JAKARTA - Polymerase chain reaction (PCR) menjadi pengujian yang dinilai paling sensitif dan efektif untuk digunakan di masa pandemi COVID-19, kata pakar kesehatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"PCR bisa dikatakan sebagai gold standard yang terbaik untuk mendeteksi COVID-19. Pasien yang dirawat sudah tidak ada keluhan, kalau dites PCR masih bisa positif karena walau virus hancur dan berkeping-keping masih ada bagian virus yang terdeteksi," kata Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban dikutip Antara, Jumat, 29 Oktober.
PCR bahkan lebih akurat dibandingkan alat tes lainnya seperti antigen, GeNose maupun antibodi.
"Kita pernah pakai antibodi, ternyata tidak benar (hasilnya) kemudian kita hapus nggak boleh lagi," katanya.
Kemudian pemerintah memberlakukan tes menggunakan GeNose atau Gadjah Mada Electronic Nose COVID-19 sebagai alat tes diagnostik cepat berbasis kecerdasan buatan untuk mendeteksi COVID-19 melalui embusan napas yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada.
"Kita pernah pakai GeNose yang murah meriah dan bagus. Ternyata laporannya menunjukkan amat tidak bagus, jadi kita hilangkan," katanya.
Saat ini alat tes COVID-19 yang direkomendasikan pemerintah, kata Zubairi, tinggal PCR dan antigen.
"Antigen bagus sekali tapi masih kalah dengan PCR," katanya.
BACA JUGA:
Zubairi mengatakan tes antigen saat ini sudah diperbolehkan untuk pelaku perjalan udara luar Pulau Jawa-Bali dengan pertimbangan jumlah orang yang melakukan perjalanan tidak lebih banyak dari tujuan daerah di Jawa Bali.
"Penerbangan Jakarta-Bali sekarang lagi penuh banget. Kalau luar Jawa-Bali seperti Palembang itu sepi sehingga tidak berisiko tinggi," katanya.
Sementara seluruh pelaku perjalanan domestik tujuan Jawa-Bali diwajibkan tes PCR sebab memiliki tingkat akurasi dan sensitivitas yang lebih tinggi untuk mendeteksi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
Kata Kemenkes soal Genose
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menanggapi usulan penghentian penggunaan alat tes COVID-19 GeNose C19 sebagai syarat perjalanan.
Nadia menuturkan, potensi ketidakakuratan penggunaan GeNose dari hasil pemeriksaan para pelaku perjalanan masih bisa dimaklumi.
Sebab, hal ini hanya dilakukan untuk skrining keterpaparan COVID-19 bagi masyarakat yang bermobilitas, bukan sebagai alat diagnosa infeksi COVID-19.
"GeNose digunakan sebagai skrining saat ini. Tentu ada keterbatasan kebijakan penggunaan karena bukan alat diagnostik," kata Nadia kepada VOI, Rabu, 23 Juni.
Terkait temuan positif palsu (false positive) atau negatif palsu (false negative) dari penggunaan GeNose, Nadia mengaku memang ada sekian persen potensi tak akurat. Begitu pula dengan alat tes lain seperti rapid test antigen.
"Rapid antigen kan juga tidak 100 persen. Tinggal pilihan saja mau menggunakan tes sebagai syarat perjalanan. Kan ada rapid antigen dan swab PCR juga," ungkap Nadia.
Sebagai informasi, Sejumlah ahli epidemiologi meminta pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perhubungan menyetop penggunaan GeNose C19 sebagai salah satu syarat perjalanan masyarakat transportasi publik.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono menyebut GeNose tidak tepat sebagai alat skrining di bandara hingga stasiun. Pandu juga tak menyarankan GeNose dipakai sebagai alat skrining COVID-19 pada sejumlah kegiatan.
Sebab, kata dia, saat ini belum ada validasi dari pihak eksternal selain Universitas Gadjah Mada (UGM), pihak pembuat GeNose, yang menyatakan alat tersebut memiliki akurasi tes virus corona hingga 90 persen.
"Hindari penggunaan alat skrining COVID-19 GeNose yang tidak tervalidasi pada pelaku perjalanan, pertemuan, perkantoran, pengunjung hotel, kegiatan pendidikan seperti sekolah dan kuliah, event olahraga, konser, dan sebagainya," kata Pandu saat dikonfirmasi VOI.
Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman juga mengaku sejak awal tak setuju jika pelaku perjalanan menggunakan hasil tes GeNose sebagai syarat bepergian.
Sebab, beredar kabar adanya temuan hasil negatif palsu (false negatif) dan positif palsu (false positive) dari penggunaan GeNose. Karenanya, keakuratan tes GeNose diragukan.