Bagikan:

NUSA DUA - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan sektor migas masih relevan selama proses transisi energi yang tengah dilakukan dunia demimencapai Net Zero Emision. Dwi mengatakan jika saat ini gas memegang peran strategis sebagai energi transisi dalam mendukung ketahanan energi menuju pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Tantangannya terletak pada bagaimana meningkatkannya secara berkelanjutan produksi dan mengurangi emisi pada saat yang bersamaan," ujar Dwi dalam smabutannya pada the 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas Industry 2023 (ICIUOG), Rabu, 20 September.

Ia menambahkan jika impelmentasi Indonesian Oil and Gas 4.0 sejak 2020 telah menujukkan tanda positif dari dampak kebijakan yg dilakukan pemerintah yang akan membuka investasi penting sebagai enabler seperti fleksibiltas dan fiscal term dan perpajakan.

Dwi menjelaskan jika untukmencapai target lifting 1 juta barel dan 12 miliar kaki kubik gas pada tahun 2030 pemangku kepentingan dan pelaku usaha migas perlu melakukan aktifitas agresif seperti melakukan pengeboran sumur-sumur drilling.

"Kita perlu mengebor lebih dari 1.000 sumur per tahun setelah tahun 2025. Untuk tahun ini, prospek pembangunan pengeboran sebanyak 827 sumur," lanjut Dwi.

Lebih jauh ia menambahkan jika pertumbuhan investasi memiliki syarat penting yaitu iklim investasi yang menarik buat investor.

Semenjak tahun 2020, daya tarik investasi hulu migas di Indonesia telah meningkat didukung oleh dukungan pemerintah melalui sistem fiskal yang lebih fleksibel dan pendukung lainnya yang menurunkan risiko investasi.

"Namun demikian, beberapa area masih memerlukan perbaikan, yaitu dalam aspek legal dan kontraktual serta penemuan cadangan raksasa (giant discovery)," pungkas Dwi.