JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani mengecam kasus dugaan kekerasan seksual eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman terhadap anak di bawah umur. Puan menilai, hukuman berat sudah selayaknya diberikan kepada pelaku.
“Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang sangat luar biasa sehingga harus ada hukuman berat dan tidak boleh ada toleransi sedikitpun,” ujar Puan Maharani, Jumat, 14 Maret.
Menurut Puan, pemberatan hukuman terhadap AKBP Fajar sejalan dengan UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang menyebut ada tambahan hukuman bagi pelaku yang merupakan pejabat publik. Ia pun meminta semua pihak mengawal proses hukum kasus kekerasan seksual tersebut.
“Jika negara gagal memberikan keadilan bagi korban dan tidak serius dalam upaya pencegahan, maka kasus serupa akan terus terulang. Perlindungan terhadap anak dan perempuan harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan negara, bukan sekadar wacana tanpa tindakan nyata,” tegas Puan.
Puan juga menekankan pentingnya negara memberikan perlindungan maksimal bagi para korban dan memastikan pencegahan agar peristiwa serupa tidak terulang. Ia meminta penegak hukum beserta stakeholder terkait untuk menjamin perlindungan bagi para korban dalam kasus kekerasan seksual tersebut.
“Penegakan hukum dalam kasus kekerasan seksual ini sangat penting, namun pemenuhan hak-hak korban juga harus menjadi fokus. Hal ini juga menjadi amanat dalam UU TPKS,” tegasnya lagi.
Mantan Menko PMK itu mengingatkan mayoritas korban pada kasus ini adalah anak-anak yang masih dalam usia rentan. Para korban, kata Puan, berpotensi mengalami trauma jangka panjang akibat perbuatan pelaku.
“Saya tidak bisa membayangkan pilu yang dirasakan anak-anak ini. Bagaimana bisa orang dewasa yang harusnya melindungi dan menjaga mereka, justru melakukan kejahatan luar biasa yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan,” tutur ibu dua anak itu.
"Pelecehan seksual terhadap anak merupakan kejahatan yang berdampak serius pada psikologis korban. Negara harus hadir untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan perlindungan, pendampingan psikologis, dan keadilan," sambung Puan.
Puan pun mendukung langkah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Kementerian Sosial (Kemensos) yang melakukan pendampingan bagi para korban. Ia juga mengimbau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk ikut turun memberikan pendampingan.
“Korban harus mendapatkan layanan pemulihan trauma secara komprehensif. Anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual harus diberikan terapi psikososial untuk membantu mereka pulih dari dampak psikologis,” ungkap Puan.
Puan meminta Pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait memastikan korban mendapatkan fasilitas dan rehabilitasi yang mumpuni.
“Negara harus menyediakan program pemulihan jangka panjang, termasuk konseling dan terapi psikologis yang memadai. Rehabilitasi sosial sebagai hak korban kekerasan seksual harus dipenuhi,” pesan cucu Bung Karno ini.
Selain itu, Puan juga mengingatkan agar proses hukum harus dilakukan dengan memastikan bahwa korban tidak mengalami tekanan atau intimidasi dari pihak manapun.
“Penegak hukum perlu memberikan perlakuan khusus dalam pemeriksaan korban anak, dengan pendekatan yang tidak memperparah trauma mereka,” pungkasnya.
Seperti diketahui, AKBP Fajar diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan persetubuhan atau perzinaan tanpa ikatan pernikahan yang sah, konsumsi narkoba, serta merekam, menyimpan, memposting dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Kasus ini berawal karena video pencabulan yang direkam Fajar bocor di Australia. Fajar diduga tak hanya melakukan pencabulan, tapi juga merekam aksinya lalu menjual video tersebut ke situs porno luar negeri.
Australian Federation Police (AFP) atau Polisi Federal Australia yang menemukan video Fajar melacak asal konten dewasa tersebut dan diketahui diunggah dari Kota Kupang, NTT, pada pertengahan tahun 2024. Dalam unggahan itu terdapat wajah Fajar yang tengah mencabuli anak berusia tiga tahun. AFP dan Pemerintah Australia lalu melaporkannya ke otoritas Indonesia.
Setelah diselidiki, Fajar diduga melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu orang dewasa. Saat ini, Fajar ditahan di Bareskrim Polri dan telah dicopot om k dari jabatannya meskipun masih belum dipecat dari institusi Polri. Bareskrim Polri memastikan hukuman Fajar diperberat karena menyangkut eksploitasi seksual terhadap anak.