Semoga Garuda Indonesia Menyongsong Langit yang Tepat
Ilustrasi foto (Instagram/@garudaindonesia)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memberhentikan Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara. Pencopotan dilatarbelakangi temuan Harley Davidson dan sepeda Brompton oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Seluruh barang ilegal itu ditemukan di pesawat baru Garuda Indonesia berjenis Airbus A3330-900 Neo.

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda melihat begitu banyak masalah di tubuh Garuda selama dipimpin oleh Ari Askhara. Mulai dari laporan keuangan, keterlibatannya di kasus kartel hingga kasus penyeludupan Harley Davidson yang akhirnya ketahuan di masa kepemimpinan Erick Thohir.

Huda mengatakan, keanehan semakin terlihat saat serikat pekerja Garuda Indonesia justru senang dan bersyukur atas pencopotan Ari Askhara. Hal itu, menurut Huda menunjukan memang ada sesuatu yang tidak baik.

"Sebenarnya kebijakan Garuda yang lalu-lalu itu aneh banget. Menurut saya ini menjadi salah satu alasan kenapa emang harus Garuda diperbaiki," katanya, saat dihubungi VOI, di Jakarta, Jumat, 6 Desember.

Pembersihan Garuda Indonesia

Menurut Huda, misi Erick Thohir memperbaiki BUMN saat baru menjabat sebagai menteri merupakan pintu masuk memperbaiki masalah-masalah yang ada di dalam tubuh Garuda. Ia menilai, masalah ini seperti bola salju yang semakin lama semakin membesar. Huda menilai, Erick Thohir juga harus melakukan restrukturisasi di tubuh Garuda dengan mencopot semua yang terlibat dalam kasus penyelundupan Harley Davidson tersebut.

"Yang pasti mencopot semua orang yang terlibat dikasus penyeludupan Harley Davidson. Tidak mungkin Pak Dirut bermain sendiri. Harus semuanya dicopot, tak terkecuali. Termasuk orang yang mau berkorban untuk Pak Dirut karena loyalitasnya patut dipertanyakan," jelasnya.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra El Talattov mengatakan, setelah pencopotan Dirut Garuda, Menteri BUMN segera melalukan seleksi terhadap Dirut Garuda yang baru dang proses yg transparan melalui Tim Penilai Akhir (TPA). Abra mengatakan, dengan bantuan TPA harapannya, Dirut Garuda yang baru dapat membawa perubahan yang radikat di tubuh Garuda di tengah besarnya tantangan yang dihadapi perusahaan tersebut.

Keputusan Menteri BUMN Erick Tohir memberhentikan Dirut Garuda, kata Abdra, merupakan pembuktian atas komitmennya melakukan perbaikan tata kelola BUMN ataupun 'bersih-bersih'. "Selain itu, ketegasan Erick yang dilandasi penilaian objektif hasil investigasi menjadi sinyal kuat bagi para pejabat BUMN lainnya agar serius memperbaiki GCG BUMN, karena hal ini bukan lagi gimmick atau lip service Menteri BUMN," ucapnya.

Abra berujar, alasan kenapa Erick harus 'bersih-bersih' karena beberapa masalah. Salah satunya, laporan keuanga Garuda per September 2019. Dirinya mencermati ada polemik perseturujan Garuda dan Citilink dengan Sriwijaya Air mas, piutang Sriwijaya bengkak yang berujung pemecatan sepihak tiga direksi Sriwijaya Air akibat Kerjasama Manajemen (KKM).

"Di sisi lain, utang usaha Garuda juga mengalami kenaikan yang signifikan mencapai 80,7 persen dari USD 385 juta menjadi USD 696 juta. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah tingginya kenaikan piutang usaha Garuda sebesar 29 persen dari 335 juta dolar AS jadi 435 juta dolar AS, terutama diakibatkan piutang PT Sriwijaya sebesar 95 juta dolar AS atau berkontribusi terhadap 21 persen piutang usaha Garuda," tuturnya.

Curangi pajak

Sementara itu, Pengamat Perpajakan CITA Yustinus Prastowo mengatakan, penyelundup barang mewah seperti Harley Davidson hanya dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki kewenangan. "Selama ini mungkin ada praktik yang dilakukan tidak ketahuan dan tidak ada penindakan. Jadi seolah-olah menjadi kebiasaan yang lazim. Iya bisa jadi (memanfaatkan jabatan). Karena kan mereka punya kemampuan mengkondisikan barang-barang seperti ini bisa diangkut. Kan tidak semua orang punya kewenangan," tuturnya.

Yustinus berujar, dalam kasus penyelundupan Harley Davidson oleh Dirut Garuda didasari karena tidak ingin membayar pajak. Tak hanya itu, sulitnya izin menjadi alasan utama untuk memilih jalur ilegal. "Karena ini kan kendaraan bekas, impor barang bekas tidak boleh. Kecuali dapat izin. Jadi memang rumit prosesnya, dia harus mengajukan izin ke Kementerian Perdagangan, belum pajaknya," katanya.

Di Indonesia, kata Yustinus, Harley Davidson masuk dalam kategori kendaraan mewah. Pajak yang dikenakan pun tidak sedikit, bahkan lebih tinggi dari harga barang. "Itu kena BPNBM 125 persen. Kena biaya masuk 40 persen, BPN 10 persen, serta PPH 22 sebesar 10 persen. Saya buat ilustrasi dengan harga Rp400 juta saja pajaknya bisa sampai Rp900 juta. Jadi memang lebih mahal pajaknya. Wajar kalau orang menghindar kalau dia punya cela. Yang bayar kan yang tidak punya cela. Seolah-olah begitu," ucapnya.

"Menurut saya memang sudah sering terjadi. Bahkan saya mendengar dari radio masyarakat memberi info ternyata banyak juga impor motor gede ini dengan pesawat tentara," sambungnya.

Yustinus mengatakan, untuk menghindari hal serupa dilakukan pejabat negara maupun masyatakat bisa ada beberapa hal yang harus diperbaiki pemerintah. "Yang perlu diperkuat penindakannya dengan sanksi yang tinggi, termasuk pidana. Diharapkan akan mendorong orang untuk patuh, dari pada dihukum dan di denda besar mendingan saya patuh. Ini yang harus dibangun. Sehingga ada efek jera bagi masyarakat ketika mereka mau melakukan hal seperti ini," jelasnya.

Menurut dia, langkah Erick Thohir mencopot Dirut Garuda merupakan awal yang baik untuk merubah paradigma berpikiri pejabat negara. "Seharusnya menjadi contoh dan mengabdi tetapi ternyata malah berlaku tidak baik," katanya.