Bagikan:

JAKARTA - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember (Unej), Prof. Arief Amrullah, menegaskan pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi tidak boleh menjadi alasan untuk menghapus tuntutan pidana terhadap pelaku.

Menurut Prof. Arief, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pernyataan ini disampaikan untuk merespons wacana pemerintah yang mempertimbangkan pengampunan bagi koruptor jika mereka mengembalikan uang hasil kejahatan tersebut.

“Prinsipnya adalah crime doesn’t pay (kejahatan tidak mendatangkan keuntungan, red.). Jangan sampai pelaku justru mendapatkan keuntungan dari tindakannya. Jika pengembalian kerugian negara hanya menjadi peringanan, itu dapat diterima, tetapi bukan berarti pelaku dibebaskan dari tuntutan pidana,” ujar Prof. Arief saat dihubungi dari Jakarta, seperti dikutip ANTARA.

Pasal 4 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan tegas menyebutkan pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan tuntutan pidana terhadap pelaku tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 undang-undang tersebut.

Lebih lanjut, Prof. Arief mengingatkan bahwa jika pengampunan diberikan dengan menghapus tuntutan pidana, hal ini dapat menciptakan persepsi bahwa korupsi adalah tindakan yang tidak memiliki risiko hukum serius.

“Pemberian pengampunan seperti ini hanya akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, masyarakat bisa melihatnya sebagai inkonsistensi dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto,” tambahnya.

Ia pun mengimbau agar para pejabat pemerintah lebih bijak dalam menyampaikan pernyataan kepada publik, sehingga tidak menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.

Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto sempat menyampaikan di Kairo, Mesir, Rabu (18/12), bahwa koruptor dapat diberi kesempatan untuk bertobat jika mereka bersedia mengembalikan hasil kejahatan mereka kepada negara. Presiden juga mengusulkan agar pengembalian tersebut dilakukan secara tertutup agar tidak diketahui oleh publik.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan bahwa wacana tersebut merupakan bagian dari rencana pemberian amnesti dan abolisi.

Namun, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan pernyataan Presiden tidak dimaksudkan untuk membiarkan pelaku korupsi bebas dari jeratan hukum.

Pada acara Puncak Perayaan Natal Nasional 2024 di Jakarta, Sabtu 28 Desember lalu, Presiden kembali menegaskan dirinya tidak akan memaafkan koruptor, tetapi tetap meminta mereka mengembalikan uang hasil korupsi.