Bagikan:

JAKARTA - Polres Lombok Tengah di Nusa Tenggara Barat (NTB) menerima pengaduan tujuh warga Desa Presak, Kecamatan Batukliang, korban penipuan calon jemaah umrah karena tidak diberangkatkan menuju Makkah.

Kasi Humas Polres Lombok Tengah Iptu Lalu Brata Kusnadi mengatakan, pihaknya telah menerima aduan masyarakat yang diduga menjadi korban dugaan penipuan, yang tidak kunjung diberangkatkan umrah ini. 

 “Jadi sudah diterima laporannya di Polres, tindaklanjuti nanti akan kami lakukan proses pemeriksaan dan menunggu disposisi surat, karena laporan ini baru masuk,” katanya di Lombok Tengah, Kamis 9 Januari, disitat Antara.

Sementara itu, Kepala Dusun (Kadus) Selojan Desa Presak Ruslan di Lombok Tengah dirinya bersama warga datang datang untuk melaporkan oknum tokoh agama atas dugaan penipuan terhadap warganya.

Oknum tokoh agama tersebut dilaporkan, karena diduga tidak kunjung memberangkatkan para jamaah untuk pergi umrah sejak 2019 hingga 2025 ini, padahal para jemaah sudah menyetorkan uang.

"Warga dijanjikan untuk berangkat umrah. Namun hingga saat ini tak kunjung diberangkatkan," katanya.

Kasus ini bermula pada 2019, oknum tokoh agama ini diundang sebagai penceramah dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Presak.

Kemudian di akhir ceramah, ia menawarkan kepada jamaah bahwa ada program umrah murah atau promo. 

Dimana masing- masing calon jemaah umrah yang berminat hanya membayar atau menyetor Rp 20 juta per orang.

“Atas dasar tawaran dari terlapor, maka jarak beberapa hari ada beberapa jemaah yang hadir tertarik dan berminat untuk ikut program umrah yang di tawarkan oleh terlapor,” katanya.

"Pada saat di kediaman terlapor, masing- masing pelapor menyerahkan sendiri uang biaya umrah tersebut kepada terlapor,” katanya.

Adapun rincian uang yang di serahkan langsung oleh tujuh orang pelapor kepada terlapor masing- masing Rp 10 juta sehingga total uang yang di serahkan langsung kepada terlapor Rp70 juta.

Selanjutnya para pelapor kembali menyerahkan uang untuk melunasi biaya umrah kepada terlapor, sehingga masing- masing mengeluarkan Rp 20 juta.

"Sudah beberapa kali secara kekeluargaan para pelapor untuk meminta uang di kembalikan oleh terlapor, namun terlapor tidak mau mengembalikan uang tersebut,” katanya.