JAKARTA - Musyawarah Nasional Alim Ulama PPP mendapat pelajaran berharga dari kedatangan Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil. Pria yang akrab disapa Kang Emil ini memberi ilmu bagaimana seharusnya kader PPP melakukan kampanye.
Kang Emil bilang, para kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) harus inovatif dalam berkampanye. Dan mulai melirik gaya berkampanye yang sesuai dengan kondisi zaman saat ini.
"Cara menarik simpati masyarakat tak bisa lagi pakai cara konvensional. Saya itu mengamati dari dulu tahun 1955 sampai pemilu kemarin. Kenapa persentase partai Islam tak signifikan padahal umat Islam 90 persen tapi ketika nyoblos enggak ke partai muslim,"ucap Kang Emil memberi analisa seperti tertulis dalam keterangan resminya, Minggu 17 Oktober.
Berdasarkan pemahamannya cara partai persuasif politik harus sesuai dengan zaman dan ada jarak generasi yang harus dipahami para kader partai.
"Dan saya juga masih mencari kenapa, apakah partai islam kurang persuasif, saya hanya bisa menjawab yang saya pahami," kata dia.
"Di dalam teori generasi saya pakai jam tangan, anak saya enggak punya jam tangan, itu contoh 'gap' generasi. Ini saya pelajari, ada 'gap' yang orang tua tak paham dengan cara konstituen generasi sekarang," lanjut Kang Emil.
Menurut dia saat ini masyarakat lebih melek teknologi dan mengkonsumsi segala macam informasi lewat internet termasuk sosial media.
"Jadi generasi Z ini tidak mengonsumsi PPP lewat baliho, tapi lewat hp. Jadi kalau kader PPP masih 'maen' baliho itu ketinggalan zaman dan baliho itu mahal. Kalau ingin PPP bangkit investasikan ke cara generasi baru. Ubah cara dakwah politiknya, jauhi cara konvensional," kata dia.
Selain itu, Kang Emil juga berpesan agar PPP berinvestasi pada individu terbaik jika ingin menjaga persaingan di kancah politik nasional.
BACA JUGA:
"Partai Persatuan Pembangunan atau PPP harus berinvestasi pada individu terbaik yang paham zaman sudah berubah dan yang paham perubahan itu untuk kemaslahatan umat," tuturnya.
Kang Emil juga berharap PPP menjadi agen dalam menjaga kondusivitas demokrasi tanah air karena masalah utama bangsa Indonesia saat ini adalah mudah bertengkar.
"Kalau diamati apa masalah Indonesia hari ini, adalah mudah bertengkar. Semua negara maju sudah selesai dengan pertengkarannya," kata dia.
"Kita, kapan bisa ngomongin roket ke bulan. Maka tugas partai mendidik demokrasi kepada masyarakat. Kedua pelayanan publik, jangan baiknya lima tahun sekali. Ketiga, merebut kekuasaan, ini yang paling ramai. Mudah-mudahan tiga fungsi partai seimbang," lanjut Kang Emil.