JAKARTA - Peneliti CORE Indonesia Eliza Mardian menyarankan masyarakat memanfaatkan penggunaan pupuk organik sebagai pengganti pupuk anorganik atau kimia bersubsidi karena terbatasnya kemampuan negara dalam memberikan stimulus.
"Substitusi pupuk bersubsidi bisa dilakukan karena Indonesia memiliki sumber daya yang mengandung unsur hara nitrogen, fosfor, dan kalium untuk diolah menjadi pupuk cair maupun padat," katanya dalam keterangan tertulisnya, dikutip dari Antara, Jumat 3 Februari.
Eliza menilai pupuk organik bagus untuk hara dan pupuk kimia dan pupuk organik bisa dikombinasikan agar optimal dalam pemupukan dan memangkas ketergantungan pada pupuk bersubsidi.
"Untuk menuju penggunaan pupuk organik pemerintah perlu menyusun peta jalan dan strategi implementasinya sehingga tidak membuat penurunan pendapatan petani, ketika melakukan transisi ke pupuk organik," ucap dia.
Menurutnya, produksi pupuk perlu diterapkan dengan sistem pembagian kerja dalam lingkungan kelompok tani dan mempertimbangkan banyak aspek, mulai dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
"Intinya, perlu rancangan strategi yang komprehensif. Petani memang sangat membutuhkan bantuan pemerintah dalam menyediakan sarana produksi yang harganya terjangkau," ujarnya.
Sementara itu, pengamat pertanian Tjipta Lesmana menambahkan di tengah situasi perekonomian global yang kian sulit, khususnya ekonomi Amerika Serikat dan ekonomi China serta perang Rusia dan Ukraina, rekonstruksi subsidi pupuk perlu dimatangkan.
BACA JUGA:
Apalagi, subsidi pupuk masih menimbulkan masalah lain, khususnya bagi beban negara. Setiap tahun, muncul piutang subsidi alias utang pemerintah kepada pabrik pupuk. Piutang ini muncul karena harga pupuk yang disubsidi memang selalu mengalami kenaikan akibat harga bahan baku yang naik, kenaikan harga BBM, inflasi dan lain-lain.
"Terkait dengan masalah subsidi pupuk, pemerintah harus tekan. Salah satunya dengan mendorong pertanian organik dan mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia," ujarnya.
Adapun subsidi pemerintah untuk pupuk secara rata-rata mencapai Rp25,3 triliun per tahun yang dialokasikan untuk delapan juta ton pupuk. Sedangkan, kebutuhan petani mencapai 24 juta ton.