JAKARTA – Pembahasan tentang kabar tambahan gaji guru Rp2 juta per bulan masih menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Satriwan Salim selaku Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru atau P2G menagih janji Presiden Prabowo Subianto terkait tambahan gaji untuk para guru.
Kenaikan gaji guru menjadi salah satu butir dalam visi misi Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam janji kampanye pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim Djojohadikusumo.
Ia sebelumnya menyebut pasangan Prabowo-Gibran akan menambah gaji guru dan honorer sebesar Rp2 juta per bulan. Menurut Hashim rencana penambahan gaji tersebut tetap akan disesuaikan dengan kondisi fiskal APBN.
"Ini juga secara pelan-pelan kita akan tanggulangi, tapi ini semua adalah kita sesuaikan dengan anggaran yang diatur pemerintah yang sekarang. Itu realita fiskal," kata Hashim dalam Dialog Nasional Program Makanan Bergizi pada 3 Agustus lalu.
Dalam kesempatan yang sama Hashim menyatakan keyakinannya bahwa APBN mampu membiayai kenaikan gaji guru dan honorer.
Janji Prabowo menaikkan gaji guru sebesar Rp2 juta per bulan merupakan sebagai salah satu upaya memperbaiki dunia pendidikan Tanah Air. Seperti diketahui, skor PISA Indonesia berada di urutan 72 dari 80 negara. Sebagai catatan, skor PISA merupakan asesmen yang dirancang oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk mengukur capaian pendidikan suatu negara.
Kata Hashim, kondisi pendidikan yang buruk ini selain disebabkan oleh masalah stunting yang dialami para pelajar, namun juga karena para pendidik yang mendapatkan upah tidak layak.
Harus Satu Suara
Setelah Prabowo Subianto dilantik menjadi presiden, janjinya memberikan tambahan gaji Rp2 juta per bulan kepada guru ditagih. Namun gagasan ini menjadi polemik menyusul pernyataan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) bahwa mereka tengah menggodok kualifikasi guru yang layak menerima gaji tambahan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menekankan, yang akan mendapatkan penambahan gaji dalam besaran tersebut tidak semua guru dan harus memenuhi kualifikasi agar tak saling berebutan.
"Ada (kriteria) dong, ada kalau enggak rebutan nanti," jelas Abdul Mu’ti.
"Jadi jangan sampai yang berhak, tidak menerima, yang tidak berhak malah menerima. Ini kan sangat bergantung dari akuratan," ujarnya.
Skema penambahan gaji Rp2 juta per bulan untuk para guru, dijelaskan Abdul Mu’ti, direncanakan terjadi tahun depan. Guru yang dituju adalah yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun guru honorer yang telah tersertifikasi. Sekarang Kemendikdasmen tengah mendata jumlah guru yang ada di Indonesia.
Pernyataan Abdul Mu’ti bahwa guru yang akan mendapat tambahan gaji Rp2 juta per bulan diprioritaskan hanya untuk yang memiliki sertifikasi justru memantik polemik. Hal ini dinilai akan menimbulkan kecemburuan antargolongan.
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menegaskan, sebelumnya Presiden Prabowo memastikan semua guru di Indonesia akan mendapat tambahan gaji Rp2 juta per bulan.
“Pertama harus diklarifikasi, yang dimaksud apa? Kalau mengacu janjinya Pak Prabowo, penghasilan guru bertambah Rp2 juta per bulan dan ini berlaku untuk semua guru tanpa membedakan status guru ASN atau honorer, swasta atau negeri,” ujar Satriwan.
“Janji Pak Hashim adalah memberi tambahan Rp2 juta per bulan tanpa melihat status guru. Jadi ini harus satu suara, kenaikannya seperti apa?” imbuhnya.
Janji kampanye menaikkan gaji guru Rp2 juta per bulan, menurut Satriwan adalah sebuah kado indah bagi para tenaga pendidik, terutama mereka yang berstatus honorer karena pendapatan mereka masih jauh dari kata sejahtera. Untuk itu, demi menghindari konflik horizontal, Satriwan berharap pemerintahan Prabowo memenuhi janji mereka kepada semua guru tanpa kecuali.
"Makanya kembali ke janji Prabowo yaitu menyamakan semuanya mendapat gaji Rp2 juta, baik itu guru ASN, honorer, swasta, madrasah," tegasnya.
Memengaruhi Postur Anggaran
Kenaikan gaji Rp2 juta per bulan dinilai sebagai langkah positif meningkatkan kesejahteraan para guru di Indonesia. Tapi pengamat ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Bhimo Rizky Samudro mengatakan, implementasi kebijakan tersebut akan menghadapi tantangan, terutama dari sisi anggaran pendidikan.
“Secara ekonomi, ini adalah kebijakan yang populis, namun biaya yang diperlukan cukup tinggi. Kenaikan gaji guru akan memengaruhi postur anggaran, dan perlu ada kepastian mengenai sumber dananya,” ujarnya.
Bhimo juga menekankan pentingnya perencanaan yang matang untuk memastikan bahwa kenaikan gaji tersebut tidak menyebabkan defisit anggaran. Terkait motivasi di balik janji ini, Bhimo berpendapat bahwa selain meningkatkan kesejahteraan, ada tujuan jangka panjang untuk menarik minat generasi muda menjadi guru.
“Jika tidak diatur dengan baik, bisa saja terjadi beban berat bagi anggaran negara,” kata Bhimo.
“Ini adalah respons terhadap keluhan masyarakat, dan harapannya bisa meningkatkan kualitas pendidikan,” dia menambahkan.
BACA JUGA:
Namun, Bhimo mengingatkan agar pemerintah tidak hanya fokus pada gaji, tetapi juga perlu mempertimbangkan dampak kepada profesi lain yang mungkin merasakan kecemburuan. “Jika tidak dikelola dengan bijaksana, semua segmen profesi bisa meminta hal serupa,” katanya.
Sebagai solusi, Bhimo menyarankan agar pemerintah menerapkan kebijakan bertahap dalam menaikkan gaji guru, untuk menjaga keseimbangan anggaran dan memastikan keberlanjutan program pendidikan.
Terkait anggaran, Satriwan Salim yakin Presiden Prabowo Subianto bersama timnya telah mengkalkulasikannya dalam APBN 2025. Ia menyebut, anggaran pendidikan tahun depan sebesar Rp722 triliun.
“Kalau dipukul rata setiap guru mendapat Rp2 juta, maka anggarannya tidak sampai Rp80 triliun satu tahun dengan jumlah 3,2 juta guru. Artinya hanya kurang dari 10 persen dari anggaran pendidikan,” pungkasnya.