Ada Rencana Kenaikan Harga Pertalite , Gas Elpiji dan Listrik, Pengamat: Pemerintah Tidak Sadar Bahaya di Depan Mata?
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah berencana untuk kembali menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) RON 90 Pertalite, LPG 3 kg dan tarif listrik. Wacana ini dikemukakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu 13 April yang lalu.

Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Center of Law and Economic Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengungkapkan wacana kenaikan harga ini sebaiknya ditutup-buku-kan saja karena kenaikan satu jenis saja energi yang diatur pemerintah seperti LPG 3kg, risiko terhadap daya beli 40 persen kelompok pengeluaran terbawah sangat besar.

"Inflasi diperkirakan menembus 5 persen di 2022 apabila pemerintah bersikeras naikan harga pertalite dan LPG 3kg secara bersamaan," ujar Bhima kepada VOI, dikutip Senin 18 April.

Dengan demikian, mau tidak mau masyarakat kelas bawah akan tetap mengkonsumsi gas LPG subsidi karena kebutuhan utama sehingga akan berimbas pada naiknya angka kemiskinan.

"Dampak ke gejolak sosial juga harus diwaspadai, konflik horizontal antar masyarakat karena ketimpangan semakin lebar antara the haves dan the have-nots bisa picu krisis multidimensi," imbuhnya.

Ia menambahkan, jika kenaikan harga terus persisten terjadi dan beruntun pada akhirnya masyarakat akan mengurangi konsumsi barang lain seperti menunda pembelian peralatan rumah tangga, barang elektronik, otomotif, pakaian jadi dan kebutuhan lain.

"Efek terburuk adalah penutupan pelaku usaha UMKM sektor makanan minuman karena tidak kuat menanggung naiknya biaya produksi. Kalau UMKM gulung tikar, kita bisa perkirakan sendiri berapa banyak yang jadi pengangguran baru apalagi 97 persen serapan tenaga kerja ada di UMKM," urai Bhima.

Lebih jauh ia menambahkan, efek lain dari naiknya LPG 3kg, adalah bisa menyebabkan panic buying karena masyarakat mengantisipasi kensikan harga dengan membeli dalam jumlah besar sebelum kebijakan kenaikan LPG dilakukan. Di sisi lain mekanisme penjualan LPG 3kg yang cenderung terbuka semakin meningkatkan risiko kelangkaan LPG.

"Harusnya pemerintah bisa menahan selisih harga keekonomian LPG 3 kg melalui mekanisme subsidi silang hasil windfall penerimaan negara dari ekspor minerba dan perkebunan," imbuhnya.

Berdasarkan simulasi kenaikan harga minyak mentah, diproyeksi pemerintah sedang mengalami lonjakan pendapatan pajak dan pnbp sekitar Rp100 triliun.

"Jika defisit kembali bengkak karena subsidi energi maka efisiensi belanja pemerintah dan penundaan mega proyek seperti IKN juga wajib dilakukan," tambah Bhima.

Sebagai bayangan, IKN menurut Bappenas butuh setidaknya Rp468 T dan 53,3 persen akan diambil dari APBN hingga 2024.  Tidak ada jalan lain karena urgensi saat ini adalah stabilitas harga pangan dan energi bukan pemindahan gedung pemerintahan.

"Ini masalahnya pemerintah itu sadar atau tidak ya, bahwa jurang bahaya ekonomi didepan mata?" pungkas Bhima.