JAKARTA - Polda Jawa Timur menangkap dua orang tersangka pembuat dan penyebar laman palsu (scam page) Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang digunakan untuk mencuri data warga negara tersebut.
Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta mengatakan, kedua tersangka warga negara Indonesia, yakni berinisial SFR dan MZM telah melakukan tiga kejahatan.
"Tindak pidana yang dilakukan ada tiga. Pertama, pelaku membuat laman palsu, kedua, menyebarkan laman palsu ini, dan yang ketiga, mengambil data orang lain secara ilegal," ujarnya dilansir Antara, Jumat, 16 April.
Modus yang digunakan tersangka adalah dengan mengirim SMS blast agar para warga AS mengklik tautan tersebut. Setelah diklik, warga yang tertipu kemudian mengisi identitasnya.
"Jumlah laman palsu yang dibuat ada 14. Lalu disebar melalui SMS dan disebar menggunakan software atau SMS blast. Setelah diterima orang-orang ada yang tertipu dan ada yang tidak. Yang tertipu membuka link laman dan mengisi data datanya," ujar Irjen Nico.
Dari kegiatan yang dilakukan mulai 2020 Mei sampai dengan Maret 2021 tersebut, para tersangka menyebarkan domain palsu ini ke 27 juta nomor telepon warga AS dan yang tertipu sekitar 30 ribu orang yang tersebar di 14 negara bagian AS.
Dari data palsu ini, kata dia, digunakan untuk mendapatkan bantuan pandemi COVID-19 dari Pemerintah Amerika Serikat.
"Pengisian data itu dibuat tersangka untuk mengambil sejumlah uang. Yang mengisi data dan yang tertipu sebagian besar warga negara AS. Ini orang-orang yang kena tipu mengisi data bantuan COVID-19, apabila sesuai mendapat 2.000 dolar AS," katanya pula.
Polda Jatim bekerja sama dengan FBI melalui Hubinter Mabes Polri menangani kasus ini.
"Ini pertama kali kami mengungkap kejahatan antarnegara dalam COVID-19. Kami bekerja sama dengan Kepolisian AS akan menindaklanjuti sehingga konstruksi hukum dapat berjalan tuntas," kata mantan Kapolda Kalimantan Selatan itu pula.
Dalam kasus ini, lanjut Irjen Nico, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, mulai dari laptop, ponsel hingga beberapa kartu ATM milik tersangka.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 35 jo Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Pasal 32 ayat (2) jo Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.