Bagikan:

TANGERANG – Warga Desa Pekayon, Kecamatan Sukadiri, Tangerang, yang lahannya terdampak proyek jalan tol Kamal – Teluk Naga – Rajeg (Kataraja), menolak nilai ganti rugi yang ditetapkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Para pemilik lahan menganggap nilai ganti rugi tersebut terlalu rendah dan tidak cukup untuk menggantikan mata pencarian mereka. Hal ini mereka sampaikan dalam Musyawarah Penetapan Bentuk Ganti Kerugian yang digelar di Kantor Desa Pekayon pada Rabu 13 November.

“Ini memiskinkan rakyat, bukan mensejahterakan. Banyak warga kehilangan sumber penghasilan karena tanah mereka berubah fungsi menjadi jalan tol dengan ganti rugi yang rendah,” ujar M. Suryadinata, salah satu pemilik lahan terdampak, saat musyawarah berlangsung.

Acara tersebut turut dihadiri oleh Camat Sukadiri Ahmad Hafid, Kepala Desa Pekayon Suaryo, perwakilan Kementerian Pekerjaan Umum, staf KJPP, dan 22 pemilik lahan atau perwakilan keluarga yang lahan mereka terkena proyek tol Kataraja.

Bukan Sekadar Ganti Rugi

Menurut Suryadinata, tanah miliknya dihargai hanya Rp118.000 per meter persegi. Nilai tersebut, katanya, tidak wajar mengingat lokasi Desa Pekayon yang cukup dekat dengan Jakarta dan Bandara Soekarno-Hatta. Ia bahkan membandingkan dengan harga tanah di Rumpin, Bogor, yang mencapai Rp500.000 per meter persegi, padahal lebih jauh dari Jakarta.

Selain Suryadinata, seluruh pemilik lahan lainnya juga menolak nilai ganti rugi yang ditetapkan KJPP. Mereka menandatangani form penolakan yang disediakan di Desa Pekayon sebagai bentuk keberatan atas penetapan tersebut.

Najih, perwakilan dari Kementerian Pekerjaan Umum, menjelaskan bahwa sesuai UU No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, harga yang ditetapkan KJPP bersifat final dan tidak dapat ditawar. Namun, masyarakat yang keberatan memiliki hak untuk mengajukan tuntutan ke Pengadilan Negeri Tangerang. “Nanti KJPP akan menjelaskan dasar perhitungannya di pengadilan,” ujar Najih.

Ganti Rugi Terlalu Rendah

Oman, perwakilan keluarga Marsiah, menilai bahwa nilai ganti rugi tersebut bukannya mensejahterakan rakyat, tetapi justru menambah beban hidup mereka. Beberapa pemilik lahan yang lain mengungkapkan keterkejutan mereka atas rendahnya penetapan nilai ganti rugi ini. Camat Sukadiri, Ahmad Hafid, berharap agar warganya mendapatkan “ganti untung” yang layak, bukan sekadar “ganti rugi,” namun mengakui bahwa saat ini pihak desa tidak lagi terlibat dalam penetapan nilai ganti rugi lahan.

Para pemilik lahan di Desa Pekayon menekankan bahwa mereka tidak menolak proyek tol Kataraja karena menyadari pentingnya pembangunan infrastruktur. Namun, mereka berharap agar nilai ganti rugi tanah dapat lebih wajar dan seimbang dengan potensi kerugian yang mereka alami. Proyek-proyek pembangunan untuk kepentingan umum seharusnya mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat terdampak agar tidak mengorbankan hak-hak mereka.