Bagikan:

PEKANBARU  - Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Riau mengamankan dua tersangka berinisial RAP (20) dan MMA (23) atas dugaan persetubuhan anak di bawah umur sesama jenis atau lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Kabid Humas Polda Riau Kombes Anom Karibianto menjelaskan pelaku RAP mengenal korbannya dari aplikasi yang memang menjadi tempat para pria saling berkenalan. Pelaku kemudian berkomunikasi lebih lanjut dengan korban B (16) melalui percakapan WhatsApp dan Instagram.

"Pada Juli lalu, pelaku mendatangi kos korban dan mengajak berhubungan badan, namun ditolak korban," kata Anom.

Meskipun mendapat penolakan dari korban, tersangka memaksa untuk dilakukan oral seks. Korban yang merasa trauma atas kejadian yang dialaminya kemudian melaporkan hal itu ke orang tuanya dan membuat laporan ke Polda Riau.

Akhirnya tersangka diamankan di bengkel orang tuanya di Kuantan Singingi pada Agustus 2024. Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan, diketahui RAP ternyata terinfeksi virus HIV/AIDS.

Setelah dilakukan pengembangan, perkara serupa dialami korban lain yang juga berusia 16 tahun di salah satu hotel di Kota Pekanbaru. Korban dan tersangka MMA bahkan melakukan hubungan badan layaknya suami istri di salah satu kamar hotel.

"Korban yang trauma juga melaporkan ke ayahnya dan membuat laporan untuk diusut lebih lanjut," ujar Anom.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau Komisaris Besar Polisi Asep Darmawan menjelaskan tersangka RAP tak bisa dihadirkan dalam pengungkapan kasus karena kondisi kesehatannya menurun. RAP yang mengidap HIV dan kondisi kesehatannya memburuk.

"Saat ini di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Ahmad. Dikhawatirkan juga apabila di tahanan akan menulari tahanan lain," papar Asep.

Dua tersangka yang melakukan perbuatan asusila ini saat duduk di bangku SD juga merupakan korban dan kini menjadi pelaku. Selain itu, polisi akan mendalami aplikasi yang menjadi tempat berkenalan tersangka dan korban untuk pengusutan lebih lanjut.

Para tersangka disangkakan dengan Pasal 76 E jo Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling singkat lima tahun penjara.