesia di bulan Oktober berada pada level 51,5.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menyampaikan capaian tersebut menandakan ekspansi manufaktur Indonesia telah terjadi selama 26 bulan terakhir secara berturut-turut. Ekspansi manufaktur Indonesia terutama ditopang oleh tingkat permintaan dan output produksi yang masih meningkat.
"Meski masih ekspansif, kinerja manufaktur Indonesia menunjukkan perlambatan dalam dua bulan terakhir seiring dengan melambatnya pertumbuhan global," jelasnya dalam keteranganya Kamis 2 November.
Febrio melihat dampak dari perlambatan ekonomi global juga terlihat dari kinerja manufaktur beberapa negara yang berada di zona kontraksi, seperti Tiongkok pada level 49,5, Thailand di 47,5, Vietnam berada di 49,6, Malaysia pada level 46,8, Australia di angka 48,2, dan zona Eropa di 43.
Sementara, India sebagai salah satu perekonomian pada kelompok emerging economies (EMs) dan pasar potensial ekspor Indonesia masih di zona ekspansif di level 55,5.
Febrio menerangkan kinerja manufaktur Indonesia yang masih ekspansif menunjukkan resiliensi ekonomi Indonesia di tengah terkontraksinya manufaktur di banyak negara seiring dengan peningkatan risiko global.
"Meskipun sedikit melambat, sentimen dalam sektor manufaktur Indonesia secara keseluruhan masih positif. Capaian ini akan terus kami jaga melalui berbagai dukungan kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mengantisipasi risiko global”, ujar Febrio.
Febrio menyampaikan inflasi di bulan Oktober tercatat sedikit meningkat sebesar 2,56 persen (yoy) dibanding bulan September di level 2,28 persen (yoy), didorong oleh naiknya inflasi harga pangan bergejolak (volatile food). Di tengah musim kemarau yang panjang akibat dampak El Nino, produksi pangan secara umum menurun sehingga beberapa komoditas mengalami peningkatan harga seperti beras dan aneka cabai.
BACA JUGA:
Inflasi harga diatur pemerintah (administered price) juga tercatat naik tipis menjadi 2,12 persen (yoy) dari angka 1,99 persen (yoy) seiring dengan harga minyak mentah yang masih tinggi. Sementara itu, perlambatan inflasi inti masih berlanjut mencapai 1,91 persen (yoy) dari 2 persen (yoy) pada September 2023.
Sebagai respons cepat dalam mengendalikan harga pangan, Pemerintah berupaya memitigasi dampak El Nino melalui upaya stabilisasi pasokan terutama komoditas strategis, seperti beras guna menjaga kecukupan pasokan dalam negeri. Selain itu, kebijakan operasi pasar, gelar pangan murah, dan intervensi harga terus konsisten dilakukan agar ekspektasi inflasi dapat terjaga.
Febrio menyampaikan APBN terus dioptimalkan sebagai shock absorber, terutama di tengah tekanan yang disebabkan fenomena El Nino saat ini.
"Pemerintah memberikan tambahan perlindungan sosial, antara lain dengan menambahkan bantuan beras hingga akhir tahun 2023 dan menggulirkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) El Nino untuk bulan November-Desember guna menjaga daya beli kelompok miskin dan rentan,” ungkap Febrio.