TANJUNG SELOR – Sejumlah anggota Cipayung Plus Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara) berunjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulungan dan Polresta Bulungan.
Aksi damai para mahasiswa dan pelajar ini mempertanyakan proses hukum terhadap pelaku kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang diduga dilakukan guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Bulungan, berinisial SD.
Selain meminta percepatan proses hukum terhadap pelaku, mahasiswa juga mendesak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) dan BPKSDM Bulungan untuk melakukan pemecatan tidak hormat dan mencabut statusnya dari pegawai PPPK.
“Kami mendesak Kejari Bulungan segera melimpahkan kasus ini ke Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Selor dan meminta pelaku dijatuhi hukuman setimpal sesuai tindak pidana yang dilakukan, termasuk pelecehan anak, ancaman pembunuhan, dan pelanggaran kode etik pendidik,” kata ketua PMII Bulungan, Syahira saat berorasi, Kamis, 19 Desember.
Sementara itu, Kepala Kejari Bulungan, Hardijono Sidayat, melalui Kasi Intel Reza Pahlepi mengatakan proses hukum terhadap guru tersebut terus berjalan meski berkas perkara sempat dikembalikan ke penyidik Polresta Bulungan atau tahap P19.
“Kami pastikan proses hukum terhadap pelaku yang sedang berjalan ini sesuai prosedur dan segera disidangkan di PN, pelaku dijerat pasal berlapis termasuk tentang perlindungan anak,” tegasnya.
Hal senada juga ditegaskan, Kasat Reskrim Polresta Bulungan, Kompol Belnas Pali Padang.
Pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka itu dikenakan Pasal 81 ayat (2) dan (3) Jo Pasal 76D Sub Pasal 82 ayat (2) Jo Pasal 76E Undang-undang RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Tap Perpol No.1 Tahun 2016 menjadi UU tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Sub Pasal 6 huruf c Jo Pasal 15 ayat (1) huruf B Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Besok, berkas perkara tersangka SD akan kembali kita serahkan ke Kejari Bulungan, setelah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Penuntut Umum,” kata dia.
Pencabulan anak ini baru diketahui pihak kepolisian pada 17 September 2024. Sedangkan waktu kejadian, terjadi pada 2021 silam.
Kasus ini terbongkar saat para korban mulai berani berbicara tentang perbuatan bejat pelaku.
Penyidik pun sempat kesulitan untuk menelusuri kasus dan melengkapi alat bukti. Dari hasil penyelidikan, didapati sejumlah fakta bahwa korban aksi bejat guru ini rata-rata masih duduk di kelas 4 SD.