Jelang Lebaran, Pemerintah Pastikan Stok dan Harga Bahan Pangan Aman
Menko Perekonomian Airlangga Hatarto (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah memastikan stok bahan pangan menjelang Hari Raya Idul Fitri 2020 di tengah pandemi COVID-19 aman. Pemerintah juga memastikan harga bahan pokok terkendali atau terjangkau oleh masyarakat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonimian, Airlangga Hatarto mengatakan, untuk beberapa komoditas harganya tetap atau stabil. Kalaupun terjadi kenaikan atau penurunan harga adalah tidak signifikan. 

Dia mengatakan, beberapa komoditas mendapat perhatian khusus seperti gula pasir, dan bawang. Harga gula putih di pasaran mencapai RP 17.000- Rp 17.500, harusnya Rp 12.500. Sementara, harga bawang berkisar 51.950/kg, padahal acuannya Rp 32.000.

“Terkait harga gula ada beberapa impor yang jadwalnya tertunda, karena ada beberapa negara yang melakukan lockdown. Namun, kami juga akan mengalihkan gula rafinasi kepada pasar, jadi harga akan bisa ditekan ke bawah. Untuk bawang putih, rencana impor sudah masuk di lapangan berdasarkan data yang ada. Kalau bawang merah tidak ada rencana impor, karena ada daerah di Indonesia yang mampu berproduksi besar,” kata Airlangga dikutip Kamis 14 Mei.

Kemudian, kata dia, pada April 2020 ini berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi deflasi pangan sebesar 0,13%, dan ini menunjukkan permintaan menurun. Tetapi, inflasi bahan pangan pada April 2020 yang sebesar 5,04%, lebih tinggi daripada inflasi pada periode sama tahun lalu yang sebesar 2,29%.

“Jadi, ini masalah distribusi yang perlu didorong (dari sentra produksi ke konsumen). Saya juga ingin mengingatkan untuk (oknum) yang memanfaatkan situasi (menaikkan harga bahan pangan) sudah dimonitor oleh Satgas Pangan, termasuk soal pelelangan gula,” kata dia.

BACA JUGA:


Antisipasi Krisis Pangan Akibat COVID-19

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Partai Golkar ini, juga mengungkap langkah pemerintah mengantisipasi peringatan dari Food and Agriculture Organization (FAO) tentang kemungkinan terjadinya krisis pangan akibat pandemi Covid-19. Langkah yang ditempuh adalah pemerintah berencana untuk membuka lahan persawahan baru.

Untuk itu, pemerintah akan melakukan case study di wilayah yang sudah ditentukan dalam waktu tiga minggu ke depan. Adapun luas lahan sawah yang berpotensi dikembangkan kira-kira lebih dari 255 ribu hektare (ha) yang berada di Kalimantan Tengah.

“Namun, fokus dalam 3 minggu ke depan adalah lahan sebesar 164.598 ha, yang mana dari jumlah tersebut yang sudah punya jaringan irigasi adalah sebesar 85.456 ha, dan ada sekitar 57.195 ha yang sudah dilakukan penanaman padi selama ini oleh keluarga transmigran di sana, dan juga ada potensi ekstensifikasi sebesar 79.142 ha,” ujar Airlangga.

Langkah yang dilakukan berikutnya adalah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), kemudian akan dilaksanakan juga review Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan tanah (IP4T), serta kajian ketersediaan tenaga kerja di lokasi tersebut.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menambahkan bahwa pihaknya sudah siap untuk menjalankan proses kajian selama 3 minggu ke depan itu. Setelah dikaji, Kementerian Pertanian (Kementan) pun sudah siap menangani pengembangan lahan tersebut, khususnya lahan rawan gambut seluas 164 ribu ha. 

“Dalam tahap pertama di 2020, kami akan berkonsentrasi pada (lahan seluas) 164 ribu ha dulu, karena penanganan di lahan rawa itu dibutuhkan extra power. Ini tidak seperti lahan sawah di Jawa atau dataran rendah/gunung, dia membutuhkan perhatian khusus. Hal ini dilakukan sambil menunggu pematangan lahan yang sebesar 250-300 ribu ha yang masih berpotensi untuk dikembangkan,” ujarnya.

Dalam pengembangan lahan tersebut, ungkap Mentan, harus diperhatikan juga masalah kepemilikan lahan dan ketersediaan sumber daya manusianya, yaitu para petani yang akan mengolahnya. Menurutnya, untuk lahan seluas 1 (satu) ha dibutuhkan minimal 2-3 petani, sehingga untuk lahan seluas 100 ribu ha, harus ada sekitar 300 ribu petani yang dimukimkan di sana.

“Belajar dari kegagalan yang lalu adalah kita kekurangan petani di situ, sehingga setelah selesai serbuan tanah, satu musim ditinggalkan oleh petaninya, jadi lahan itu tertinggal lagi. Maka itu, kami berharap di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian, kita akan mempersiapkan dengan lebih matang, dan juga akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi,” kata Mentan.