JAKARTA - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menginginkan tingkat pertumbuhan industri manufaktur dapat memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga 30 persen.
Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, industri manufaktur bisa menjadi salah satu penunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia agar mampu keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah/Middle Income Trap (MIT).
“Berdasarkan Growth Diagnostics, sebenarnya kita mampu tumbuh di 6,7-7 persen, kita punya potensial pertumbuhan seperti itu, tapi kita tidak bisa ke sana dan akibatnya kita hanya berada di 5 persen," ujarnya mengutip Antara.
Menurut Suharso, jika bisa tumbuh, potensial ekonomi Indonesia adalah 6,7-7 persen, graduasi terhadap MIT diharapkan bisa lebih cepat. Awalnya perhitungan Bappenas kira-kira pada 2036 Indonesia bisa lepas dari MIT, tapi akibat COVID-19 dan sebagainya, akan mundur kemungkinan pada 2038 paling cepat atau 2041.
Sejak 1980-an, industri manufaktur mulai mengalami penurunan hingga di bawah 20 persen. Padahal, salah satu syarat menjadi negara industri adalah ada kontribusi 20 persen dari sektor manufaktur terhadap PDB.
“Nah, kita berharap kita bisa mencapai 30 persen. Jika instrumen industri manufaktur bisa berkontribusi terhadap GDP (Gross Domestic Product atau PDB) sekitar 30 persen, tingkat pertumbuhan dari sektor industri manufaktur harus di atas (tumbuh dengan kecepatan yang lebih tinggi) daripada pertumbuhan makro kita,” ucap Kepala Bappenas.
Industri manufaktur yang dikembangkan di Indonesia harus menyesuaikan dengan isu-isu terkini, misalnya, industri manufaktur tidak bisa lagi mengandalkan non renewable resources mengingat saat ini sedang berkembang pembicaraan soal perubahan iklim (climate change) dan keberlanjutan (sustanability).
BACA JUGA:
“Kita harus mulai di-renewable sources dan kita banyak renewable resources,” kata dia.
Dalam kesempatan tersebut, dia menceritakan pertemuan dengan CEO Boeing Global beserta jajaran yang mengajak pihaknya mendesain bersama Boeing Design Center di Indonesia dengan memanfaatkan Crude Palm Oil (CPO) sebagai feedstock energy sebagai pengganti avtur.
“Mereka tak ingin mengatakan pengganti avtur, tetapi ini akan jauh lebih bagus, ramah lingkungan, dan seterusnya. Tapi kan artinya kita harus punya kemampuan R and D (research and development) yang tinggi dan seterusnya,” ungkap Suharso.