Bagikan:

JAKARTA - Pimpinan MPR meminta pemerintah lebih merinci kategori barang mewah dan jasa yang terkena pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen per 1 Januari 2025.

Hal ini dimaksudkan untuk menjawab kebingungan masyarakat dalam penerapan kebijakan tersebut sekaligus bisa memilih mana barang yang menjadi kebutuhannya.   

"Kalau kita lihat item per item itu kan banyak sekali. Jadi saya kira pemerintah juga nanti harus membuat pengkategorian yang lebih rinci lagi," ujar Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno, Senin, 23 Desember. 

"Agar masyarakat bisa mengetahui ketika saya mau beli produk ini apakah membayar PPN yang lama atau PPN yang 12 persen yang akan datang," sambungnya.

Politikus PAN itu menilai, pemerintah harus mempertimbangkan mana barang yang layak dinaikkan pajaknya atau tidak. Menurutnya, barang yang diproduksi di dalam negeri seharusnya tidak terkena kenaikan pajak. 

"Menurut pandangan kami jika memang produsennya adalah produsen dalam negeri, di produksi di dalam negeri, yang tenaga kerja dalam negeri, yang komponen bahan bakunya dalam negeri. Saya kira sangat layak untuk dipertimbangkan (tidak dikenakan PPN, red) dan itu merupakan kebutuhan dasar ya," kata Eddy. 

"Tetapi kembali lagi, itu adalah pertimbangan pemerintah," sambungnya.  

Eddy mencontohkan kejadian di Filipina, di mana ada kemungkinan penurunan daya beli usai PPN ini diterapkan. Namun, di sisi lain masyarakat juga yang nantinya menerima efek jangka panjang dari penerimaan negara.

"Kalau kita melihat rekam jejak ya, rekam jejak hal yang sama terjadi di negara tetangga, di Filipina, Mereka juga pernah mengalami proses seperti ini. Memang di satu pihak akan terlihat nanti akan ada penurunan daya beli, akan terlihat ada efek inflasi, tetapi dalam jangka menengah dan panjangnya justru akan terlihat nanti akan ada peningkatan pendapatan negara. Yang mana peningkatan pendapatan negara itu justru bisa berguna juga untuk menambah bantalan sosial, menambah insentif ekonomi yang lebih panjang lagi," ungkap Eddy. 

"Jadi saya kira efek positif yang juga bisa ditimbulkan nanti dari kenaikan PPN 12 persen itu nanti akan kembali lagi kepada masyarakat," imbuhnya.

Menurut Eddy, pemerintah sudah mengantisipasi dampak dari kenaikan PPN menjadi 12 persen. Nantinya, kata dia, masyarakat masih bisa menikmati bantuan yang diberi pemerintah meski jangka waktunya tak panjang.

"Jadi memang di satu pihak terlihat akan ada kenaikan, tetapi di lain pihak pemerintah sudah menyediakan kok persiapan bagi masyarakat yang paling terdampak. Agar mereka tetap bisa menikmati PPN 0 persen Untuk kebutuhan-kebutuhan pokok dan mendasarnya," pungkasnya.