Bagikan:

ACEH - Ketua Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Provinsi Aceh Junaidi menyatakan bahwa Aceh mengalami permasalahan malnutrisi beban ganda yakni kekurangan dan kelebihan gizi.

"Masalah malnutrisi di Aceh itu ada gizi ganda, itu kekurangan gizi (undernutrition) dan kelebihan (overnutrition)," kata Ketua DPD Persagi Aceh Junaidi di Banda Aceh, Antara, Senin, 25 Oktober. 

Junaidi mengatakan, persoalan kekurangan gizi tersebut karena minimnya energi dan protein, zat besi (anemia), vitamin A, dan yodium. Sedangkan kelebihan gizi menjadikan tubuh kegemukan dan obesitas.

Junaidi menyampaikan, berdasarkan data terakhir Riskesdas Kemenkes 2018, malnutrisi balita mulai dari lahir sampai berusia 59 bulan di Aceh yakni anak kurang gizi 23,5 persen, balita kurus 11,9 persen.

"Balita kondisi pendek atau stunting ada 37 persen, dan anak kelebihan gizi 3,01 persen. Tetapi selama ini yang fokus diintervensi adalah kasus stunting," ujarnya.

Junaidi menjelaskan, permasalahan jangka pendek dari kekurangan gizi tersebut berdampak pada kesehatan, mortalitas, morbiditas, perkembangan kognitif, motorik dan verbal, ekonomi, biaya kesehatan, kesempatan hilang karena menjaga anak sakit.

Kemudian, lanjut Junaidi, permasalahan jangka panjangnya adalah kesehatan, saat dewasa obesitas kesehatan reproduksi, perkembangan, kinerja sekolah, kapasitas belajar, pencapaian potensi tidak maksimal, ekonomi, serta kemampuan dan produktivitas kerja.

"Kalau kelebihan gizi memiliki dampak penyakit tidak menular, diabetes melitus, hipertensi, jantung, arsteroklerosis," kata Junaidi.

Dalam kesempatan ini, Junaidi menyampaikan bahwa penyebab gizi buruk dan stunting itu karena rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi.

"Pola asuh yang kurang baik, terutama pada perilaku dan praktek pemberian makan bayi dan anak, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk sanitasi dan air bersih," ujarnya.

Junaedi menuturkan, dalam mengatasi permasalahan ini Pemerintah Aceh telah melakukan intervensi baik dari sektor kesehatan seperti promosi dan konseling menyusui, suplementasi kalsium, vitamin A, manajemen terpadu balita sakit dan lainnya.

"Kemudian intervensi non kesehatan seperti penyediaan air bersih, sanitasi, bantuan pangan non tunai jaminan kesehatan nasional (JKN), PKH, bina keluarga balita dan lain sebagainya," katanya.

Tak hanya itu, lanjut Junaidi, menangani masalah gizi kurang dan stunting tersebut Pemerintah Aceh juga telah melaksanakan program rumoh gizi gampong (desa).

"Program rumoh gizi gampong ini dilaksanakan sebagai wujud dari implementasi SK Gubernur Aceh Nomor 14 Tahun 2019 tentang upaya penanganan stunting di Aceh," demikian Junaidi.