Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah mewajibkan pemilik instalasi tenaga listrik yang berbentuk badan usaha salah satunya pembangkit tenaga listrik untuk memiliki sistem manajemen keselamatan ketenagalistrikan (SMK2) sebagai upaya meningkatkan ketaatan dalam penerapan keselamatan ketenagalistrikan.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menyebut Sistem Manajemen Keselamatan Ketenagalistrikan (SMK2) merupakan bagian dari sistem manajemen badan usaha secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan ketenagalistrikan guna terciptanya keselamatan ketenagalistrikan.

"Seperti kita ketahui, tenaga listrik di samping bermanfaat, dapat juga membahayakan bagi masyarakat dan lingkungan hidup, untuk itu pemerintah mengatur kebijakan mengenai ketentuan keselamatan ketenagalistrikan," ungkap Rida saat membuka webinar "Pengenalan Sistem Manajemen Keselamatan Ketenagalistrikan (SMK2) dan Sosialisasi Penghargaan Keselamatan Ketenagalistrikan (K2)" secara daring, Kamis 19 Mei.

Rida menambahkan, sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 tahun 2021 tentang Keselamatan Ketenagalistrikan terdapat tiga tujuan dalam penerapan keselamatan ketenagalistrikan, yaitu andal dan aman bagi instalasi tenaga listrik, aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya, dan yang terahir adalah ramah lingkungan.

Pemenuhan keselamatan ketenagalistrikan tersebut disebut Rida harus memenuhi beberapa aspek salah satunya setiap peralatan listrik yang digunakan harus memenuhi Standar Nasional Indonesia, dan setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Lingkungan Hidup.

Sementara itu, Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan M.P. Dwinugroho menyampaikan, pemenuhan keselamatan ketenagalistrikan wajib diterapkan pada setiap penyediaan instalasi tenaga listrik, instalasi pemanfaatan tenaga listrik, dan peralatan dan pemanfaat tenaga listrik.

Menurut Dwinugroho, SMK2 diterapkan pada kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan instalasi tenaga listrik yang diberlakukan pada instalasi penyediaan tenaga listrik seperti instalasi pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas paling kecil 5 MW, instalasi transmisi tenaga listrik, instalasi distribusi tenaga listrik, dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik dengan kapasitas daya paling kecil 200 kVA.

Sesuai ketentuan, penerapan SMK2 harus diaudit minimal satu kali dalam setahun oleh internal badan usaha maupun pihak yang memiliki kompetensi audit SMK2 dan hasilnya dilaporkan ke pemerintah.

Berdasarkan laporan tahunan pelaksanaan audit penerapan SMK2 tersebut, Pemerintah memberikan sertifikat ketaatan kepada pemilik instalasi berdasarkan predikat ketaatan atas hasil penilaian ketaatan penerapan SMK2 yang telah dilakukan.

"Pemerintah berkomitmen memberikan penghargaan kepada badan usaha yang taat dalam menerapkan ketentuan keselamatan ketenagalistrikan, serta memberikan sanksi yang tegas bagi badan usaha yang melanggar ketentuan keselamatan ketenagalistrikan," ungkap Dwinugroho.

Direktur Operasi-1 PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) M Yossy Noval dalam kesempatan yang sama mengatakan kesiapannya mendukung implementasi keselamatan ketenagalistrikan dan implementasi menuju Indonesia yang lebih hijau.

Beberapa upaya dilakukan PJB dengan melaksanakan co-firing di PLTU batu bara dengan mencampurkan batu bara dengan biomass dikarenakan sifat karbon dari biomassa adalah netral karbon.

"Kami juga mengimplementasikan digital power plant di pembangkit-pembangkit, di mana dengan implementasi digital power plant ini kami bisa memantau lebih dalam dan melakukan aksi-aksi lebih cepat sehingga kondisi keandalan peralatan bisa efisien, kondisi pencemaran udara bisa termitigasi dan dapat kami lakukan tindakan-tindakan yang lebih terarah dan lebih awal," tutup Yossy.